1. Kriteria Penentuan Kebutuhan
Terminal dan Tempat henti
Salah satu komponen dalam
sistem transportasi adalah terminal. Fungsi utama dan terminal adalah untuk
penyediaan fasilitas masuk dan keluar dan obyek-obyek yang akan diangkut,
penumpang atau barang, menuju dan dan sistem. Terminal biasanya mudah terlihat
dan merupakan prasarana yang umumnya memerlukan biaya yang besar dan titik
dimana kemacetan mungkin terjadi. Pelabuhan udara, pelabuhan laut dan stasiun
KA merupakan contoh terminal. Tetapi fungsi yang sama juga pada pemberhentian
bus lokal pada persimpangan jalan yang merupakan tempat para penumpang berdiri
waktu menunggu bus. Fungsi terminal saat ini dapat ditemui pada hampir setiap
lokasi jalan dimana kendaraan dapat berhenti untuk menaikkan atau menurunkan
penumpang.
Tempat henti dibutuhkan
keberadaannya di sepanjang rute angkutan umum agar gangguan terhadap lalulintas
dapat diminimalisir. Oleh sebab itu tempat perhentian angkutan umum harus
diatur penempatannya sesuai kebutuhan. Secara fisik perhentian dapat dilengkapi
dengan prasaran berupa shelter atau hanya dengan rambu.
Tujuan diadakannya tempat
perhentian sesuai dengan peraturan Dirjen Perhubungan darat adalah untuk:
1.
Menjamin kelancaran dan ketertiban lalu lintas;
2.
Menjamin keselamatan bagi pengguna angkutan penumpang
umum;
3.
Kepastian keselamatan untuk menaikkan danlatau menurunkan
penumpang; dan
4.
Kemudahan penumpang dalam melakukan perpindahan moda
angkutan umum atau bus.
Secara umum perhantian
angkutan umum dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu:
1.
Perhentian di ujung rute
(terminal)
Terminal adalah tempat dimana
angkutan umum harus memulal atau memutar untuk mengakhiri perjalannya. Pada
lokasi perhentianinipenumpang harus mengakhiri perjalanannya atau sebal iknya
penumpang memulai perjalanannya.
2.
Perhentian terletak di
sepanjang rute
Perhentian ml harus disediakan
dengan jarak dan jumlah yang memadai, agar penumpang diberi kemudahan untuk
akses dan juga agar kecepatan angkutan umum dapat dijaga pada batas yang wajar.
3.
Perhentian pada titik dimana
dua atau lebih lintasan bertemu
Pada perhentian ini, penumpang
dapat bertukar angkutan dengan lintasan rute lainnya. Pergantian angkutan umum
pada titik tersebut dapat disebut transfer.
Adapun persyaratan umum yang
harus dimiliki oleh tempat perhentian adalah sebagai berikut:
a.
Berada di sepanjang rute angkutan umum/bus;
b.
Terletak padajalur pejalan kaki dan dekat pada fasilitas
pejalan kaki;
c.
Diarahkan dekat dengan pusat kegiatan atau pemukiman;
d.
Dilengkapi dengan rambu petunjuk; dan
e.
Tidak mengganggu kelancaran arus lalulintas.
2. Kriteria Penentuan Lokasi
Terminal
Terminal merupakan salah satu
komponen penting dalarn suatu sistem transportasi dimana terminal adalah
merupakan titik simpul dan suatu kegiatan. Oleh karena itu dalam penentuan
lokasi suatu terminal diperlukan suatu kajian yang mendalam baik dan sisi
lingkungan sekitar maupun dan sisi kota secara keseluruhan, efektifitas dan
efisiensi sistem transportasi dalam suatu lintasan sangat dipengaruhi oleh
kinerja dan terminal. Selain itu keberadaan terminal diharapkan dapat membantu
memacu agar kawasan disekitarnya lebih cepat mengalami perubahan (berkembang),
sehingga banyak terminal-terminal yang ada di dalam kota dialihkan ke daerah
pinggiran dengan harapan dapat memacu perkembangan kawasan tersebut disamping
untuk mengurangi kemacetan di dalam kota.
Lokasi terminal sangat
ditentukan oleh konsep pelayanan angkutan umum di suatu kota. Berdasarkan studi
DirJen Perhubungan Darat tahun 1994 terdapat dua model yang menjadi
pertimbangan lokasi terminal:
1.
Model Nearside Terminating
Model ini mengembangkan
sejumlah terminal di tepi kota. Angkutan antar kota berakhir di
terminal-terminal tepi kota, sedangkan pergerakan di dalam kota dilayani dengan
angkutan kota yang berasal dan berakhir di terminal- terminal yang ada.
2.
Model Central Terminating
Model ini menguasai satu
terminal terpadu di tengah kota yang melayani semua jenis angkutan di kota
tersebut.
Mengacu kepada konsep terminal
itu sendiri, maka model kedua lebih menguntungkan karena tingkat
aksesibilitasnya yang lebih baik, yaitu:
• Dekat dengan tempat
aktifltas;
• Mengurangi transfer; dan
• Kemudahan pencapaian oleh
penumpang.
Model kedua ini disarankan
untuk dikembangkan di “kota baru” (sub urban). Di kota-kota yang
sudah lama yang umumnya pada saat tercapainya titik dibarengi dengan konsep
pengembangan angkutan umum yang baik, pada umumnya memilih model pertama karena
adanya keterbatasan lahan.
Berdasarkan sudut pandang
letak lokasi, terminal dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu
sebagai berikut:
1.
Letak terminal bersinggungan dengan ruas jalan untuk lalu
lintas umum (tidak hanya diperuntukkan untuk bagi yang berkepentingan menuju
terminal); dan
2.
Letak terminal agak berjauhan denagn ruas jalan untuk
lalu lintas umum, sehingga memerlukan ruas jalan akses.
Pada prinsipnya lokasi
terminal ditentukan oleh 4 (empat) hal pokok ( Dirjen Perhubungan Darat, 1994),
yaitu:
1.
Lokasi terminal sesuai dengan tata ruang, dalam
halinirencana tata ruang kota;
2.
Kegiatan terminal tidak mengganggu lingkungan hidup
sekitarnya;
3.
Kegiatan terminal dapat berlangsung secara efektifdan
efisien; dan
4.
Kegiatan terminal tidak mengakibatkan gangguan pada
kelancaran dan keselamatan arus lal ul intas sekitarnya.
Dalam pembangunan terminal yang
direncanakan maka untuk menentukan lokasi terminal dapat mempertimbangkan
seperti yang dijabarkan dalam PP No. 43 Tahun 1993 pasal 42, antara lain:
1.
Rencana Umum Tata Ruang
Kesesuaian arahan penggunaan
lahan pada lokasi alternatif pembangunan terminal sangatlah penting, untuk
menghindari terjadinya penyimpangan rencana kota. Selain itu ketersediaan
fasilitas dan utilitas penunjang juga sangat penting dalam pemilihan lokasi
terminal. Dalam halinikriteria tapak sangat penting, kriteria tapak meliputi harga
tanah, penggusuran tanah, topografi dan lahan yang tersedia.
2.
Kapasitas Jalan
Kapasitas jalan dalam
haliniperlu dianalisis, karena volume lalulintas pada jalan yang berhubungan
langsung derigan lokasi terminal akan mempengaruhi kelancaran pergerakan arus
masuk dan keluar terminal.
3.
Kepadatan lalulintas
Seperti halnya kapasitas
jalan, kepadatan lalulintas pada jalan yang berhubungan langsung dengan lokasi
terminal akan mempengaruhi kelancaran pergerakan arus masuk dan keluar
terminal.
4.
Keterpaduan dengan
transportasi lain
Dalam penentuan lokasi
terminal perlu adanya pertimbangan keterpaduan antara moda angkutan dalam kota
dengan moda transportasi lainnya, titik kritis pergantian moda angkutan, jarak
dengan simpul moda lain, dapat mengakomodasi jaringan trayek AKDP, angkutan
kota atau amgkutan pedesaan.
5.
Kelestarian lingkungan
Kriteria Iingkungan termasuk
didalamnya adalah tidak mengganggu lingkungan hidup sekitar, tidak rawan
polusi, tidak rawan kebisingan dan tidak rawan banjir.
3. Perencanaan Fasilitas Terminal
1)
Satuan Dirnensi Pelaku
a.
Angkutan Antar Kota Antar Propinsi, tiap jalan lebar 3 m,
panjang bus 11 m, lebar 2,5 m dan tinggi 3 m. Jarak antar bus I
m, radius putar 12 m, tinggi
lantai 60 cm, pada kecepatan 20 km/jam dibutuhkan ruang 45 m;
b.
Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi , tiap jalan lebar 2,7
m, panjang bus 7,5 m, lebar 2,2 m dan tinggi 2,4 m. Jarak antar bus minimal I
m, radius putar 8 m, tinggi lantai 60 cm, pada kecepatan 20 km/jam dibutuhkan
ruang 40,5 m2;
c.
Angkutan umum, tiap jalan lebar 2,5 m, panjang kendaraan
4 m, lebar 1,55 m dan tinggi 1,6 m. Jarak antar kendaraan minimal I m, radius putar
6 m, tinggi Iantai 60 cm; dan
d.
Manusia berjalan pada 4 km/jam, butuh lebar koridor 60
cm, tiap orang membutuhkan ruang 1,25 m2.Untuk keadaan diam ukuran menyusut
hingga separuhnya.
Inti dari pendekatan ini adalah
menganggap terminal sebagai suatu wadah barang diam, karena walaupun merupakan
fasilitas transportasi terminal merupakan titik henti.
2)
Jenis fasilitas yang ada di
terminal
Berdasarkan Keputusan Menteri
Perhubungan No. 31 tahun 1995 tentang terminal transportasi jalan (bagian kedua
pasal 3,4,5), tercantum jenis-jenis fasilitas umum yang ada di terminal.
Fasilitas terminal penumpang terdiri dan fasilitas utama dan fasilitas
penunjang.
Yang termasuk dalam jenis fasilitas utama adalah sebagai
berikut:
a.
Jalur pemberangkatan kendaraan umum;
b.
Jalur kedatangan kendaraan umum;
c.
Tempat parkir kendaraan umum selama rnenunggu
keberangkatan, termasuk di dalamnya tempat tunggu dan tempat istirahat kendaraan
umum;
d.
Bangunan kantor terminal;
e.
Tempat tunggu penumpang dan/ atau pengantar;
f.
Menara pengawas;
g.
Loket penjualan karcis;
h.
Rambu-rambu dan papan informasi, yang sekurang-kurangnya
memuat petunjuk jurusan, tarif dan jadwal perjalanan; dan
i.
Pelataran parkir kendaraan pengantar dan atau taksi.
Sedangkan fasilitas penunjang yang terdapat di terminal
terdiri dan:
a.
Kamar kecil/toilet;
b.
Musholla;
c.
Kios/kantin;
d.
Ruang pengobatan;
e.
Ruang informasi dan pengaduan;
f.
Telepon umum;
g.
Tempat penitipan barang; dan
h.
Taman.
4. Kebutuhan Lahan Parkir
Kebutuhan lahan parkir dapat
dilihat pada data supply dan demand pada lokasi terminal. Survey terhadap supply dan demand daerah
parkir yang tersedia dirangkum dalam bentuk tabel, sedangkan penggunaan ruang
parkir (demand) tergantung dan
karakteristiknya sendiri. Karakteristik utama demand adalah volume kendaraan yang masuk dalam periode tertentu
adalah demand tertinggi.
Demand juga terpengaruh oleh durasi, yaitu waktu rata-rata
tinggal di ruang parkir. Oleh karena itu, kapasitas parkir angkutan umum dalam
interval waktu tertentu (per jam) harus lebih besar daripada kebutuhan ruang
parkir volume angkutan masuk terbesar pada interval waktu tertentu pada kondisi
jam sibuk.
Dalam menghitung kebutuhan
areal parkir dapat digunakan formula
sebagai berikut:
sebagai berikut:
P = N x A
= n/jam x W tx Lx b
Dimana:
Dimana:
P = Kebutuhan area! parkir
(m2)
N = Jumlah kendaraan parkir
N/jam = Volume angkutan umum
masuk perjam
Wt = Waktu tunggu angkutan
umum
A = Luas Kendaraan
L = Panjang kendaraan (m)
B = Lebar kendaraan (m)
Kapasitas areal parkir dapat
dikatakan memadai apabila kebutuhan areal parkir tidak melebihi kapasitas yang
ada.
5. Klasifikasi Jalan
Klasifikasi jalan menurut
fungsinya sesuai dengan UU no.31 tentang jaringan jalan adalah sebagai berikut:
1.
Jalan arteri, yaitu jalan yang melayani angkutan utama
dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh;
2.
Jalan kolektor, yaitu jalan yang melayani angkutan
pengumpul, dengan circiri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan
jumlah jalan masuk dibatasi; dan
3.
Jalan lokal, yaitu jalan yang melayani angkutan setempat,
dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah
jalan masuk tidak dibatasi.
Selain itu klasifikasi bisa
dibedakan lagi dalam sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan
sekunder:
1.
Sistem jaringan jalan primer diturunkan dari keterkaitan
antar kota dalam suatu wilayah tertentu, dalam hal ini perlu dilihat kedudukan
kota terhadap wilayah yang lebih luas, dan sistem jaringan jalan yang
rnenghubungkan antar kota; dan
2.
Sistem jaringan jalan sekunder dilihat dari kegiatan kota
secara internal. Dalam hal ini perlu dilihat bagaimana sistern aktifltas kota,
skala pelayanan kegiatan serta pusat-pusat kegiatan yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar