Rabu, 26 Juni 2013

Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui potensi ekonomi kerakyatan

1. Analisis Location Quotient
    
           Pengertian
Metode LQ adalah metode yang membandingkan porsi lapangan kerja/jumlah produksi/nilai tambah untuk sektor tertentu di suatu wilayah dibandingkan dengan porsi lapangan kerja/jumlah produksi/nilai tambah untuk sektor yang sama secara nasional. Tujuan metode LQ ini untuk mengidentifikasi sektor unggulan(basis) dalam suatu wilayah

Teknik analisis location quotient (LQ) merupakan cara permulaan untuk mengetahui kemampuan suatu daerah dalam sektor kegiatan tertentu. Cara ini tidak atau belum memberi kesimpulan akhir. Kesimpulan yang diperoleh baru merupakan kesimpulan sementara yang masih harus dikaji dan ditilik kembali melalui teknik analisis lain yang dapat menjawab apakah kesimpulan sementara di atas terbukti kebenarannya.

Walaupun teknik ini tidak memberikan kesimpulan akhir, namun dalam tahap pertama sudah cukup memberi gambaran akan kemampuan daerah yang bersangkutan dalam sektor yang diamati.
Pada dasarnya teknik ini menyajikan perbandingan relatif antara kemampuan suatu sektor di daerah yang diselidiki dengan kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas.
Satuan yang digunakan sebagai ukuran untuk menghasilkan koefisien dapat menggunakan satuan jumlah buruh atau hasil produksi atau satuan lainnya yang dapat digunakan sebagai kriteria. Perbandingan relatif ini dinyatakan secara matematika sebagai berikut:

           LQ =
Dimana:
Si = jumlah buruh industri i didaerah yang diselidiki
S = jumlah buruh seluruhnya di daerah yang diselidiki
Ni = jumlah buruh industri i di seluruh negara, atau daerah yang lebih luas dimana daerah yang diselidiki menjadi bagiannya
N = jumlah seluruh buruh di seluruh negara, atau daerah yang lebih luas dimana daerah yang diselidiki menjadi bagiannya.

Penafsiran
Dunia dapat dilihat sebagai kumpulan daerah. Setiap daerah (tunggal) mempunyai sistem pengolahan sumber daya alam, tenaga kerja, produksi, yang merupakan kegiatan memperkembangkan industri dan kegiatan lainnya di dalam daerah tersebut. Setiap daerah berusaha mencukupi kebutuhannya dan mengembangkan daerahnya secara maksimum. Adanya kekurangan dan kelebihan menyebabkan kegiatan impor-ekspor antar daerah. Barang dan jasa yang diimpor oleh suatu daerah adalah ekspor dari daerah lain, yang menurut teori merupakan kelebihan dari daerah disebut terakhir. Struktur perumusan LQ memberikan beberapa nilai sebagai berikut:

LQ > 1, atau LQ = 1, atau LQ = 1.

Analisis dengan LQ ini merupakan alat sederhana untuk mengetahui apakah suatu daerah (atau sub-sub) sudah “seimbang” atau belum dalam kegiatan tertentu (misalnya industri), yang dapat dilihat dari besarnya angka LQ. Bila kenyataannya proporsi tenaga kerja tiap kategori itu lebih besar daripada koefisien LQ, maka kelebihannya dianggap sebagai sektor “ekspor”. Dengan kata lain angka LQ memberikan indikasi sebagai berikut:
  1. Jika nilai LQ1, maka sektor yang bersangkutan kurang terspesialisasi dibanding sektor yang sama di tingkat daerah tertentu, sehingga bukan merupakan sektor unggulan.
  2. Jika nilai LQ=1, sektor yang bersangkutan memiliki tingkat spesialisasi yang sama dengan sektor sejenis di tingkat daerah tertentu, sehingga hanya cukup untuk melayani kebutuhan daerah sendiri.
  3. Jika nilai LQ1, sektor yang bersangkutan lebih terspesialisasi dibanding sektor yang sama di tingkat daerah tertentu, sehingga merupakan sektor unggulan
Untuk penggunaan di Indonesia, hendaknya diperhatikan hal berikut:
    • Tingkatan buruh di Indonesia tidak sama
    • Kecenderungan membelanjakan pendapatan rata-rata di Indonesia tidak sama
    • Kecenderungan dan laju perkembangan tiap daerah di Indonesia tidak sama
    • Cara perhitungan dan sistem penyektoran masih belum jelas, masih belum seragam, masih dalam perkembangan
    • Pendapatan per kapita masih sangat rendah, hingga dapat dikatakan habis untuk kepentingan konsumsi.
Besaran lain yang dapat dipakai sebagai ukuran dasar ialah pendapatan, nilai tambah, jumlah penduduk, luas tanah. Penggunaan besaran sebagai ukuran mempunyai nilai penafsiran yang berbeda-beda, yaitu (Isard, 1969):
  1. Pendapatan merupakan besaran yang digunakan bila kita ingin mengetahui hubungan lokasi industri dengan pasaran umum produksi
  2. Nilai tambah, digunakan bila kita tertarik pada satuan industri daerah berbanding dengan daya produksi buruh secara keseluruhan
  3. Penduduk, digunakan bila yang dipersoalkan adalah keadaan dan kriteria kesejahteraan dan keseimbangan pembagian pembagian per kapita
  4. Area/ kawasan (luas tanah), digunakan bila yang menjadi perhatian adalah persolan kemampuan perubahan guna tanah
  5. Tenaga kerja pada industri sekunder, digunakan bila kita ingin menguji hipotesis orientasi suatu industri, atau mengetahui ada tidaknya faktor dalam suatu daerah yang diselidiki yang memperkuat atau memperlemah satuan industri, mengetahui lebih jauh daripada sekedar analisis orientasi, atau mengadakan studi kaitan geograsi yang ada dengan industri sekunder.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan teknik LQ untuk menyatakan kemampuan daerah ialah:
  1. Selera dan pola pembelanjaan rumah tangga dari tipe dan pendapatan yang sama, berbeda antara satu daerah dengan daerah lain
  2. Tingkat pendapatan rumah tangga tidak sama di setiap daerah
  3. Praktek produksi (termasuk produktivitas buruh) di setiap daerah berbeda-beda
  4. Mungkin yang terpenting, gabungan industri sangat bermacam ragam di setiap daerah.

2.  Analisis Growth Share

Adapun metode growth untuk melihat tingkat pertumbuhan produktivitas dari tahun ke tahun.
Growth = [Tn – (Tn-1)/Tn-1] X 100 %
Dengan :
Tn : jumlah produksi tahun ke-n
Tn-1 : jumlah produksi tahun ke-(n-1)

Hasil rata-rata diatas kemudian dijumlah ke bawah sesuai dengan jumlah data dan hasilnya dijadikan standar bagi rata-rata produksi lain. Tanda positif (+) dinyatakan bahwa produksi tersebut berpotensi dan tanda (-) dianggap bahwa produksi tersebut kurang berpotensi.
Share/pangsa membantu mengkarakteristikkan struktur ekonomi berbagai wilayah, dengan rumus :
Share = [NP1/NP2] X 100%
Dengan :
NP1 : Nilai produksi komoditi a di suatu kawasan
NP2 : Nilai produksi komoditi a di seluruh wilayah perencanaan

Share > 1 diberi tanda 3 dan bila share = 1 maka diberi nilai 2 dan bila share < 1 diberi nilai 1. Kontribusi yang diberikan itu besar atau tidak adalah dengan melihat ketentuan berikut : bila share yang diberi nilai 2 dan 3 maka diberi tanda (+) dan dinyatakan kontribusi yang diberikan besar dan bila share diberi nilai 1 maka diberi tanda (-) dan dinyatakan kontribusi yang diberikan kecil (rendah). Nilai 2 dinyatakan memiliki kontribusi yang besar dengan asumsi bahwa perkembangan berikutnya akan mengalami peningkatan atau dalam kurun waktu 3 tahun kontribusi yang diberikan tetap atau dalam artian tidak mengalami peningkatan dan penurunan.
Hasil growth share dapat didiagramkan sebagai berikut (Suwarjoko Warpani, 1980 : 78).

Gambar 2.1 menunjukkan bahwa: jika komoditi sektor memiliki pertumbuhan yang cukup tinggi (+) dan kontribusi yang diberikan cukup besar (+) maka disebut sektor unggulan dan sektor ini dijadikan base sektor suatu wilayah. Jika suatu sektor memiliki growth (-) dan share (+) maka disebut komoditi potensial, dimana komoditi tersebut nantinya mampu dijadikan base produk dalam waktu yang panjang. Jika komoditi sektor di suatu wilayah memiliki growth (+) dan share (-) maka disebut komoditi dominan yang nantinya mampu menjadi base produk dengan adanya perlakuan-perlakuan khusus, dan jika sektor tersebut memiliki growth (-) dan share(-) maka produk ini disebut komoditi statis dimana nantinya dapat dijadikan sebagai komoditi dominan dengan perlakuan khsusus, dan upaya diversifikasi komoditas.


