TEKNIK SAMPLING
Hasan
Mustafa /2000
Sampel
adalah sebagian dari populasi. Artinya tidak akan ada sampel jika
tidak ada populasi. Populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur
yang akan kita teliti. Penelitian yang dilakukan atas seluruh elemen
dinamakan sensus. Idealnya, agar hasil penelitiannya lebih bisa
dipercaya, seorang peneliti harus melakukan sensus. Namun karena
sesuatu hal peneliti bisa tidak meneliti keseluruhan elemen tadi,
maka yang bisa dilakukannya adalah meneliti sebagian dari keseluruhan
elemen atau unsur tadi.
Berbagai
alasan yang masuk akal mengapa peneliti tidak melakukan sensus antara
lain adalah,(a) populasi demikian banyaknya sehingga dalam prakteknya
tidak mungkin seluruh elemen diteliti; (b) keterbatasan waktu
penelitian, biaya, dan sumber daya manusia, membuat peneliti harus
telah puas jika meneliti sebagian dari elemen penelitian; (c) bahkan
kadang, penelitian yang dilakukan terhadap sampel bisa lebih reliabel
daripada terhadap populasi – misalnya, karena elemen sedemikian
banyaknya maka akan memunculkan kelelahan fisik dan mental para
pencacahnya sehingga banyak terjadi kekeliruan. (Uma Sekaran, 1992);
(d) demikian pula jika elemen populasi homogen, penelitian terhadap
seluruh elemen dalam populasi menjadi tidak masuk akal, misalnya
untuk meneliti kualitas jeruk dari satu pohon jeruk
Agar
hasil penelitian yang dilakukan terhadap sampel masih tetap bisa
dipercaya dalam artian masih bisa mewakili karakteristik populasi,
maka cara penarikan sampelnya harus dilakukan secara seksama. Cara
pemilihan sampel dikenal dengan nama teknik sampling atau
teknik pengambilan sampel .
Populasi
atau universe adalah sekelompok orang, kejadian, atau benda, yang
dijadikan obyek penelitian. Jika yang ingin diteliti adalah sikap
konsumen terhadap satu produk tertentu, maka populasinya adalah
seluruh konsumen produk tersebut. Jika yang diteliti adalah laporan
keuangan perusahaan “X”, maka populasinya adalah keseluruhan
laporan keuangan perusahaan “X” tersebut, Jika yang diteliti
adalah motivasi pegawai di departemen “A” maka populasinya adalah
seluruh pegawai di departemen “A”. Jika yang diteliti adalah
efektivitas gugus kendali mutu (GKM) organisasi “Y”, maka
populasinya adalah seluruh GKM organisasi “Y”
Elemen/unsur
adalah setiap satuan populasi. Kalau dalam populasi terdapat 30
laporan keuangan, maka setiap laporan keuangan tersebut adalah unsur
atau elemen penelitian. Artinya dalam populasi tersebut terdapat 30
elemen penelitian. Jika populasinya adalah pabrik sepatu, dan jumlah
pabrik sepatu 500, maka dalam populasi tersebut terdapat 500 elemen
penelitian.
Syarat sampel yang baik
Secara
umum, sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak mungkin
karakteristik populasi. Dalam bahasa pengukuran, artinya sampel harus
valid, yaitu bisa mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Kalau yang
ingin diukur adalah masyarakat Sunda sedangkan yang dijadikan sampel
adalah hanya orang Banten saja, maka sampel tersebut tidak valid,
karena tidak mengukur sesuatu yang seharusnya diukur (orang Sunda).
Sampel yang valid ditentukan oleh dua pertimbangan.
Pertama
: Akurasi atau ketepatan , yaitu tingkat ketidakadaan “bias”
(kekeliruan) dalam sample. Dengan kata lain makin sedikit tingkat
kekeliruan yang ada dalam sampel, makin akurat sampel tersebut. Tolok
ukur adanya “bias” atau kekeliruan adalah populasi.
Cooper
dan Emory (1995) menyebutkan bahwa “there is no systematic
variance” yang maksudnya adalah tidak ada keragaman
pengukuran yang disebabkan karena pengaruh yang diketahui atau tidak
diketahui, yang menyebabkan skor cenderung mengarah pada satu titik
tertentu. Sebagai contoh, jika ingin mengetahui rata-rata luas tanah
suatu perumahan, lalu yang dijadikan sampel adalah rumah yang
terletak di setiap sudut jalan, maka hasil atau skor yang diperoleh
akan bias. Kekeliruan semacam ini bisa terjadi pada sampel yang
diambil secara sistematis
Contoh
systematic variance yang banyak ditulis dalam buku-buku metode
penelitian adalah jajak-pendapat (polling) yang dilakukan oleh
Literary Digest (sebuah majalah yang terbit di Amerika tahun
1920-an) pada tahun 1936. (Copper & Emory, 1995, Nan lin, 1976).
Mulai tahun 1920, 1924, 1928, dan tahun 1932 majalah ini berhasil
memprediksi siapa yang akan jadi presiden dari calon-calon presiden
yang ada. Sampel diambil berdasarkan petunjuk dalam buku telepon dan
dari daftar pemilik mobil. Namun pada tahun 1936 prediksinya salah.
Berdasarkan jajak pendapat, di antara dua calon presiden (Alfred M.
Landon dan Franklin D. Roosevelt), yang akan menang adalah Landon,
namun meleset karena ternyata Roosevelt yang terpilih menjadi
presiden Amerika.
Setelah
diperiksa secara seksama, ternyata Literary Digest membuat
kesalahan dalam menentukan sampel penelitiannya . Karena semua sampel
yang diambil adalah mereka yang memiliki telepon dan mobil, akibatnya
pemilih yang sebagian besar tidak memiliki telepon dan mobil (kelas
rendah) tidak terwakili, padahal Rosevelt lebih banyak dipilih oleh
masyarakat kelas rendah tersebut. Dari kejadian tersebut ada dua
pelajaran yang diperoleh : (1), keakuratan prediktibilitas dari suatu
sampel tidak selalu bisa dijamin dengan banyaknya jumlah sampel; (2)
agar sampel dapat memprediksi dengan baik populasi, sampel harus
mempunyai selengkap mungkin karakteristik populasi (Nan Lin, 1976).
Kedua
: Presisi. Kriteria kedua sampel yang baik adalah memiliki
tingkat presisi estimasi. Presisi mengacu pada persoalan sedekat
mana estimasi kita dengan karakteristik populasi. Contoh : Dari
300 pegawai produksi, diambil sampel 50 orang. Setelah diukur
ternyata rata-rata perhari, setiap orang menghasilkan 50 potong
produk “X”. Namun berdasarkan laporan harian, pegawai bisa
menghasilkan produk “X” per harinya rata-rata 58 unit. Artinya di
antara laporan harian yang dihitung berdasarkan populasi dengan hasil
penelitian yang dihasilkan dari sampel, terdapat perbedaan 8 unit.
Makin kecil tingkat perbedaan di antara rata-rata populasi dengan
rata-rata sampel, maka makin tinggi tingkat presisi sampel tersebut.
Belum
pernah ada sampel yang bisa mewakili karakteristik populasi
sepenuhnya. Oleh karena itu dalam setiap penarikan sampel senantiasa
melekat keasalahan-kesalahan, yang dikenal dengan nama “sampling
error” Presisi diukur oleh simpangan baku (standard error).
Makin kecil perbedaan di antara simpangan baku yang diperoleh dari
sampel (S) dengan simpangan baku dari populasi (, makin tinggi
pula tingkat presisinya. Walau tidak selamanya, tingkat presisi
mungkin bisa meningkat dengan cara menambahkan jumlah sampel, karena
kesalahan mungkin bisa berkurang kalau jumlah sampelnya ditambah (
Kerlinger, 1973 ). Dengan contoh di atas tadi, mungkin saja perbedaan
rata-rata di antara populasi dengan sampel bisa lebih sedikit, jika
sampel yang ditariknya ditambah. Katakanlah dari 50 menjadi 75.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar