2.1.
TEORI LOKASI
Teori lokasi telah berkembang dalam
ruang lingkup dan ditentukan oleh kekuatan atau mekanisme pasar (free market)
dengan peranan kapital dan swasta yang besar. Di lain pihak, dalam ruang
lingkup pembangunan terutama di negara-negara sedang berkembang, lokasi pabrik
dan industri lebih banyak ditentukan oleh pemerintah.
Penentuan lokasi dalam ruang lingkup
kegiatan ekonomi, ditentukan oleh para pelaku atau aktor ekonomi yaitu, 1)
Rumah Tangga sebagai penyuplai jasa tenaga kerja dan kegiatan konsumsi. 2)
Perusahaan Swasta yang meliputi kegiatan koleksi bahan baku (input), proses
produksi, industri dan pemasaran dan 3) Pemerintah dalam kewenangan penentuan
kebijaksanaan perwilayahan pembangunan dan lokasi.
Dalam menentukan lokasi kegiatan, beberapa
hal perlu diperhatikan adalah :
a.
Bahan baku
lokal (lokal input) dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah adanya bahan
baku atau input yang tidak dapat dipindahkan, contohnya lahan usaha tani,
iklim, kualitas air dan udara.
b.
Permintaan
lokal, dalam hal ini harus diperhatikan adanya permintaan terhadap output yang
tidak dapat dipindahkan. Misalnya penawaran tenaga kerja rumah tangga dan pasar
lokal, pelayanan masyarakat atau tetangga (tukang pangkas, masjid dan
sebagainya) dalam radius kelurahan atau pasar lokal.
c.
Bahan baku
yang dapat dipindahkan (transferred
input) dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah penawaran bahan baku yang
harus diangkut ke lokasi dan ini tercermin pada biaya tansport dari lokasi
sumber bahan baku.
d.
Permintaan
dari luar (outside demand) dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah
penerimaan bersih dari penjualan output yang diangkut ke pasar-pasar yaitu yang
mencerminkan biaya transport.
2.2. ASPEK SUMBER DAYA
Abidin Lating, SE, MS
mengemukakan bahwa sumber daya pada dasarnya sesuatu yang berguna dan
mempunyai nilai di dalam kondisi dimana kita menemukannya. Tingkat perkembangan
wilayah ditentukan oleh pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki. Olint T. Mouzon,
pernah mengemukakan bahwa sumber daya pada dasarnya dibagi dalam 3 bagian (yang
sering dikenal sebagai faktor produksi utama dalam ekonomi), yaitu :
a.
Tanah sebagai
sumberdaya alam (Natural resources/non
man made resources).
b.
Tenaga kerja
sebagai sumber daya manusia (Human
resources).
c.
Capital
resources sebagai Man made resources.
Pendapat lain oleh Schaefer Ravelle melihat 4
(empat) macam sumberdaya, yaitu : sumberdaya alam, sumberdaya manusia,
sumberdaya modal, dan sumber daya kelembagaan (Institusional Resources).
Menurut Spenser dan Thomas secara garis besar sumber daya
tersebut dibedakan menjadi :
1.
Sumberdaya
manusia : yang berupa kualitas/tingkat pendidikan masyarakat dan jumlah atau
kuantitas dari masyarakat khususnya tenaga kerja.
2.
Sumberdaya
alam yaitu terdiri dari semua potensi alam yang terkandung di dalamnya baik
yang telah dieksploitasi/diolah maupun yang masih berupa bahan cadangan atau
deposit.
Sumber Daya Alam dapat juga diartikan sebagai potensi alam yang dapat
dikembangkan untuk proses produksi. Sumberdaya alam antara lain terdiri atas :
tanah, mineral, air dan hutan haruslah dipandang sebagai bagian dari sistem
secara luas. Jangan sampai pengolahan suatu sumber daya akan merusak jenis
sumberdaya lainnya (Lating, A., SE, MS, Sumber
Daya Alam dan Pembangunan Ekonomi, 1997).
3.
Sumberdaya
buatan yaitu segala sarana dan prasarana yang tersedia di wilayah tersebut yang
meningkatkan akses terhadap perkembangan.
Ketiga sumberdaya di atas mempunyai kedudukan yang tidak
sama dalam perkembangan suatu wilayah, kedudukan ini dapat sebagai sektor basis
dan sektor non-basis. Dalam usaha pengembangan suatu wilayah sektor-sektor ini
harus dipadukan penanganannya.Dengan sudut pandang aspek ketersediaan sumber
daya alam dalam menentukan strategi pengembangan wilayah maka dilakukan
pengelompokan sumberdaya alam tersebut ke dalam sektor-sektor strategis yaitu :
1. Sektor pertumbuhan primer yaitu sektor/kegiatan ekonomi
yang menciptakan pertumbuhan yang pesat dan menciptakan kekuatan ekspansi ke
berbagai sektor lain dalam perekonomian. Sektor ini antara lain sektor
basis dan potensial basis.
2.
Sektor
pertumbuhan sekunder/suplementer yaitu sektor yang berkembang dengan cepat
sebagai akibat dari perkembangan sektor primer antara lain sektor multiplier katalis dan logistik.
3.
Sektor
pertumbuhan tersier/terkait yaitu sektor atau kegiatan ekonomi yang berkembang
seirama dengan kenaikan pendapatan penduduk dan produksi sektor industri
misalnya sektor pelayanan atau jasa penyediaan fasilitas dan utilitas serta
aksesibilitas.
Penentuan
strategi pengembangan wilayah tidak harus terpaku pada salah satu sektor yang
ada, lebih banyak diusahakan oleh masyarakat tetapi tidak menutup kemungkinan
untuk melakukan inovasi atau perluasan pada pemanfatan atau pengangkatan sektor
baru yang berpotensi untuk dijadikan sektor unggulan dengan usaha
perlakuan/pengelolaan. Penentuan strategi pengembangan wilayah dapat dilakukan
dengan kriteria sebagai berikut :
1.
Produktifitas,
pertumbuhan nilai produksi dari masing-masing sektor yang ada di wilayah
tersebut setiap tahun nilai produksinya harus meningkat/mengalami kenaikan, hal
ini dapat diketahui dengan menganalisis pertumbuhan suatu sektor pertahunnya
sehingga di dapat klasifikasi rendah, sedang, dan tinggi
2. Kesesuaian
dan daya dukung lahan
3.
Pemasaran,
yaitu pola dan jalur dari permintaan dan penawaran barang dan jasa dalam kehidupan
perekonomian suatu wilayah.
4.
Prasarana dan
infrastruktur yaitu kedekatan dengan sarana dan prasarana penunjang, misalnya
jalur-jalur transportasi dan pasar.
Dengan melihat potensi suatu wilayah dari sektor
unggulan/basic dan sektor pemacu/leading, yang dikaitkan dengan
identifikasi, maka strategi pengolahan dan pengembangan yang digunakan secara
prinsip didasarkan pada ketersediaan :
1.
Bahan baku,
meliputi peningkatan produksi ketersediaan dan kesesuaian lahan yang menunjang
kegiatan ekonomi.
2.
Energi,
ketersediaan energi yang diperlukan dalam proses pengolahan yang meliputi
energi yang dihasilkan listrik dan air.
3.
Sumberdaya
manusia, kemampuan/kualitas, dan jumlah kuantitas dari manusia sebagai pelaku
pengolahan dalam perekonomian.
4. Investasi/finansial, ketersediaan dana untuk pengolahan
sumber daya baik dari penanaman modal investor maupun anggaran dari pemerintah.
5. Sarana dan prasarana, merupakan fasilitas penunjang yang
akan membantu memperlancar usaha ekonomi yang dilakukan dari segi pengolahan,
pemasaran, dan konsumsi.
2.3
TEORI
INTI DAN PINGGIRAN
Friedman (1964) mengamati bahwa dalam suatu
wilayah terdapat perbedaan prinsip antara daerah inti (center) dengan daerah
pinggiran (periphery) disekitarnya, yang sering pula disebut daerah belakang,
hinterland atau pedalaman. Pembangunan dilihat sebagai suatu proses inovasi
yang diskontinyu tetapi komulatif. Proses ini berasal dari sejumlah kecil dan
sejumlah pusat-pusat perubahan dalam suatu wilayah yaitu pada titik-titik
interaksi yang mempunyai potensi tertinggi. Proses inovatif cenderung menyebar kebawah
dan keluar dari pusat-pusat tersebut ke daerah-daerah yang mempunyai potensi
interaksi yang lebih rendah. Pusat-pusat besar, metropolis atau megapolis dan
daerah-daerah lainnya yang relatif statis disebut daerah-daerah pinggiran.
Wilayah-wilayah pusat merupakan subsistem-subsistem dari sistem yang lebih
besar (propinsi, nasional, dan internasional) yang kemajuan pembangunannya
ditentukan oleh lembaga-lembaga di daerah inti tersebut. Sedangkan
daerah-daerah pinggiran berada dalam suatu hubungan ketergantungan yang
substansial. Daerah inti dan wilayah pinggiran bersama-sama membentuk sistem
spatial yang lengkap.
§
Hubungan
daerah inti dan daerah pinggiran mempunyai karakter yang spesifik karena adanya
pengaruh-pengaruh kuat dari daerah pusat terhadap daerah pinggirannya, antara
lain : pengaruh dominasi, pengaruh informasi, pengaruh psikologi, pengaruh mata
rantai, dan Pengaruh dominasi : muncul karena melemahnya perekonomian
daerah-daerah pinggir sebagai akibat mengalirnya potensi sumber (daya alam,
SDM, modal) ke daerah inti. Bagaimanapun hal ini memperkuat dominasi daerah
pusat terhadap faedah daerah pinggirannya.
§
Pengaruh
informasi : terjadi akibat semakin meningkatnya interaksi di derah inti (yang
menunjang peningkatan inovatif) sehingga daerah inti menjadi pusat informasi
bagi daerah pinggirannya.
§
Pengaruh
psikologis : terjadi akibat terciptanya kondisi-kondisi yang semakin
menggairahkan di daerah inti yang dilanjutkan secara lebih nyata di pusat
maupun di daerah pinggiran.
§
Pengaruh
mata rantai : ditandai dengan adanya kecenderungan melakukan inovasi-inovasi
selanjutnya, dari hasil-hasil inovasi yang sudah ada/terdahulu.
§
Pengaruh produksi : yaitu
peningkatan yang sudah diakibatkan oleh penciptaan struktur balas jasa
(imbalan) yang menarik untuk keberhasilan suatu inovasi atau terciptanya suatu
prestasi.
Pada umumnya daerah ini melaksanakan fungsi pelayanan terhadap
daerah-daerah sekitarnya. Beberapa daerah inti memperlihatkan fungsinya yang
bersifat khusus, misalnya sebagai pusat perdagangan, pusat industri, ibukota
pemerintahan, dan sebagainya.
Berkenaan dengan peranan daerah inti dalam pembangunan spatial,
Friedman mengemukakan lima hal utama, sebagai berikut :
§
Daerah
inti mengatur keterhubungan dan ketergantungan daerah-daerah sekitarnya melalui
sistem suplai, sistem pasar, dan sistem administrasi pemerintahan.
§
Daerah
inti secara sistimatis meneruskan dorongan-dorongan inovasi ke daerah-daerah
sekitarnya yang terletak dalam wilayah pengaruhnya.
§
Sampai
pada suatu keadaan tertentu pertumbuhan didaerah inti cenderung membawa
pengaruh positif dalam pembangunan spatial. Tetapi mungkin pula membawa
pengaruh negatif, jika tidak terjadi peningkatan penyebaran pembangunan di
daerah pinggiran ke daerah-daerah pinggirannya sehingga keterhubungan dan
ketergantungan daerah-daerah pinggiran terhadap daerah inti berkurang.
§
Dalam
suatu sistem spatial hirarki daerah-daerah inti ditetapkan berdasarkan
kedudukan fungsionalnya masing-masing meliputi karakteristiknya secara terinci
dan prestasinya.
§
Inovasi
akan ditingkatkan ke seluruh daerah sistim spatial antara lain dengan cara
mengembangkan sistim informasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar