BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengecer
(Retailing)
2.1.1.
Pengertian Pengecer (Retailing)
Aktivitas pemasaran tentunya
tidak terlepas dari aktivitas transaksi atau pertukaran baik barang maupun
jasa, dimana prosesnya meliputi lembaga-lembaga pemasaran seperti produsen,
distribiutor, dan pengecer (Retailer), sebelum akhirnya sampai ketangan
konsumen akhir. Retailing merupakan aktivitas paling akhir dari
rangkaian perjalanan produk dari produsen ke konsumen akhir.
Adapun yang dimaksud dengan
perdagangan eceran menurut Kotler (2000:592) adalah :
“ Usaha eceran (Retailing)
meliputi semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara
langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis”.
Berdasarkan
pandangan yang dikemukakan oleh Kotler, Buchari Alma (2004:54) menyimpulkan
bahwa :
“ Perdagangan
eceran adalah suatu kegiatan menjual barang dan jasa kepada konsumen akhir. Ini
merupakan mata rantai terakhir dalam penyaluran barang dan jasa. Penghasilan
utama ritel ini adalah menjual secara eceran ke konsumen akhir”.
2.1.2.
Jenis-jenis Pedagang Eceran (Retailer)
Organisasi-organisasi pengecer sangat beragam, dan bentuk-bentuk baru
terus bermunculan. Menurut Kotler (2000:592) ada pengecer toko (store
retailers), penjualan eceran tanpa toko (non-store retailer) dan
berbagai organisasi eceran. Disini penelitian difokuskan pada pengecer toko (store
retailers).
Menurut Kotler (2000:593)
jenis-jenis pengecer toko utama dapat dibedakan menjadi :
1.
Toko Khusus (Specialy Store), yaitu toko yang
menjual lini produk yang sempit dengan ragam pilihan yang dalam, seperti toko
pakaian, toko alat-alat olah raga, toko bunga dan toko buku.
2.
Toko Serba Ada (Departement Store), yaitu toko
yang menjual beberapa lini produk (biasanya pakaian dan perlengkapan rumah
tangga), dan tiap lini produk tersebut beroperasi sebagai department tersendiri
yang dikelola oleh pembeli spesialis atau padagang khusus.
3.
Pasar Swalayan (Supermarket), yaitu toko dimana
usaha/operasi penjualan yang dilakukan relatif besar, berbiaya rendah,
bermargin rendah, bervolume tinggi, swalayan, yang dirancang untuk melayani
semua kebutuhan konsumen seprti makanan, pencucian dan produk perawatan rumah
tangga. Pasar swalayan ini memperoleh laba operasi hanya sekitar 1% dari
penjualan dan 10% dari nilai kekayaan bersihnya.
4.
Toko Kelontong, kebutuhan sehari-hari (Convinience
Store), yaitu toko yang relatif kecil dan terletak didaerah pemukiman,
memiliki jam buka yang panjang selama tujuh hari dalam seminggu, dan menjual
lini produk bahan yang terbatas dengan tingkat perputaran tinggi.
5.
Toko Diskon (Discount store), yaitu toko yang
menjual barang-barang standar dengan harga lebih murah karena mengambil margin
yang lebih rendah dan menjual dengan volume tinggi.
6.
Pengecer Potongan Harga (Off-Price Retailer),
yaitu toko dimana membeli dengan harga yang lebih rendah daripada harga
pedagang besar dan menetapkan harga untuk konsumen lebih rendah daripada harga
eceran. Seiring merupakan barang sisa, berlebih dan tidak regular, yang
diperoleh dengan harga lebih rendah dari produsen atau pengecer lain. Pengecer
potongan harga dapat dibedakan menjadi :
a.
Toko Pabrik (Factory Outlet), dimiliki dan
dioperasikan oleh produsen dan biasanya menjual barang yang berlebih, tidak
diproduksi lagi atau tidak regular.
b.
Pengecer Potongan Harga Independen (Independent
off-price retailers), dimiliki dan dijalankan oleh pengusaha atau divisi
dari perusahaan pengecer besar.
c. Klub
Gudang/Klub Grosir (Warehouse clubs/Wholesale clubs), menjual dengan
pilihan yang terbatas tentang produk makanan yang bermerek, perlengkapan rumah
tangga, pakaian dan beragam barang lain dengan diskon besar bagi anggota yang
membayar iuran tahunan. Toko
ini melayani usaha kecil dan para anggota kelompok dari lembaga pemerintah,
organisasi nirlaba, serta beberapa perusahaan besar. Klub gudang ini beroperasi
dalam bangunan seperti gudang yang besar, berbiaya rendah, dan hanya sedikit
hiasan. Mereka menawarkan harga yang jauh lebih rendah, biasanya 20% sampai 40%
dibawah harga pasar swalayan dan toko diskon.
7.
Toko
Super (Super Store), adalah toko yang rata-rata memiliki ruang jual yang
luas, bertujuan untuk memenuhi semua kebutuhan konsumen akan produk makanan dan
bukan minuman yang dibeli secara rutin. Biasanya toko ini menawarkan pelayanan
seperti binatu, penguangan cek dan pembayaran tagihan. Toko super dapat
dibedakan menjadi :
- Toko Kombinasi (Combination Depot), merupakan diversifikasi usaha pasar swalayan kebidang obat-obatan.
- Pasar Hyper (Hypermarket), adalah toko yang menggabungkan prinsip-prinsip pasar swalayan, toko diskon serta pengeceran gudang. Ragam produknya lebih dari sekedar barang-barang yang rutin dibeli tetapi meliputi mebel, peralatan besar dan kecil, pakaian dan berbagai jenis lainnya.
8.
Ruang Pameran, untuk penjualan dengan banyak pilihan
produk bermerek, margin tinggi, perputaran cepat, dengan harga diskon,
pelanggan memesan barang dari katalog diruang pamer, kemudian mengambil barang
tersebut dari suatu area pengambilan barang ditoko itu.
2.1.3.
Tipe-tipe Pengecer (Retailer)
Konsumen sekarang sangat manja,
dan mereka dapat dilayani oleh berbagai tipe toko eceran dengan persediaan
aneka macam barang, untuk memenuhi berbagai needs dan wants. Toko eceran tumbuh
sangat cepat dalam bentuk :
1.
Pengecer Toko (Store Retailers)
Store retailers tumbuh sangat pesat seperti Specialy store,
Departemen store, Supermarket, Convenience store, Discount Store, Off-price
Retailers (Factory Outlets, Independent off-price retailers, Warehouse
clubs/wholesale clubs), Superstore, Catalog Shoeroom.
2.
Pengecer bukan toko (Nonstore Retailers)
Nonstore Retailers ini terdapat 4 (empat) macam, yaitu :
Direct Selling, penjualan ini dilakukan dari pintu ke pintu,
Penjualan ditempat pertemuan misalnya ibu-ibu arisan, perkantoran. Ada beberapa
bentuk direct selling yaitu one-to one selling, yaitu mengarahkan
penjualannya kesatu pembeli potensial dan One to many/party selling,
seorang wiraniaga mengunjungi suatu kelompok calon konsumen seperti di arisan
ibu-ibu atau tempat pesta, atau diperkantoran kemudian mendemonstrasikan produk
tertentu kemudian menerima pesanan.
Direct Marketing, ini berasal dari kegiatan direct-mail dan
penyebaran katalog, termasuk kedalamnya kegiatan telemarketing dengan
menggunakan media televisi dan elektronik shopping melalui internet.
Automatic vending, digunakan untuk menjual barang-barang yang
dibeli secara impulse atau emotional buying motive, seperti rokok, permen,
Koran, soft drink, dan sebagainya. Mesin bekerja 24 jam sehari.
Buying Service, usaha ini tidak memiliki toko, dan melayani
anggota langganan khusus, seperti karyawan sebuah perkantoran, dan kelompok
lainnya yang membeli dan mendapat diskon.
3.
Organisasi eceran (Retail Organizations)
Walaupun kebanyakan toko eceran ini milik perorangan yang mandiri, namun
bertumbuh pula toko eceran yang dikelola oleh organisasi perusahaa. Perusahaan
toko eceran ini memperoleh berbagai keuntungan secara ekonomis, daya belinya
kuat, tenaga pelayanannya cukup terlatih. Bentuk utama dari corporate
retailing ini ialah chain store, voluntary chain stores, retailer
cooperatives, waralaba dan sebagainya.
Cooperatives chain store memiliki karakteristik dua atau lewnih
toko berada dibawah satu kepemilikan, mengadakan pembelian secar sentral/terpusat,
menjual jenis barang yang sama, seperti department store, Food store, drugs
store, shoe store, women’s clothing.
Voluntary chain, dalam hal ini grosir mensponsori grup yang
mandiri, mereka mengadakan pembelian dalam jumlah besar, kemudian dibagikan ke
rantai anggota, dengan harga lebih murah.
2.2. Suasana
Lingkungan (Atmosphere) Toko
2.2.1.
Pengertian Suasana Lingkungan (Atmosphere) Toko
Melalui suasana lingkungan, sebuah retailer/pengecer
dapat memberikan informasi mengenai harga barang yang ditawarkan, kualitas
serta ragam barang kepada konsumen seperti yang dikemukakan Levy & Weitz
(1995:378) bahwa :
“ The
atmosphere communication information about the store’s service pricing fashionability
of merchandise “.
Sementara menurut Djaslim
Saladin (2003:33), selain memberikan informasi mengenai suatu toko, lingkungan
atau atmosfir suatu eceran akan membawa pengaruh kepada keputusan kepada
keputusan pembelian konsumen. Lingkungan eceran tersebut terdiri dari tata
ruang toko, ruang lorong, penempatan dan bentuk peraga, warna, penyinaran, dan
pengaturan temperature dalam ruangan toko.
Terdapat beberapa referensi mengenai pengertian suasana lingkungan (atmosphere)
toko, yaitu :
Menurut
Berman & Revans yang dikutip oleh Buchari Alma (2004:60) mengemukakan
suasana lingkungan sebagai berikut :
For a store based retailer,
atmosphere refers to the store physical characteristic
that are use to develop image and to draw customers. For a non store based firm, the physical characteristic
of a such strategi-mix factor as catalogs, vending machines, and website affect
its image .
Russell W. Belk, yang dikemukakan
oleh Djaslim Saladin (2003:32) berpendapat bahwa suasana lingkungan toko adalah
:
“ Suasana
lingkungan toko merupakan sifat nyata situasi konsumen, meliputi lokasi
geografis, dekor, suara, penyinaran, cuaca, dan konfigurasi yang terlihat dari
barang dagangan atau barang lain yang mengelilingi objek stimulus “.
Sementara Sutisna (2003:164) mengemukakan
tentang suasana lingkungan (atmosphere) toko yaitu :
“ Atmosphere lebih
luas dari sekedar layout toko, tetapi meliputi hal-hal yang bersifat luas
seperti tersedianya pengaturan udara (AC), tata ruang toko, penggunaan warna
cat, penggunaan jenis karpet, warna karpet, bahan-bahan rak penyimpanan barang,
bentuk rak dan lain-lain “.
Berdasarkan beberapa definisi diatas
dapat disimpulkan bahwa atmosfir toko merupakan kegiatan merancang dan
mendesain lingkungan pembelian yang nyaman sesuai dengan karakteristik toko
tersebut yang akan menciptakan atmosfir toko yang baik serta menimbulkan kesan
yang menarik dan menyenangkan bagi konsumen sehingga mempengaruhi keputusan
pembelian mereka saat berada ditoko.
Setiap toko harus memiliki atmosfir
yang berbeda dengan toko yang lain, hal ini akan menjadikannya tampil lebih
menonjol dibandingkan dengan toko-toko yang ada disekitarnya. Berdasarkan pasar
sasaran yang hendak dicapai, pihak manajemen toko harus dapat menentukan
bagaimana bentuk tampilan atmosfir toko tersebut agar dapat menarik konsumen
yang menjadi sasarannya. Cara tersebut dapat dilakukan melalui jenis barang,
musik, poster, kebersihan serta kenyamanan.
2.2.2.
Elemen-Elemen dari Suasana Lingkungan Toko
Berman & Revans (1998:552) yang
dikutip oleh Buchari Alma (2004:60-61), berpendapat bahwa suasana lingkungan
tidak lain adalah kegiatan merancang lingkungan pembelian yaitu melalui
penataan barang dan fasilitas pendukung lainnya.
Lebih jauh dijelaskan bahwa terdapat
beberapa elemen dalam penataan dari atmosphere toko, diantaranya :
1)
Exterior (Bagian Luar Toko)
·
Bangunan
toko (desain, warna, style)
·
Papan nama dan logo perusahaan
·
Sarana parkir
2)
General Interior (Bagian Dalam Toko)
·
Sistem Pencahayaan
·
Kebersihan Toko
·
Musik
·
Temperatur Udara dan aroma ruangan
·
Wiraniaga
3)
Store Layout (Penataan Barang Pajangan)
·
Pengelompokan dan penataan barang
·
Media Pembungkus
·
Poster dan Gambar
·
Fasilitas Umum
2.2.3. Sifat
Fisik dan Pengaruh Suasana Lingkungan (Atmosphere) Toko
Sifat fisik dari lingkungan eceran, kerap
dijadikan acuan sebagai “ A Store Atmosphere “. Hal ini sangat menarik bagi para pemasar karena dua alasan mendasar,
yaitu :
1. Berbeda dengan banyak pengaruh
situasi diluar kendali
2.
Pengaruh ini diberikan kepada konsumen tepat ditempat
yang benar didalam toko.
Dari pengaruh perspektif pemasar,
suasana lingkungan suatu toko dapat mempunyai sejumlah efek yang diharapkan
pada konsumen, adapun efek-efek tersebut adalah (Kotler, 1974:48-65) :
·
Suasana lingkungan toko dapat membantu membentuk
arah durasi perhatian konsumen, sehingga meningkatkan kemungkinan pembelian.
·
Suasana lingkungan toko dapat mengekspresikan
berbagai aspek mengenai toko kepada konsumen, seperti khalayak yang dimaksud
dan penempatan yang akhirnya latar dan sebuah atmosfir toko yang mendatangkan
reaksi emosi tertentu dari konsumen.
Menurut Sutisna (2003:164) atmosfir pada suatu
toko akan berpengaruh terhadap:
1.
Tindakan Pembelian
Atmosfir akan mempengaruhi persepsi konsumen melalui mekanisme
penglihatan, pendengaran, penciuman dan sentuhan. Stimuli seperti warna,
pencahayaan, musik, pengaturan suhu dan objek lain mempengaruhi terhadap
keputusan pembelian.
2.
Citra Toko
Apabila atmosfir dalam suatu toko sangat buruk seperti udara yang panas,
ruangan yang sesak, aroma yang bau, produk yang dipajang tidak tertata rapi,
lantai tidak bersih maka hal itu akan menimbulkan atmosfir yang akan
mencitrakan toko sebagai toko yang buruk. Namun sebaliknya, bila atmosfir
ditoko tersebut sangat baik maka akan menimbulkan citra toko yang baik pula.
3.
Keadaan Emosi Pembeli
Atmosfir akan berpengaruh terhadap keadaan emosi pembeli yang menyebabkan
meningkatnya atau menurunnya pembelian. Keadaan emosional akan membuat dua
perasaan yang dominan yaitu perasaan senang dan membangkitkan keinginan, baik
yang muncul dari psikologikal ataupun keinginan yang bersifat mendadak (impulse).
Sementara menurut Engel (1995:799) pengaruh dari pelaksanaan suasana
lingkungan toko adalah :
- Membantu mengarahkan dan menarik perhatian konsumen
- Memperlihatkan siapa konsumen sasaran dan positioning yang dilakukan
- Mampu menggerakkan reaksi emosi konsumen seperti parasaan senang dan suka yang mana perasaan itu mampu mempengaruhi jumlah uang dan waktu yang dihabiskan konsumen.
2.3.
Keputusan Pembelian Konsumen
2.3.1.
Pengertian keputusan Pembelian
Pemahaman mengenai keputusan
pembelian konsumen meliputi bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih,
membeli, menggunakan dan tidak menggunakan barang atau jasa. Memahami konsumen
tidaklah mudah karena setiap konsumen memutuskan pembelian tertentu yang
berbeda-beda dan sangat bervariasi. Keputusan pembelian menurut Kotler yang
diterjemahkan oleh Hendra Teguh dan Ronny A. Rusly (2002:204), adalah :
“ Keputusan
pembelian adalah keputusan yang diambil oleh seorang calon pembeli yang
menyangkut kepastian akan membeli atau tidak”.
2.3.2.
Jenis-jenis Perilaku Pembelian
Pengambilan keputusan konsumen bervariasi
dengan jenis keputusan pembelian. Pembelian yang kompleks dan mahal mungkin
melibatkan banyak pertimbangan pembeli dan lebih banyak peserta. Henry Assael
yang dikutip oleh Djaslim Saladin (2003:17) mengemukakan 4 (empat) jenis
perilaku pembelian yang dilakukan oleh konsumen, antara lain :
1.
Perilaku Pembelian Kompleks (Complex Buying
Behavior)
Konsumen mengalami keterlibatan yang tinggi dalam melaksanakan pembelian
suatu produk apabila suatu produk tersebut harganya mahal, jarang dibeli,
memilikiresiko yang tinggi, dan mencerminkan ekspresi diri yang tinggi.
Konsumen mengalami keterlibatan yang tinggi dalam membeli sustu produk dengan
berbagai perbedaan yang nyata diantara berbagai merek produk yang ada.
2.
Perilaku Pembelian yang mengurangi ketidakcocokan (Dissonance-reducing
buying behavior)
Konsumen mengalami pembelian untuk mengurangi ketidakcocokan, pada saat
mereka memiliki keterlibatan yang tinggi dalam pembelian sebuah produk, tetapi
tidak melihat adanya perbedaan yang nyata diantara berbagai merek produk yang
ada.
3.
Perilaku pembelian berdasarkan kebiasaan (Habitual
buying behavior)
Keterlibatan konsumen rendah sekali dan tidak adanya perbedaan yang nyata
dalam berbagai merek. Dalam
hal ini konsumen tidak aktif mencari informasi mengenai merek, ataupun dalam
mengevaluasi karakteristik produk tersebut. Pembelian dilakukan pada dasarnya
melalui kebiasaan, yang menimbulkan loyalitas pada suatu merek.
4.
Perilaku pembelian yang mencari keragaman (Variety-seeking
buying behavior)
Keterlibatan konsumen rendah, tetapi dihadapkan pada berbagai pelihan
merek produk yang akan dibelinya. Dalam
hal ini konsumen memilih salah satu merek produk diantara berbagai merek. Namun
pada suatu saat konsumen membeli merek produk lainnya dengan berbagai alasan
(misalnya bosan).
2.3.3. Tahapan
Keputusan Pembelian
Dalam menghadapi keputusan pembelian
konsumen, seorang pemasar harus melihat hal-hal yang berpengaruh terhadap
keputusan pembelian dan membuat suatu ketetapan bagaimana konsumen membuat
keputusan pembeliannya.
Kotler (diterjemahkan oleh Hendra Teguh dan
Ronny A. Rusli, 2002:204) mengemukakan prose pembelian tersebut melalui lima
tahapan. Tahapan pembelian konsumen tersebut antara lain adalah :
1.
Pengenalan masalah (Problem recognition)
Proses pembelian diawali dengan adanya masalah atau kebutuhan yang
dirasakan oleh konsumen. Konsumen mempersepsikan perbedaan antara keadaan yang
diinginkan dengan situasi saat ini guna membangkitkan dan mengaktifkan proses
keputusan.
2.
Pencarian informasi (Information search)
Setelah konsumen merasakan adanya kebutuhan sesuatu barang atau jasa,
selanjutnya konsumen mencari informasi baik yang disimpan dalam ingatan (internal)
maupun informasi yang didapat dari lingkungan (eksternal). Sumber-sumber
informasi konsumen terdiri dari :
a.
Sumber Pribadi : keluarga, teman, tetangga, kenalan.
b.
Sumber niaga/komersial : iklan, tenaga penjual, kemasan
dan pemajangan.
c. Sumber umum : media massa dan
organisasi konsumen.
d.
Sumber pengalaman : penanganan, pemeriksaan, penggunaan
produk.
3.
Evaluasi alternatif (Evaluation of alternative)
Setelah informasi diperoleh, konsumen mengevaluasi berbagai alternatif
pilihan dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk menilai alternatif pilihan
konsumen terdapat 5 (lima) konsep dasar yang dapat digunakan, yaitu :
a.
Sifat-sifat produk (Product atributes)
Apa yang menjadi ciri-ciri khusus dan perhatian konsumen terhadap produk
tersebut.
b.
Nilai kepentingan (Importance weight)
Kecenderungan konsumen untuk lebih memperhatikan nilai kepentingan yang
berbeda-beda pada setiap atribut produk yang dianggapnya lebih menonjol untuk
diperhatikan.
c.
Kepercayaan terhadap merek (Brand belief)
Kecenderungan konsumen untuk lebih memperhatikan pada merek suatu produk
yang memang menonjol menurut pandangannya, sehingga menciptakan brand image
pada konsumen tersebut.
d.
Fungsi kegunaan (Utility function)
Bagaimana konsumen mengharapkan kepuasan atas produk, yang bervariasi
pada tingkatan pilihan untuk setiap produk.
e.
Tingkat kesukaan (Preference attitudes)
Bagaimana konsumen memberikan sikap preferensi (tingkat kesukaan) terhadap
merek-merek alternatif melalui prosedur penilaian yang dilakukan konsumen.
4.
Keputusan pembelian (Purchase decision)
Konsumen yang telah melakukan pilihan terhadap berbagai alternatif
biasanya membeli produk yang paling disukai, yang membentuk suatu keputusan
untuk membeli. Ada 3 (tiga) faktor yang menyebabkan timbulnya keputusan untuk
membeli, yaitu :
- Sikap orang lain : tetangga, teman, orang kepercayaan, keluarga, dll.
- Situasi tak terduga : harga, pendapatan keluarga, manfaat yang diharapkan.
- Faktor yang dapat diduga : faktor situasional yang dapat diantisipasi oleh konsumen.
5.
Perilaku pasca pembelian (Post purchase behavior)
Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen atas suatu produk akan berpengaruh
terhadap perilaku pembelian selanjutnya. Jika konsumen puas kemungkinan besar
akan melakukan pembelian ulang dan begitu juga sebaliknya. Ketidakpuasan
konsumen akan terjadi jika konsumen mengalami pengharapan yang tidak terpenuhi.
Ketidakpuasan akan sering terjadi jika terdapat jurang antara pengharapan dan
prestasi. Konsumen yang merasa tidak puas akan menghentikan pembelian produk
yang bersangkutan dan kemungkinan akan menyebarkan berita buruk tersebut
keteman-teman mereka. Oleh karena itu perusahaan harus berusaha memastikan
tercapainya kepuasan konsumen pada semua tingkat dalam proses pembelian.
2.4. Hubungan Suasana
Lingkungan (Atmosphere) Toko dengan Keputusan Pembelian Konsumen
Setiap usaha memerlukan strategi
pemasaran yang baik dalam memasarkan produknya. Salah satu strategi pemasaran
yang paling sensitif terhadap keputusan konsumen untuk melakukan pembelian
terutama untuk barang eceran adalah suasana lingkungan toko. Suasana lingkungan
toko merupakan salah satu faktor penting dalam bisnis eceran karena dalam
melakukan pembeliannya, konsumen tidak hanya memberikan respon terhadap barang
dan jasa yang ditawarkan tetapi juga memberikan respon terhadap lingkungan
pembelian yang diciptakan oleh toko tersebut. Kegiatan berbelanja tidak hanya
sebagai kegiatan fungsional untuk membeli barang-barang apa saja tapi juga
sebagai kegiatan pengisi waktu, rekreasi, hiburan atau bahkan pelepas stress.
Banyaknya usaha yang bergerak dalam
bidang retail menyebabkan para pengusaha harus
mampu mengatur strategi agar dapat bersaing dan mempertahankan posisi
mereka pada pasar. Strategi pemasaran dapat dilakukan dengan menciptakan desain
toko yang lebih menarik sehingga mempengaruhi perhatian konsumen serta
berkeinginan untuk berkunjung dan diharapkan melakukan pembelian. Yaitu dengan
menampilkan suasana lingkungan (atmosphere) yang baik dan kreatif yang
merupakan paduan dari unsur-unsur tampilan di dalam maupun di luar toko dengan segala
suasananya, diharapkan konsumen akan
datang dan tidak beralih pada pesaing.
Dari suasana lingkungan yang telah
dilakukan oleh perusahaan diharapkan dapat menghasilkan suatu tanggapan dari
konsumen dan konsumen tertarik untuk melakukan pembelian karena suasana
lingkungan sangat berperan sebagai penentu utama dari pilihan pembeli. Atmosfir toko, seperti telah dibuktikan dalam
penelitian, mempengaruhi keadaan emosi pembeli yang menyebabkan meningkatnya
atau menurunnya pembelian (Sutisna, 2003:164). Dengan menciptakan suasana
lingkungan toko yang lebih menarik diharapkan dapat mempengaruhi perhatian
konsumen serta berkeinginan untuk berkunjung dan diharapkan untuk melakukan
pembelian.
Keputusan yang
dilakukan oleh konsumen salah satunya dipengaruhi oleh faktor suasana
lingkungan toko. Dalam menghadapi persaingan, pengusaha perlu manampilkan
suasana lingkungan toko yang baik dan kreatif yang merupakan paduan dari
unsur-unsur tampilan didalam maupun diluar toko. Dengan segala suasananya,
diharapkan konsumen akan datang dan tidak beralih pada pesaing.
Tugas dari para pemasar adalah memahami
apa yang terjadi dalam kesadaran pembeli mulai dari adanya rangsangan hingga
munculnya keputusan pembelian. Keputusan pembelian konsumen ini melalui
tahap-tahap tertentu, dimana setiap satu tahapan harus selalu diperhatikan guna
mempengaruhi konsumen dalam melakukan keputusan pembeliannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar