Probability/Random Sampling.
Syarat
pertama yang harus dilakukan untuk mengambil sampel secara acak
adalah memperoleh atau membuat kerangka sampel atau dikenal dengan
nama “sampling frame”. Yang dimaksud dengan
kerangka sampling adalah daftar yang berisikan setiap elemen populasi
yang bisa diambil sebagai sampel. Elemen populasi bisa berupa data
tentang orang/binatang, tentang kejadian, tentang tempat, atau juga
tentang benda. Jika populasi penelitian adalah mahasiswa perguruan
tinggi “A”, maka peneliti harus bisa memiliki daftar semua
mahasiswa yang terdaftar di perguruan tinggi “A “ tersebut
selengkap mungkin. Nama, NRP, jenis kelamin, alamat, usia, dan
informasi lain yang berguna bagi penelitiannya.. Dari daftar ini,
peneliti akan bisa secara pasti mengetahui jumlah populasinya (N).
Jika populasinya adalah rumah tangga dalam sebuah kota, maka peneliti
harus mempunyai daftar seluruh rumah tangga kota tersebut. Jika
populasinya adalah wilayah Jawa Barat, maka penelti harus mepunyai
peta wilayah Jawa Barat secara lengkap. Kabupaten, Kecamatan, Desa,
Kampung. Lalu setiap tempat tersebut diberi kode (angka atau simbol)
yang berbeda satu sama lainnya.
Di
samping sampling frame, peneliti juga harus mempunyai alat
yang bisa dijadikan penentu sampel. Dari sekian elemen populasi,
elemen mana saja yang bisa dipilih menjadi sampel?. Alat yang umumnya
digunakan adalah Tabel Angka Random, kalkulator, atau undian.
Pemilihan sampel secara acak bisa dilakukan melalui sistem undian
jika elemen populasinya tidak begitu banyak. Tetapi jika sudah
ratusan, cara undian bisa mengganggu konsep “acak” atau “random”
itu sendiri.
- Simple Random Sampling atau Sampel Acak Sederhana
Cara
atau teknik ini dapat dilakukan jika analisis penelitiannya cenderung
deskriptif dan bersifat umum. Perbedaan karakter yang mungkin ada
pada setiap unsur atau elemen populasi tidak merupakan hal yang
penting bagi rencana analisisnya. Misalnya, dalam populasi ada wanita
dan pria, atau ada yang kaya dan yang miskin, ada manajer dan bukan
manajer, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Selama perbedaan gender,
status kemakmuran, dan kedudukan dalam organisasi, serta
perbedaan-perbedaan lain tersebut bukan merupakan sesuatu hal yang
penting dan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil
penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel secara acak
sederhana. Dengan demikian setiap unsur populasi harus mempunyai
kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Prosedurnya :
- Susun “sampling frame”
- Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil
- Tentukan alat pemilihan sampel
- Pilih sampel sampai dengan jumlah terpenuhi
- Stratified Random Sampling atau Sampel Acak Distratifikasikan
Karena
unsur populasi berkarakteristik heterogen, dan heterogenitas tersebut
mempunyai arti yang signifikan pada pencapaian tujuan penelitian,
maka peneliti dapat mengambil sampel dengan cara ini. Misalnya,
seorang peneliti ingin mengetahui sikap manajer terhadap satu
kebijakan perusahaan. Dia menduga bahwa manajer tingkat atas
cenderung positif sikapnya terhadap kebijakan perusahaan tadi. Agar
dapat menguji dugaannya tersebut maka sampelnya harus terdiri atas
paling tidak para manajer tingkat atas, menengah, dan bawah. Dengan
teknik pemilihan sampel secara random distratifikasikan, maka dia
akan memperoleh manajer di ketiga tingkatan tersebut, yaitu stratum
manajer atas, manajer menengah dan manajer bawah. Dari setiap stratum
tersebut dipilih sampel secara acak. Prosedurnya :
- Siapkan “sampling frame”
- Bagi sampling frame tersebut berdasarkan strata yang dikehendaki
- Tentukan jumlah sampel dalam setiap stratum
- Pilih sampel dari setiap stratum secara acak.
Pada
saat menentukan jumlah sampel dalam setiap stratum, peneliti dapat
menentukan secara (a) proposional, (b) tidak proposional. Yang
dimaksud dengan proposional adalah jumlah sampel dalam setiap stratum
sebanding dengan jumlah unsur populasi dalam stratum tersebut.
Misalnya, untuk stratum manajer tingkat atas (I) terdapat 15 manajer,
tingkat menengah ada 45 manajer (II), dan manajer tingkat bawah (III)
ada 100 manajer. Artinya jumlah seluruh manajer adalah 160. Kalau
jumlah sampel yang akan diambil seluruhnya 100 manajer, maka untuk
stratum I diambil (15:160)x100 = 9 manajer, stratum II = 28 manajer,
dan stratum 3 = 63 manajer.
Jumlah
dalam setiap stratum tidak proposional. Hal ini terjadi jika jumlah
unsur atau elemen di salah satu atau beberapa stratum sangat sedikit.
Misalnya saja, kalau dalam stratum manajer kelas atas (I) hanya ada 4
manajer, maka peneliti bisa mengambil semua manajer dalam stratum
tersebut , dan untuk manajer tingkat menengah (II) ditambah 5,
sedangkan manajer tingat bawah (III), tetap 63 orang.
- Cluster Sampling atau Sampel Gugus
Teknik
ini biasa juga diterjemahkan dengan cara pengambilan sampel
berdasarkan gugus. Berbeda dengan teknik pengambilan sampel acak yang
distratifikasikan, di mana setiap unsur dalam satu stratum memiliki
karakteristik yang homogen (stratum A : laki-laki semua, stratum B :
perempuan semua), maka dalam sampel gugus, setiap gugus boleh
mengandung unsur yang karakteristiknya berbeda-beda atau heterogen.
Misalnya, dalam satu organisasi terdapat 100 departemen. Dalam setiap
departemen terdapat banyak pegawai dengan karakteristik berbeda pula.
Beda jenis kelaminnya, beda tingkat pendidikannya, beda tingkat
pendapatnya, beda tingat manajerialnnya, dan perbedaan-perbedaan
lainnya. Jika peneliti bermaksud mengetahui tingkat penerimaan para
pegawai terhadap suatu strategi yang segera diterapkan perusahaan,
maka peneliti dapat menggunakan cluster sampling untuk mencegah
terpilihnya sampel hanya dari satu atau dua departemen saja. Prosedur
:
- Susun sampling frame berdasarkan gugus – Dalam kasus di atas, elemennya ada 100 departemen.
- Tentukan berapa gugus yang akan diambil sebagai sampel
- Pilih gugus sebagai sampel dengan cara acak
- Teliti setiap pegawai yang ada dalam gugus sample
- Systematic Sampling atau Sampel Sistematis
Jika
peneliti dihadapkan pada ukuran populasi yang banyak dan tidak
memiliki alat pengambil data secara random, cara pengambilan sampel
sistematis dapat digunakan. Cara ini menuntut kepada peneliti untuk
memilih unsur populasi secara sistematis, yaitu unsur populasi yang
bisa dijadikan sampel adalah yang “keberapa”. Misalnya, setiap
unsur populasi yang keenam, yang bisa dijadikan sampel. Soal
“keberapa”-nya satu unsur populasi bisa dijadikan sampel
tergantung pada ukuran populasi dan ukuran sampel. Misalnya, dalam
satu populasi terdapat 5000 rumah. Sampel yang akan diambil adalah
250 rumah dengan demikian interval di antara sampel kesatu, kedua,
dan seterusnya adalah 25. Prosedurnya :
- Susun sampling frame
- Tetapkan jumlah sampel yang ingin diambil
- Tentukan K (kelas interval)
- Tentukan angka atau nomor awal di antara kelas interval tersebut secara acak atau random – biasanya melalui cara undian saja.
- Mulailah mengambil sampel dimulai dari angka atau nomor awal yang terpilih.
- Pilihlah sebagai sampel angka atau nomor interval berikutnya
- Area Sampling atau Sampel Wilayah
Teknik
ini dipakai ketika peneliti dihadapkan pada situasi bahwa populasi
penelitiannya tersebar di berbagai wilayah. Misalnya, seorang
marketing manajer sebuah stasiun TV ingin mengetahui tingkat
penerimaan masyarakat Jawa Barat atas sebuah mata tayangan, teknik
pengambilan sampel dengan area sampling sangat tepat. Prosedurnya :
- Susun sampling frame yang menggambarkan peta wilayah (Jawa Barat) – Kabupaten, Kotamadya, Kecamatan, Desa.
- Tentukan wilayah yang akan dijadikan sampel (Kabupaten ?, Kotamadya?, Kecamatan?, Desa?)
- Tentukan berapa wilayah yang akan dijadikan sampel penelitiannya.
- Pilih beberapa wilayah untuk dijadikan sampel dengan cara acak atau random.
- Kalau ternyata masih terlampau banyak responden yang harus diambil datanya, bagi lagi wilayah yang terpilih ke dalam sub wilayah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar