2.1.1.
Definisi Transportasi
Sistem transportasi adalah
suatu sistem yang memungkinkan terjadinya pergerakan dan satu tempat ke tempat
lain. Fungsi sistem itu sendiri adalah untuk memindahkan suatu obyek. Objek
yang dipindahkan mencakup benda tak bernyawa seperti sumber daya alam, basil
produksi pabrik, bahan makanan dan benda hidup seperti manusia, binatang dan
tanaman. Ada beberapa komponen dasar yang berfungsi pada semua sistem
transportasi. Komponen-komponen tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi
satu sama lain. Adapun komponen-komponen tersebut adalah lalu lintas, terminal,
kendaraan, peti kemas, ruas jalan, persimpangan dan rencana operasi.
Sistem angkutan pada dasamya
dibentuk dan prasarana dan sistem saranan yang dioperasikan dengan sistem
pengoperasian atau sistem perangkat lunak yang terdiri dan komponen-komponen:
frekuensi, tarif dan lain-lain. Sistem angkutan umum terdiri dari : sistem
jaringan rute, terminal, halte, jenis armada, dimensi armada dan desain
kendaraan.
2.1.2.
Definisi angkutan Umum
Angkutan umum pada dasarnya
merupakan sarana untuk memindahkan orang dan barang dan suatu tempat ke tempat
lain. Tujuannya untuk membantu orang atau kelompok orang dalam menjangkau
tempat yang dikehendaki, atau mengirim barang dan tempat asal ke tempat tujuan.
Manfaat pengangkutan dapat dilihat dan berbagai kehidupan masyarakat yang dapat
dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu manfaat ekonomi, soaial dan politik.
Terdapat 2 (dua) sistem
pemakai angkutan umum berdasarkan peraturan Direktorat jenderal Perhubungan
Darat tahun 1994, yaltu sebagai berikut:
a.
Sistem sewa, yaitu kendaraan yang bisa dioperasikan balk
oleh operator maupun oleh penyewa. Dalam hal ini tidak ada rute dan jadwal
tertentu yang hams diikuti oleh pemakal. Sisteminisering disebut sebagal demand
responsive system, karena penggunaannya yang tergantung pada adanya
permintaan. Contoh jenis ini adalah angkutan jenis taksi.
b.
Sistem penggunaan bersama, yaitu kendaraan dioperasikan
oleh operator dengan rute dan jadwal yang tetap. Sistem inidikenal dengan transit system. Terdapat dua jenis
transit, yaitu sebagai berikut:
§
Para transit, yaitu tidak ada jadwal yang pasti dan
kendaraan dapat berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang di sepanjang
rutenya. Contohnya adalah angkutan kota atau angkutan pedesaan; dan
§
Mass transit, yaitu jadwal dan tempat hentinya Iebih
pasti dan teratur. Contohnya adalah kereta api.
2.1.3.
Terminal Angkutan Jalan
Secara umum terminal merupakan
suatu titik simpul dan berbagai moda angkutan, sebagai titik perpindahan
penumpang dan berbagai moda ke suatu moda, juga merupakan suatu titik tujuan
atau titik akhir orang setelah turun melanjutkan berjalan kaki ke tempat
hekerja. rumah atau pasar. Dengan kata lain terminal merupakan suatu titik
henti perjalanan. Dengan demikian terminal angkutan umum selalu diperlukan pada
setiap kota balk kota besar maupun kecil.
1.
Fungsi terminal
Berdasarkan studi Direktorat
jenderal Perhubungan Darat tahun 1994 fungsi terminal transportasi jalan raya
dapat ditinjau dan 4 (empat) unsur:
a.
Titik konsentrasi penumpang dan segala arah yang
berkumpul atau menuju ke sana, karena tujuan perjalanan di sekitar terminal
atau yang akan berganti kendaraan;
b.
Titik dispersi, yaitu tempat penyebaran penumpang ke
segala arah tujüan kota atau luar kota, atau ke beberapa tujuan khusus seperti
bandara, stasiun KA dsb;
c.
Titik tempat penumpang berganti moda angkutan;
d.
Pusat pelayanan penumpang untuk naik dan turun kendaraan,
menunggu, membeli karcis dan beberapa keperluan yang bersangkutan dengan
petjalanan; dan
e.
Tempat untuk memproses kendaraan dan muatan.
2.
Manfaat yang akan diperoleh dengan adanya terminal
(Dirjen Perhubungan Darat, 1994):
a.
Sebagai tempat yang secara langsung dapat diketahul oleh
penumpang sebagai tempat bertemunya berbagai jenis angkutan umum;
b.
Sebagai tempat yang mudah untuk melakukar1 transfer antar
berbagai moda dan pelayanan;
c.
Sebagai fasilitas informasi bagi penumpang;
d.
Sebagai tempat untuk mengendalikan pengoperasian
angkutan; dan
e.
Menghilangkan kendaraan umum berhenti di sembarang tempat
dalam jangka waktu yang lama.
3.
Jenis terminal
Berdasarkan jenis materi yang
diangkut, terminal dibedakan menjadi dua (Kep. Menhub no. 31 tahun 1995, pasal
1), yaitu sebagai berikut:
a.
Terminal penumpang
Adalah prasarana transportasi
jalan untuk keperluan menurunkan dan menaikkan penumpang, perpindahan intra
danlatau antar moda transportasi serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan
angkutan umum.
b.
Terminal barang
Adalah prasarana transportasi
bagi keperluan perpindahan barang dan pengiriman barang.
4.
Tipe terminal
Berdasarkan Kep. Menhub no.31
tahun 1995 pasal 2, tentang tipe dan fungsi terminal, mengklasifikasi terminal
penumpang menjadi 3 (tiga) tipe, yaitu sebagai berikut:
a.
Tipe A, berfungsi untuk melayani kendaraan untuk angkutan
antar kota dan antar propinsi (AKAP) danlatau angkutan lintas batas negara,
angkutan kota dalam propinsi (AKDP), angkutan dalam kota (ADK) dan angkutan
pedesaan (ADES);
b.
Tipe B, berfungsi melayani angkutan dalam kota dalam
propinsi (AKDP), angkutan dalam kota (ADK) dan angkutan pedesaan (ADES); dan
c.
Tipe C, berfungsi melayani angkutan dalam kota (ADK) dan
angkutan pedesaan (ADES).
2.2.
Aspek Legalitas Terminal
Pada aspek ini disajikan
peraturan-peraturan maupun kebijakan pemerintah dalam hal pengoperasian
angkutan umum:
1)
Kep. Men.Hub No. KM/3 1/tahun 1995 tentang terminal
transportasi jalan
§
Pasal 1 ayat 1
Terminal penumpang
adalahprasarana transportasi jalan untuk keperluan menurunkan dan menaikkan
penumpang, perpindahan intra dan/atau antar
moda transportasi serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan angkutan umum.
§
Pasal 2 ayat I dan 4
a.
Ayat I
Tipe
terminal penumpang terdiri dari:
terminal penumpang tipe A;
terminal penumpang tipe B; dan
terminal penumpang tipe C.
b.
Ayat 3
Terminal penumpang tipe B
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, berfungsi melayani kendaraan umum
untuk angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan/atau angkutan
pedesaan.
§
Pasal 3
Fasilitas terminal penumpang
terdiri dan fasilitas utama dan fasilitas penunjang.
§
Pasal 4
(1)
Fasilitas utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3,
terdiri dan:
a.
jalur pemberangkatan kendaraan urnum;
b.
jalur kedatangan kendaraan umum;
c.
tempat parkir kendaraan umum selama menunggu
:keberangkatan, termasuk di dalamnya tempat tunggu dan tempat Istirahat
kendaraan umum;
d.
bangunan kantor terminal;
e.
tempat tunggu penumpang dan/atau pengantar;
f.
menara pengawas;
g.
loket penjualan karcis;
h.
rambu-rambu dan papan informasi, yang sekurang-kurangnya
memuat petunjuk jurusan, tarif dan jadwa[perjalanan; dan
i.
pelataran parkir kendaraan pengantar dan/atau taksi.
(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c,
huruf f, huruf g, dan huruf i, tidak berlaku untuk terminal penumpang tipe C.
§
Pasal 5
Fasilitas penunjang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dapat berupa:
a)
kamar kecil/toilet;
b)
musholla;
c)
kios/kantin;
d)
ruang péngobatan;
e)
ruang informasi dan pengaduan;
f)
telepon umum;
g)
tempat penitipan barang; dan
h)
taman.
§
Pasal 9
Penentuan lokasi terminal
penumpang dilakukan dengan memperhatikan rencana kebutuhan lokasi simpul yang
merupakan bagian dan rencana umum jaringan transportasi jalan.
§
Pasal 10
Lokasi terminal penumpang tipe
A, tipe B dan tipe C ditetapkan dengan memperhatikan:
a.
Rencana Umum Tata Ruang;
b.
Kepadatan lalulintas dan kapasitas jalan di sekitar terminal;
c.
Keterpaduan transportasi baik intra maupun antar moda;
d.
Kondisi topografi lokasi terminal; dan
e.
Kelestarian Iingkungan.
§
Pasal 12
Penetapan lokasi terminal
penumpang tipe B selain harus memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10, harus memenuhi persyaratan:
a.
Terletak dalam jaringan trayek antar kcta dalam propinsi;
b.
Terletak di jalan arteri atau kolektor dengan kelas jalan
seku rangkurangnya kelas IIIB;
c.
Jarak antara dua terminal penumpang tipe B atau dengan
terminal. penumpang tipe A, sekurang-kurangnya 15 km di Pulau Jawa dan 30 km di
pulau lainnya;
d.
Tersedia lahan sekurang-kurangnya 3 Ha untuk terminal di
Pulau Jawa dan Sumatéra, dan 2 Ha untuk terminal di pulau lainnya; dan
e.
Mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dan
terminal dengan jarak sekurang-kurangnya 50 m di Pulau Jawa dan 30 m di pulau
lainnya, dihitLlnçj dan jalan ke pintu keluar atau masuk terminal.
§
Pasal 14 huruf b
Penetapan lokasi terminal
dilakukan oleh kepala daerah TK II untuk terminal penumpang tipe B.
§
Pasal 15 ayat 1 dan 2
a.
Ayat I
b.
Pembangunan terminal harus dilengkapi dengan: - Rancang
bangun terminal, Analisis dampak lalulintas, Analisis mengenai dampak
Iingkungan
c.
Ayat 2
Pengesahan rancang bangun
terminal dilakukan oleh kepala Dinas lalulintas dan Angkutan jalan Raya tingkat
11 untuk terminal tipe C.
§
Pasal 16 ayat 1 dan 2
a.
Ayat 1
Pembangunan terminal penumpang
dilaksanakan oleh Kepala daerah Tingkat II kecuali untuk Daerah Khusus Ibukota
Jakarta dan Kota Administratif Batam dilaksanakan oleh gubernur.
b.
Ayat 2
Pembangunan terminal dapat
mengikutsertakan Badan Hukum Indonesia dengan tetap menutamakan Fungsi Pokok
Terminal.
2)
Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 1993 tentang prasarana
jalan
§
Pasal 42 ayat 2
Dalam pembangunan terminal
yang direncanakan maka untuk menentukan lokasi terminal dapat mempertimbangkan,
yaitu sebagai berikut:
a.
Rencana Umum Tata Ruang;
b.
Kapasitas Lalu Lintas;
c.
Kepadatan Lalu Lintas;
d.
Kerterpaduan dengan Transportasi Lain; dan
e.
Kelestarian Lingkungan.
2.3.
Aspek Perencanaan Terminal
2.3.1. Kriteria Penentuan Kebutuhan
Terminal dan Tempat henti
Salah satu komponen dalam
sistem transportasi adalah terminal. Fungsi utama dan terminal adalah untuk
penyediaan fasilitas masuk dan keluar dan obyek-obyek yang akan diangkut,
penumpang atau barang, menuju dan dan sistem. Terminal biasanya mudah terlihat
dan merupakan prasarana yang umumnya memerlukan biaya yang besar dan titik
dimana kemacetan mungkin terjadi. Pelabuhan udara, pelabuhan laut dan stasiun
KA merupakan contoh terminal. Tetapi fungsi yang sama juga pada pemberhentian
bus lokal pada persimpangan jalan yang merupakan tempat para penumpang berdiri
waktu menunggu bus. Fungsi terminal saat ini dapat ditemui pada hampir setiap
lokasi jalan dimana kendaraan dapat berhenti untuk menaikkan atau menurunkan
penumpang.
Tempat henti dibutuhkan
keberadaannya di sepanjang rute angkutan umum agar gangguan terhadap lalulintas
dapat diminimalisir. Oleh sebab itu tempat perhentian angkutan umum harus
diatur penempatannya sesuai kebutuhan. Secara fisik perhentian dapat dilengkapi
dengan prasaran berupa shelter atau hanya dengan rambu.
Tujuan diadakannya tempat
perhentian sesuai dengan peraturan Dirjen Perhubungan darat adalah untuk:
1.
Menjamin kelancaran dan ketertiban lalu lintas;
2.
Menjamin keselamatan bagi pengguna angkutan penumpang
umum;
3.
Kepastian keselamatan untuk menaikkan danlatau menurunkan
penumpang; dan
4.
Kemudahan penumpang dalam melakukan perpindahan moda
angkutan umum atau bus.
Secara umum perhantian
angkutan umum dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu:
1.
Perhentian di ujung rute
(terminal)
Terminal adalah tempat dimana
angkutan umum harus memulal atau memutar untuk mengakhiri perjalannya. Pada
lokasi perhentianinipenumpang harus mengakhiri perjalanannya atau sebal iknya
penumpang memulai perjalanannya.
2.
Perhentian terletak di
sepanjang rute
Perhentian ml harus disediakan
dengan jarak dan jumlah yang memadai, agar penumpang diberi kemudahan untuk
akses dan juga agar kecepatan angkutan umum dapat dijaga pada batas yang wajar.
3.
Perhentian pada titik dimana
dua atau lebih lintasan bertemu
Pada perhentian ini, penumpang
dapat bertukar angkutan dengan lintasan rute lainnya. Pergantian angkutan umum
pada titik tersebut dapat disebut transfer.
Adapun persyaratan umum yang
harus dimiliki oleh tempat perhentian adalah sebagai berikut:
a.
Berada di sepanjang rute angkutan umum/bus;
b.
Terletak padajalur pejalan kaki dan dekat pada fasilitas
pejalan kaki;
c.
Diarahkan dekat dengan pusat kegiatan atau pemukiman;
d.
Dilengkapi dengan rambu petunjuk; dan
e.
Tidak mengganggu kelancaran arus lalulintas.
2.3.2. Kriteria Penentuan Lokasi
Terminal
Terminal merupakan salah satu
komponen penting dalarn suatu sistem transportasi dimana terminal adalah
merupakan titik simpul dan suatu kegiatan. Oleh karena itu dalam penentuan
lokasi suatu terminal diperlukan suatu kajian yang mendalam baik dan sisi
lingkungan sekitar maupun dan sisi kota secara keseluruhan, efektifitas dan
efisiensi sistem transportasi dalam suatu lintasan sangat dipengaruhi oleh
kinerja dan terminal. Selain itu keberadaan terminal diharapkan dapat membantu
memacu agar kawasan disekitarnya lebih cepat mengalami perubahan (berkembang),
sehingga banyak terminal-terminal yang ada di dalam kota dialihkan ke daerah
pinggiran dengan harapan dapat memacu perkembangan kawasan tersebut disamping
untuk mengurangi kemacetan di dalam kota.
Lokasi terminal sangat
ditentukan oleh konsep pelayanan angkutan umum di suatu kota. Berdasarkan studi
DirJen Perhubungan Darat tahun 1994 terdapat dua model yang menjadi
pertimbangan lokasi terminal:
1.
Model Nearside Terminating
Model ini mengembangkan
sejumlah terminal di tepi kota. Angkutan antar kota berakhir di
terminal-terminal tepi kota, sedangkan pergerakan di dalam kota dilayani dengan
angkutan kota yang berasal dan berakhir di terminal- terminal yang ada.
2.
Model Central Terminating
Model ini menguasai satu
terminal terpadu di tengah kota yang melayani semua jenis angkutan di kota
tersebut.
Mengacu kepada konsep terminal
itu sendiri, maka model kedua lebih menguntungkan karena tingkat
aksesibilitasnya yang lebih baik, yaitu:
• Dekat dengan tempat
aktifltas;
• Mengurangi transfer; dan
• Kemudahan pencapaian oleh
penumpang.
Model kedua ini disarankan
untuk dikembangkan di “kota baru” (sub urban). Di kota-kota yang
sudah lama yang umumnya pada saat tercapainya titik dibarengi dengan konsep
pengembangan angkutan umum yang baik, pada umumnya memilih model pertama karena
adanya keterbatasan lahan.
Berdasarkan sudut pandang
letak lokasi, terminal dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu
sebagai berikut:
1.
Letak terminal bersinggungan dengan ruas jalan untuk lalu
lintas umum (tidak hanya diperuntukkan untuk bagi yang berkepentingan menuju
terminal); dan
2.
Letak terminal agak berjauhan denagn ruas jalan untuk
lalu lintas umum, sehingga memerlukan ruas jalan akses.
Pada prinsipnya lokasi
terminal ditentukan oleh 4 (empat) hal pokok ( Dirjen Perhubungan Darat, 1994),
yaitu:
1.
Lokasi terminal sesuai dengan tata ruang, dalam
halinirencana tata ruang kota;
2.
Kegiatan terminal tidak mengganggu lingkungan hidup
sekitarnya;
3.
Kegiatan terminal dapat berlangsung secara efektifdan
efisien; dan
4.
Kegiatan terminal tidak mengakibatkan gangguan pada
kelancaran dan keselamatan arus lal ul intas sekitarnya.
Dalam pembangunan terminal yang
direncanakan maka untuk menentukan lokasi terminal dapat mempertimbangkan
seperti yang dijabarkan dalam PP No. 43 Tahun 1993 pasal 42, antara lain:
1.
Rencana Umum Tata Ruang
Kesesuaian arahan penggunaan
lahan pada lokasi alternatif pembangunan terminal sangatlah penting, untuk
menghindari terjadinya penyimpangan rencana kota. Selain itu ketersediaan
fasilitas dan utilitas penunjang juga sangat penting dalam pemilihan lokasi
terminal. Dalam halinikriteria tapak sangat penting, kriteria tapak meliputi harga
tanah, penggusuran tanah, topografi dan lahan yang tersedia.
2.
Kapasitas Jalan
Kapasitas jalan dalam
haliniperlu dianalisis, karena volume lalulintas pada jalan yang berhubungan
langsung derigan lokasi terminal akan mempengaruhi kelancaran pergerakan arus
masuk dan keluar terminal.
3.
Kepadatan lalulintas
Seperti halnya kapasitas
jalan, kepadatan lalulintas pada jalan yang berhubungan langsung dengan lokasi
terminal akan mempengaruhi kelancaran pergerakan arus masuk dan keluar
terminal.
4.
Keterpaduan dengan
transportasi lain
Dalam penentuan lokasi
terminal perlu adanya pertimbangan keterpaduan antara moda angkutan dalam kota
dengan moda transportasi lainnya, titik kritis pergantian moda angkutan, jarak
dengan simpul moda lain, dapat mengakomodasi jaringan trayek AKDP, angkutan
kota atau amgkutan pedesaan.
5.
Kelestarian lingkungan
Kriteria Iingkungan termasuk
didalamnya adalah tidak mengganggu lingkungan hidup sekitar, tidak rawan
polusi, tidak rawan kebisingan dan tidak rawan banjir.
2.3.3.
Perencanaan Fasilitas Terminal
1)
Satuan Dirnensi Pelaku
a.
Angkutan Antar Kota Antar Propinsi, tiap jalan lebar 3 m,
panjang bus 11 m, lebar 2,5 m dan tinggi 3 m. Jarak antar bus I
m, radius putar 12 m, tinggi
lantai 60 cm, pada kecepatan 20 km/jam dibutuhkan ruang 45 m;
b.
Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi , tiap jalan lebar 2,7
m, panjang bus 7,5 m, lebar 2,2 m dan tinggi 2,4 m. Jarak antar bus minimal I
m, radius putar 8 m, tinggi lantai 60 cm, pada kecepatan 20 km/jam dibutuhkan
ruang 40,5 m2;
c.
Angkutan umum, tiap jalan lebar 2,5 m, panjang kendaraan
4 m, lebar 1,55 m dan tinggi 1,6 m. Jarak antar kendaraan minimal I m, radius putar
6 m, tinggi Iantai 60 cm; dan
d.
Manusia berjalan pada 4 km/jam, butuh lebar koridor 60
cm, tiap orang membutuhkan ruang 1,25 m2.Untuk keadaan diam ukuran menyusut
hingga separuhnya.
Inti dari pendekatan ini adalah
menganggap terminal sebagai suatu wadah barang diam, karena walaupun merupakan
fasilitas transportasi terminal merupakan titik henti.
2)
Jenis fasilitas yang ada di
terminal
Berdasarkan Keputusan Menteri
Perhubungan No. 31 tahun 1995 tentang terminal transportasi jalan (bagian kedua
pasal 3,4,5), tercantum jenis-jenis fasilitas umum yang ada di terminal.
Fasilitas terminal penumpang terdiri dan fasilitas utama dan fasilitas
penunjang.
Yang termasuk dalam jenis fasilitas utama adalah sebagai
berikut:
a.
Jalur pemberangkatan kendaraan umum;
b.
Jalur kedatangan kendaraan umum;
c.
Tempat parkir kendaraan umum selama rnenunggu
keberangkatan, termasuk di dalamnya tempat tunggu dan tempat istirahat kendaraan
umum;
d.
Bangunan kantor terminal;
e.
Tempat tunggu penumpang dan/ atau pengantar;
f.
Menara pengawas;
g.
Loket penjualan karcis;
h.
Rambu-rambu dan papan informasi, yang sekurang-kurangnya
memuat petunjuk jurusan, tarif dan jadwal perjalanan; dan
i.
Pelataran parkir kendaraan pengantar dan atau taksi.
Sedangkan fasilitas penunjang yang terdapat di terminal
terdiri dan:
a.
Kamar kecil/toilet;
b.
Musholla;
c.
Kios/kantin;
d.
Ruang pengobatan;
e.
Ruang informasi dan pengaduan;
f.
Telepon umum;
g.
Tempat penitipan barang; dan
h.
Taman.
2.3.4. Kebutuhan Lahan Parkir
Kebutuhan lahan parkir dapat
dilihat pada data supply dan demand pada lokasi terminal. Survey terhadap supply dan demand daerah
parkir yang tersedia dirangkum dalam bentuk tabel, sedangkan penggunaan ruang
parkir (demand) tergantung dan
karakteristiknya sendiri. Karakteristik utama demand adalah volume kendaraan yang masuk dalam periode tertentu
adalah demand tertinggi.
Demand juga terpengaruh oleh durasi, yaitu waktu rata-rata
tinggal di ruang parkir. Oleh karena itu, kapasitas parkir angkutan umum dalam
interval waktu tertentu (per jam) harus lebih besar daripada kebutuhan ruang
parkir volume angkutan masuk terbesar pada interval waktu tertentu pada kondisi
jam sibuk.
Dalam menghitung kebutuhan
areal parkir dapat digunakan formula
sebagai berikut:
sebagai berikut:
P = N x A
= n/jam x W tx Lx b
Dimana:
Dimana:
P = Kebutuhan area! parkir
(m2)
N = Jumlah kendaraan parkir
N/jam = Volume angkutan umum
masuk perjam
Wt = Waktu tunggu angkutan
umum
A = Luas Kendaraan
L = Panjang kendaraan (m)
B = Lebar kendaraan (m)
Kapasitas areal parkir dapat
dikatakan memadai apabila kebutuhan areal parkir tidak melebihi kapasitas yang
ada.
2.3.5. Klasifikasi Jalan
Klasifikasi jalan menurut
fungsinya sesuai dengan UU no.31 tentang jaringan jalan adalah sebagai berikut:
1.
Jalan arteri, yaitu jalan yang melayani angkutan utama
dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh;
2.
Jalan kolektor, yaitu jalan yang melayani angkutan
pengumpul, dengan circiri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan
jumlah jalan masuk dibatasi; dan
3.
Jalan lokal, yaitu jalan yang melayani angkutan setempat,
dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah
jalan masuk tidak dibatasi.
Selain itu klasifikasi bisa
dibedakan lagi dalam sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan
sekunder:
1.
Sistem jaringan jalan primer diturunkan dari keterkaitan
antar kota dalam suatu wilayah tertentu, dalam hal ini perlu dilihat kedudukan
kota terhadap wilayah yang lebih luas, dan sistem jaringan jalan yang
rnenghubungkan antar kota; dan
2.
Sistem jaringan jalan sekunder dilihat dari kegiatan kota
secara internal. Dalam hal ini perlu dilihat bagaimana sistern aktifltas kota,
skala pelayanan kegiatan serta pusat-pusat kegiatan yang ada.
2.4.
Aspek Pengelolaan
Terminal
Pengelolaan terminal penumpang
yang harus dilakukan adalah meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan pengoperasian terminal, yang masing – masing dapat diuraikan, yaitu
sebagai berikut:
1)
Perencanaan operasional
terminal
Kegiatan perencanaan terminal
meliputi beberapa faktor, antara lain sebagai berikut:
a.
Penataan pelataran terminal menurut rute atau jurusan;
b.
Penataan fasilitas penumpang;
c.
Penataan fasilitas penunjang terminal;
d.
Penataan arus lalu lintas di daerah pengawasan terminal;
e.
Penyajian daftar rute perjalanan dan tarif angkutan;
f.
Penyusunan jadwal perjalanan berdasarkan kartu
pengawasan;
g.
Pengaturan jadwal petugas di terminal; dan
h.
Evaluasi sistem pengoperasian terminal.
2)
Pelaksanaan operasional
terminal
Kegiatan pelaksanaan
pengoperasian terminal penumpang meliputi, yaitu sebagai berikut:
a.
Pengaturan tempat tunggu dan arus kendaraan umum di dalam
terminal;
b.
Pengaturan kedatangan dan pemberangkatan kendaraan
menurut jadwal yang telah ditetapkan;
c.
Pemungutan jasa pelayanan terminal penumpang;
d.
Pemberitahuan tentang pemberangkatan dan kedatangan
kendaraan umum kepada penumpang; dan
e.
Pengaturan arus lalu lintas di daerah pengawasan
terminal.
3)
Pengawasan operasional
terminal
Kegiatan pengawasan
pengoperasian terminal penumpang meliputi, yaitu sebagai berikut:
a.
Pemantauan pelaksanaan tarif;
b.
Pemeriksaan kartu pengawasan dan jadwal perjalanan;
c.
Pemeriksaan kendaraan yang secara jelas tidak memenuhi
kelaikan jalan;
d.
Pemeriksaan batas kapasitas muatan yang diijinkan;
e.
Pemeriksaan pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa
angkutan;
f.
Pencatatan dan pelaporan pelanggaran yang terjadi;
g.
Pemeriksaan kewajiban pengusaha angkutan sesuai dengan
peraturan perundang – undangan yang berlaku;
h.
Pemantauan pemanfaatan terminal serta fasilitas penunjang
sesuai dengan peruntukannya; dan
i.
Pencatatan jumlah kendaraan dan penumpang yang datang dan
berangkat.
bagaimana standar kondisi topografi lokasi terminal? misalakan kemiringan, ketinggian, jenis tanah, dsb?
BalasHapus