Kamis, 31 Januari 2013

PENGERTIAN UMKM DAN KOPERASI



A.    Pengertian UMKM
Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) :
Pengertian UMKM
a.     Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur  dalam Undang-Undang ini. Usaha Mikro memiliki kriteria asset maksimal sebesar 50 juta dan omzet sebesar 300 juta.
b.     Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Usaha Kecil memiliki kriteria asset sebesar 50 juta  sampai dengan 500 juta dan omzet sebesar 300 juta sampai dengan 2,5 miliar.
c.     Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Usaha Menengah memiliki kriteria asset sebesar 500 juta sampai dengan 10 miliar dan omzet sebesar 2,5 miliar sampai dengan 50 miliar.
Terdapat beberapa acuan definisi yang digunakan berbagai instansi di Indonesia, yaitu:
·        UU no.9 tahun 1995 tentang mengatur kriteria usaha kecil berdasarkan nilai aset tetap (di luar tanah dan bangunan) paling besar Rp 200 juta dengan omzet per tahun maksimal Rp 1 milyar. Sementara itu berdasarkan Inpres No.10 tahun 1999 tentang usaha menengah, batasan aset tetap (di luar tanah dan bangunan) untuk usaha menengah adalah Rp 200 juta hingga Rp 10 milyar.
·        Kementrian Koperasi dan UKM menggolongkan suatu usaha sebagai usaha kecil jika memiliki omset kurang dari Rp 1 milyar per tahun. Untuk usaha menengah batasannya adalah usaha yang memiliki omset antara Rp 1 sampai dengan Rp 50 milyar per tahun.
·        Departemen Perindustrian dan Perdagangan menetapkan bahwa industri kecil dan menengah adalah industri yang memiliki nilai investasi sampai dengan Rp 5 milyar. Sementara itu usaha kecil di bidang perdagangan dan industri juga dikategorikan sebagai usaha yang memiliki aset tetap kurang dari Rp 200 juta dan omzet per tahun kurang dari Rp 1 milyar (sesuai UU no.9 tahun 1995)
·        Bank Indonesia menggolongkan usaha kecil dengan merujuk pada UU no 9/1995, sedangkan untuk usaha menengah BI menentukan sendiri kriteria aset tetapnya dengan besaran yang dibedakan antara industri manufaktur (Rp 200 juta s/d Rp 5 miliar) dan non manufaktur (Rp 200 – 60 juta).
·        Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan suatu usaha berdasarkan jumlah tenaga kerja. Usaha mikro adalah usaha yang memiliki pekerja 1-5 orang.  Usaha kecil adalah usaha yang memiliki pekerja 6-19 orang. Usaha menengah memiliki pekerja 20-99 orang dan usaha besar memiliki pekerja sekurang-kurangnya 100 orang.

ASPEK PENGELOLAAN TERMINAL



Pengelolaan terminal penumpang yang harus dilakukan adalah meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pengoperasian terminal, yang masing – masing dapat diuraikan, yaitu sebagai berikut:
1)     Perencanaan operasional terminal
Kegiatan perencanaan terminal meliputi beberapa faktor, antara lain sebagai berikut:
a.     Penataan pelataran terminal menurut rute atau jurusan;
b.     Penataan fasilitas penumpang;
c.     Penataan fasilitas penunjang terminal;
d.     Penataan arus lalu lintas di daerah pengawasan terminal;
e.     Penyajian daftar rute perjalanan dan tarif angkutan;
f.        Penyusunan jadwal perjalanan berdasarkan kartu pengawasan;
g.     Pengaturan jadwal petugas di terminal; dan
h.      Evaluasi sistem pengoperasian terminal.
2)     Pelaksanaan operasional terminal
Kegiatan pelaksanaan pengoperasian terminal penumpang meliputi, yaitu sebagai berikut:
a.     Pengaturan tempat tunggu dan arus kendaraan umum di dalam terminal;
b.     Pengaturan kedatangan dan pemberangkatan kendaraan menurut jadwal yang telah ditetapkan;
c.     Pemungutan jasa pelayanan terminal penumpang;
d.     Pemberitahuan tentang pemberangkatan dan kedatangan kendaraan umum kepada penumpang; dan
e.     Pengaturan arus lalu lintas di daerah pengawasan terminal.
3)     Pengawasan operasional terminal
Kegiatan pengawasan pengoperasian terminal penumpang meliputi, yaitu sebagai berikut:
a.     Pemantauan pelaksanaan tarif;
b.     Pemeriksaan kartu pengawasan dan jadwal perjalanan;
c.     Pemeriksaan kendaraan yang secara jelas tidak memenuhi kelaikan jalan;
d.     Pemeriksaan batas kapasitas muatan yang diijinkan;
e.     Pemeriksaan pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa angkutan;
f.        Pencatatan dan pelaporan pelanggaran yang terjadi;
g.     Pemeriksaan kewajiban pengusaha angkutan sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku;
h.      Pemantauan pemanfaatan terminal serta fasilitas penunjang sesuai dengan peruntukannya; dan
i.         Pencatatan jumlah kendaraan dan penumpang yang datang dan berangkat.

ASPEK PERENCANAAN TERMINAL



1.  Kriteria Penentuan Kebutuhan Terminal dan Tempat henti
Salah satu komponen dalam sistem transportasi adalah terminal. Fungsi utama dan terminal adalah untuk penyediaan fasilitas masuk dan keluar dan obyek-obyek yang akan diangkut, penumpang atau barang, menuju dan dan sistem. Terminal biasanya mudah terlihat dan merupakan prasarana yang umumnya memerlukan biaya yang besar dan titik dimana kemacetan mungkin terjadi. Pelabuhan udara, pelabuhan laut dan stasiun KA merupakan contoh terminal. Tetapi fungsi yang sama juga pada pemberhentian bus lokal pada persimpangan jalan yang merupakan tempat para penumpang berdiri waktu menunggu bus. Fungsi terminal saat ini dapat ditemui pada hampir setiap lokasi jalan dimana kendaraan dapat berhenti untuk menaikkan atau menurunkan penumpang.
Tempat henti dibutuhkan keberadaannya di sepanjang rute angkutan umum agar gangguan terhadap lalulintas dapat diminimalisir. Oleh sebab itu tempat perhentian angkutan umum harus diatur penempatannya sesuai kebutuhan. Secara fisik perhentian dapat dilengkapi dengan prasaran berupa shelter atau hanya dengan rambu.
Tujuan diadakannya tempat perhentian sesuai dengan peraturan Dirjen Perhubungan darat adalah untuk:
1.      Menjamin kelancaran dan ketertiban lalu lintas;
2.      Menjamin keselamatan bagi pengguna angkutan penumpang umum;
3.      Kepastian keselamatan untuk menaikkan danlatau menurunkan penumpang; dan
4.      Kemudahan penumpang dalam melakukan perpindahan moda angkutan umum atau bus.
Secara umum perhantian angkutan umum dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu:


1.      Perhentian di ujung rute (terminal)
Terminal adalah tempat dimana angkutan umum harus memulal atau memutar untuk mengakhiri perjalannya. Pada lokasi perhentianinipenumpang harus mengakhiri perjalanannya atau sebal iknya penumpang memulai perjalanannya.
2.      Perhentian terletak di sepanjang rute
Perhentian ml harus disediakan dengan jarak dan jumlah yang memadai, agar penumpang diberi kemudahan untuk akses dan juga agar kecepatan angkutan umum dapat dijaga pada batas yang wajar.
3.      Perhentian pada titik dimana dua atau lebih lintasan bertemu
Pada perhentian ini, penumpang dapat bertukar angkutan dengan lintasan rute lainnya. Pergantian angkutan umum pada titik tersebut dapat disebut transfer.
Adapun persyaratan umum yang harus dimiliki oleh tempat perhentian adalah sebagai berikut:
a.     Berada di sepanjang rute angkutan umum/bus;
b.     Terletak padajalur pejalan kaki dan dekat pada fasilitas pejalan kaki;
c.     Diarahkan dekat dengan pusat kegiatan atau pemukiman;  
d.     Dilengkapi dengan rambu petunjuk; dan
e.     Tidak mengganggu kelancaran arus lalulintas.


2.  Kriteria Penentuan Lokasi Terminal
Terminal merupakan salah satu komponen penting dalarn suatu sistem transportasi dimana terminal adalah merupakan titik simpul dan suatu kegiatan. Oleh karena itu dalam penentuan lokasi suatu terminal diperlukan suatu kajian yang mendalam baik dan sisi lingkungan sekitar maupun dan sisi kota secara keseluruhan, efektifitas dan efisiensi sistem transportasi dalam suatu lintasan sangat dipengaruhi oleh kinerja dan terminal. Selain itu keberadaan terminal diharapkan dapat membantu memacu agar kawasan disekitarnya lebih cepat mengalami perubahan (berkembang), sehingga banyak terminal-terminal yang ada di dalam kota dialihkan ke daerah pinggiran dengan harapan dapat memacu perkembangan kawasan tersebut disamping untuk mengurangi kemacetan di dalam kota.
Lokasi terminal sangat ditentukan oleh konsep pelayanan angkutan umum di suatu kota. Berdasarkan studi DirJen Perhubungan Darat tahun 1994 terdapat dua model yang menjadi pertimbangan lokasi terminal:
1.      Model Nearside Terminating
Model ini mengembangkan sejumlah terminal di tepi kota. Angkutan antar kota berakhir di terminal-terminal tepi kota, sedangkan pergerakan di dalam kota dilayani dengan angkutan kota yang berasal dan berakhir di terminal- terminal yang ada.
2.      Model Central Terminating
Model ini menguasai satu terminal terpadu di tengah kota yang melayani semua jenis angkutan di kota tersebut.
Mengacu kepada konsep terminal itu sendiri, maka model kedua lebih menguntungkan karena tingkat aksesibilitasnya yang lebih baik, yaitu:
• Dekat dengan tempat aktifltas;
• Mengurangi transfer; dan
• Kemudahan pencapaian oleh penumpang.
Model kedua ini disarankan untuk dikembangkan di “kota baru”             (sub urban). Di kota-kota yang sudah lama yang umumnya pada saat tercapainya titik dibarengi dengan konsep pengembangan angkutan umum yang baik, pada umumnya memilih model pertama karena adanya keterbatasan lahan.
Berdasarkan sudut pandang letak lokasi, terminal dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu sebagai berikut:
1.      Letak terminal bersinggungan dengan ruas jalan untuk lalu lintas umum (tidak hanya diperuntukkan untuk bagi yang berkepentingan menuju terminal); dan
2.      Letak terminal agak berjauhan denagn ruas jalan untuk lalu lintas umum, sehingga memerlukan ruas jalan akses.
Pada prinsipnya lokasi terminal ditentukan oleh 4 (empat) hal pokok ( Dirjen Perhubungan Darat, 1994), yaitu:
1.      Lokasi terminal sesuai dengan tata ruang, dalam halinirencana tata ruang kota;
2.      Kegiatan terminal tidak mengganggu lingkungan hidup sekitarnya;
3.      Kegiatan terminal dapat berlangsung secara efektifdan efisien; dan
4.      Kegiatan terminal tidak mengakibatkan gangguan pada kelancaran dan keselamatan arus lal ul intas sekitarnya.
Dalam pembangunan terminal yang direncanakan maka untuk menentukan lokasi terminal dapat mempertimbangkan seperti yang dijabarkan dalam PP No. 43 Tahun 1993 pasal 42, antara lain:
1.      Rencana Umum Tata Ruang
Kesesuaian arahan penggunaan lahan pada lokasi alternatif pembangunan terminal sangatlah penting, untuk menghindari terjadinya penyimpangan rencana kota. Selain itu ketersediaan fasilitas dan utilitas penunjang juga sangat penting dalam pemilihan lokasi terminal. Dalam halinikriteria tapak sangat penting, kriteria tapak meliputi harga tanah, penggusuran tanah, topografi dan lahan yang tersedia.
2.      Kapasitas Jalan
Kapasitas jalan dalam haliniperlu dianalisis, karena volume lalulintas pada jalan yang berhubungan langsung derigan lokasi terminal akan mempengaruhi kelancaran pergerakan arus masuk dan keluar terminal.
3.      Kepadatan lalulintas
Seperti halnya kapasitas jalan, kepadatan lalulintas pada jalan yang berhubungan langsung dengan lokasi terminal akan mempengaruhi kelancaran pergerakan arus masuk dan keluar terminal.
4.      Keterpaduan dengan transportasi lain
Dalam penentuan lokasi terminal perlu adanya pertimbangan keterpaduan antara moda angkutan dalam kota dengan moda transportasi lainnya, titik kritis pergantian moda angkutan, jarak dengan simpul moda lain, dapat mengakomodasi jaringan trayek AKDP, angkutan kota atau amgkutan pedesaan.
5.      Kelestarian lingkungan
Kriteria Iingkungan termasuk didalamnya adalah tidak mengganggu lingkungan hidup sekitar, tidak rawan polusi, tidak rawan kebisingan dan tidak rawan banjir.


3.  Perencanaan Fasilitas Terminal
1)     Satuan Dirnensi Pelaku
a.     Angkutan Antar Kota Antar Propinsi, tiap jalan lebar 3 m, panjang bus 11 m, lebar 2,5 m dan tinggi 3 m. Jarak antar bus I m, radius putar 12 m, tinggi lantai 60 cm, pada kecepatan 20 km/jam dibutuhkan ruang 45 m;
b.     Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi , tiap jalan lebar 2,7 m, panjang bus 7,5 m, lebar 2,2 m dan tinggi 2,4 m. Jarak antar bus minimal I m, radius putar 8 m, tinggi lantai 60 cm, pada kecepatan 20 km/jam dibutuhkan ruang 40,5 m2;
c.     Angkutan umum, tiap jalan lebar 2,5 m, panjang kendaraan 4 m, lebar 1,55 m dan tinggi 1,6 m. Jarak antar kendaraan minimal I m, radius putar 6 m, tinggi Iantai 60 cm; dan
d.     Manusia berjalan pada 4 km/jam, butuh lebar koridor 60 cm, tiap orang membutuhkan ruang 1,25 m2.Untuk keadaan diam ukuran menyusut hingga separuhnya.
Inti dari pendekatan ini adalah menganggap terminal sebagai suatu wadah barang diam, karena walaupun merupakan fasilitas transportasi terminal merupakan titik henti.
2)     Jenis fasilitas yang ada di terminal
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. 31 tahun 1995 tentang terminal transportasi jalan (bagian kedua pasal 3,4,5), tercantum jenis-jenis fasilitas umum yang ada di terminal. Fasilitas terminal penumpang terdiri dan fasilitas utama dan fasilitas penunjang.
            Yang termasuk dalam jenis fasilitas utama adalah sebagai berikut:
a.     Jalur pemberangkatan kendaraan umum;
b.     Jalur kedatangan kendaraan umum;
c.     Tempat parkir kendaraan umum selama rnenunggu keberangkatan, termasuk di dalamnya tempat tunggu dan tempat istirahat kendaraan umum;
d.     Bangunan kantor terminal;
e.     Tempat tunggu penumpang dan/ atau pengantar;
f.        Menara pengawas;
g.     Loket penjualan karcis;
h.      Rambu-rambu dan papan informasi, yang sekurang-kurangnya memuat petunjuk jurusan, tarif dan jadwal perjalanan; dan
i.         Pelataran parkir kendaraan pengantar dan atau taksi.
            Sedangkan fasilitas penunjang yang terdapat di terminal terdiri dan:
a.     Kamar kecil/toilet;
b.     Musholla;
c.     Kios/kantin;
d.     Ruang pengobatan;
e.     Ruang informasi dan pengaduan;
f.        Telepon umum;
g.     Tempat penitipan barang; dan
h.      Taman.


 4.  Kebutuhan Lahan Parkir
Kebutuhan lahan parkir dapat dilihat pada data supply dan demand pada lokasi terminal. Survey terhadap supply dan demand daerah parkir yang tersedia dirangkum dalam bentuk tabel, sedangkan penggunaan ruang parkir (demand) tergantung dan karakteristiknya sendiri. Karakteristik utama demand adalah volume kendaraan yang masuk dalam periode tertentu adalah demand tertinggi.
Demand juga terpengaruh oleh durasi, yaitu waktu rata-rata tinggal di ruang parkir. Oleh karena itu, kapasitas parkir angkutan umum dalam interval waktu tertentu (per jam) harus lebih besar daripada kebutuhan ruang parkir volume angkutan masuk terbesar pada interval waktu tertentu pada kondisi jam sibuk.
Dalam menghitung kebutuhan areal parkir dapat digunakan formula
sebagai berikut:
P = N x A
   = n/jam x W tx Lx b             
Dimana:
P = Kebutuhan area! parkir (m2)
N = Jumlah kendaraan parkir
N/jam = Volume angkutan umum masuk perjam
Wt = Waktu tunggu angkutan umum
A = Luas Kendaraan
L =  Panjang kendaraan (m)
B = Lebar kendaraan (m)
Kapasitas areal parkir dapat dikatakan memadai apabila kebutuhan areal parkir tidak melebihi kapasitas yang ada.

5.  Klasifikasi Jalan
Klasifikasi jalan menurut fungsinya sesuai dengan UU no.31 tentang jaringan jalan adalah sebagai berikut:
1.      Jalan arteri, yaitu jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh;
2.      Jalan kolektor, yaitu jalan yang melayani angkutan pengumpul, dengan circiri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi; dan
3.      Jalan lokal, yaitu jalan yang melayani angkutan setempat, dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
Selain itu klasifikasi bisa dibedakan lagi dalam sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder:
1.      Sistem jaringan jalan primer diturunkan dari keterkaitan antar kota dalam suatu wilayah tertentu, dalam hal ini perlu dilihat kedudukan kota terhadap wilayah yang lebih luas, dan sistem jaringan jalan yang rnenghubungkan antar kota; dan
2.      Sistem jaringan jalan sekunder dilihat dari kegiatan kota secara internal. Dalam hal ini perlu dilihat bagaimana sistern aktifltas kota, skala pelayanan kegiatan serta pusat-pusat kegiatan yang ada.


ASPEK LEGALITAS TERMINAL



Pada aspek ini disajikan peraturan-peraturan maupun kebijakan pemerintah dalam hal pengoperasian angkutan umum:
1)      Kep. Men.Hub No. KM/3 1/tahun 1995 tentang terminal transportasi jalan
§         Pasal 1 ayat 1
Terminal penumpang adalahprasarana transportasi jalan untuk keperluan menurunkan dan menaikkan penumpang, perpindahan intra dan/atau antar  moda transportasi serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan  angkutan umum.
§         Pasal 2 ayat I dan 4
a.     Ayat I
Tipe terminal penumpang terdiri dari:
­        terminal penumpang tipe A;
­        terminal penumpang tipe B; dan
­        terminal penumpang tipe C.
b.     Ayat 3
Terminal penumpang tipe B sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan/atau angkutan pedesaan.
§         Pasal 3
Fasilitas terminal penumpang terdiri dan fasilitas utama dan fasilitas penunjang.
§         Pasal 4
(1)    Fasilitas utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, terdiri dan:
a.     jalur pemberangkatan kendaraan urnum;
b.     jalur kedatangan kendaraan umum;
c.     tempat parkir kendaraan umum selama menunggu :keberangkatan, termasuk di dalamnya tempat tunggu dan tempat Istirahat kendaraan umum;
d.     bangunan kantor terminal;
e.     tempat tunggu penumpang dan/atau pengantar;
f.        menara pengawas;
g.     loket penjualan karcis;
h.      rambu-rambu dan papan informasi, yang sekurang-kurangnya memuat petunjuk jurusan, tarif dan jadwa[perjalanan; dan
i.         pelataran parkir kendaraan pengantar dan/atau taksi.
(2)    Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c, huruf f, huruf g, dan huruf i, tidak berlaku untuk terminal penumpang tipe C.
§         Pasal 5
Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dapat berupa:
a)     kamar kecil/toilet;
b)     musholla;
c)     kios/kantin;
d)     ruang péngobatan;
e)     ruang informasi dan pengaduan;
f)       telepon umum;
g)     tempat penitipan barang; dan
h)     taman.
§         Pasal 9
Penentuan lokasi terminal penumpang dilakukan dengan memperhatikan rencana kebutuhan lokasi simpul yang merupakan bagian dan rencana umum jaringan transportasi jalan.
§         Pasal 10
Lokasi terminal penumpang tipe A, tipe B dan tipe C ditetapkan dengan memperhatikan:
a.     Rencana Umum Tata Ruang;
b.     Kepadatan lalulintas dan kapasitas jalan di sekitar terminal;
c.     Keterpaduan transportasi baik intra maupun antar moda;
d.     Kondisi topografi lokasi terminal; dan
e.     Kelestarian Iingkungan.
§         Pasal 12
Penetapan lokasi terminal penumpang tipe B selain harus memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, harus memenuhi persyaratan:
a.     Terletak dalam jaringan trayek antar kcta dalam propinsi;
b.     Terletak di jalan arteri atau kolektor dengan kelas jalan seku rangkurangnya kelas IIIB;
c.     Jarak antara dua terminal penumpang tipe B atau dengan terminal. penumpang tipe A, sekurang-kurangnya 15 km di Pulau Jawa dan 30 km di pulau lainnya;
d.     Tersedia lahan sekurang-kurangnya 3 Ha untuk terminal di Pulau Jawa dan Sumatéra, dan 2 Ha untuk terminal di pulau lainnya; dan
e.     Mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dan terminal dengan jarak sekurang-kurangnya 50 m di Pulau Jawa dan 30 m di pulau lainnya, dihitLlnçj dan jalan ke pintu keluar atau masuk terminal.
§         Pasal 14 huruf b
Penetapan lokasi terminal dilakukan oleh kepala daerah TK II untuk terminal penumpang tipe B.     
§         Pasal 15 ayat 1 dan 2
a.     Ayat I   
b.     Pembangunan terminal harus dilengkapi dengan: - Rancang bangun terminal, Analisis dampak lalulintas, Analisis mengenai dampak Iingkungan
c.     Ayat 2
Pengesahan rancang bangun terminal dilakukan oleh kepala Dinas lalulintas dan Angkutan jalan Raya tingkat 11 untuk terminal tipe C.
§         Pasal 16 ayat 1 dan 2
a.     Ayat 1
Pembangunan terminal penumpang dilaksanakan oleh Kepala daerah Tingkat II kecuali untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Kota Administratif Batam dilaksanakan oleh gubernur.
b.     Ayat 2
Pembangunan terminal dapat mengikutsertakan Badan Hukum Indonesia dengan tetap menutamakan Fungsi Pokok Terminal.
2)      Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 1993 tentang prasarana jalan
§         Pasal 42 ayat 2
Dalam pembangunan terminal yang direncanakan maka untuk menentukan lokasi terminal dapat mempertimbangkan, yaitu sebagai berikut:
a.     Rencana Umum Tata Ruang;
b.     Kapasitas Lalu Lintas;
c.     Kepadatan Lalu Lintas;
d.     Kerterpaduan dengan Transportasi Lain; dan
e.     Kelestarian Lingkungan.