3. Analisis Linkage System

Analisis linkage system merupakan analisis yang mempelajari adanya hubungan/keterkaitan antara forward linkage dan backward linkage ekonomi kerakyatan. Keterkaitan tersebut meliputi :
  1. Keterkaitan ke belakang (backward linkage), yaitu keterkaitan ekonomi kerakyatan dengan penyedia input produksi (keterkaitan penyerapan tenaga kerja dan keterkaitan dengan penyediaan bahan baku dan peralatan produksi) beserta sektor pendukung ekonomi kerakyatan.
  2. Keterkaitan ke depan (forward linkage), yaitu keterkaitan masyarakat dengan pengguna output produksi (keterkaitan pemasaran produk ekonomi kerakyatan) beserta wilayah tujuan pemasaran
4. Analisis SWOT dan Telaah IFAS – EFAS
 
Analisis SWOT digunakan dalam menginterpretasikan wilayah perencanaan, khususnya pada kondisi yang sangat kompleks, faktor eksternal dan internal memegang peran yang sama pentingnya. Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui inventarisasi faktor potensi (strenght), masalah (weakness), peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dari pengembangan ekonomi kerakyatan yang akan dilakukan atau untuk mengetahui arah pengembangan ekonomi kerakyatan (Wicaksono et al., 2001). SWOT secara harfiah merupakan akronim yang terdiri dari konsep/kata:
  • S (strenght/kekuatan) : suatu kondisi atau keadaan yang dimiliki dan dianggap merupakan hal yang sudah baik
  • W (weakness/kelemahan) : suatu keadaan atau kondisi yang dianggap memiliki kelemahan atau masalah
  • O (opportunity/kesempatan/peluang) : suatu keadaan atau kondisi yang ada atau yang akan terjadi di dalam dan di sekitar daerah yang dianggap berpeluang untuk digunakan dalam pengembangan potensi
  • T (threat/ancaman/hambatan) : suatu keadaan atau kondisi yang ada atau yang akan terjadi di dalam atau di sekitar daerah yang dianggap dapat menghambat atau mengancam pengembangan potensi.
Kekuatan dan kelemahan merupakan faktor intern, sedangkan kesempatan dan ancaman merupakan faktor ekstern.
SWOT digunakan untuk dapat menetapkan tujuan secara lebih realistis dan efektif, serta merumuskan strategi dengan efektif pula. Dalam memanfaatkan SWOT, juga terdapat alternatif penggunaan yang didasarkan dari kombinasi masing-masing faktor:
  • SO : memanfaatkan kekuatan (S) secara maksimal untuk meraih peluang (O);
  • ST : memanfaatkan kekuatan (S) secara maksimal untuk mengantisipasi atau menghadapi ancaman (T) dan berusaha menjadikan ancaman sebagai peluang;
  • WO : meminimalkan kelemahan (W) untuk meraih peluang (O);
  • WT : meminimalkan kelemahan (W) untuk menghindari secara baik dari ancaman (T)
Keempat faktor pada SWOT masing-masing dianalisis berdasarkan komponen dari tiap faktor untuk selanjutnya diberikan penilaian untuk mengetahui posisi obyek penelitian pada kuadran SWOT. Adapun sistem penilaian yang dilakukan adalah memberikan penilaian dalam bentuk matriks kepada dua kelompok besar yaitu faktor internal (IFAS/Internal Strategic Analysis Summary) yang terdiri dari kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) serta faktor eksternal (EFAS/Eksternal Strategic Analysis Summary) yang terdiri dari peluang (opportunity) dan ancaman (threat).

Keterangan:
Kuadran 1 : Situasi yang sangat menguntungkan. Kegiatan ekonomi kerakyatan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang dan kekuatan yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth Oriented Strategy).
Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, kegiatan ekonomi kerakyatan ini masih memiliki kekuatan dan segi internal. Strategi yang harus ditetapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar).
Kuadran 3 : Kegiatan ekonomi kerakyatan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak kegiatan ekonomi kerakyatan menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi yang digunakan adalah meminimalkan masalah-masalah internal ekonomi kerakyatan sehingga dapat merebut peluang pasar yang baik.
Kuadran 4 : Situasi yang sangat tidak menguntungkan. Kegiatan ekonomi kerakyatan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.

  • Matrik faktor strategi eksternal
Cara-cara penentuan Faktor Strategi Eksternal (EFAS) adalah:
  1. Kolom 1 disusun peluang dan ancaman;
  2. Masing-masing faktor dalam kolom 2 diberi bobot ;
  3. Rating dihitung untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 3 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi ekonomi kerakyatan yang bersangkutan;
  4. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating 3 tetapi jika peluangnya kecil, diberi rating 1)
  5. Bobot dikalikan dengan rating untuk memperoleh faktor pembobotan. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi;
  6. Skor pembobotan dijumlahkan untuk memperoleh total skor bagi ekonomi kerakyatan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana ekonomi kerakyatan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis eksternalnya.

  • Matrik faktor strategi internal
  1. Kolom 1 disusun faktor-faktor kekuatan dan kelemahan ekonomi kerakyatan;
  2. Masing-masing faktor dalam kolom 2 diberi bobot;
  3. Rating dihitung untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 3 outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi ekonomi kerakyatan yang bersangkutan;
  4. Skor pembobotan dijumlahkan untuk memperoleh total skor pembobotan bagi ekonomi kerakyatan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana ekonomi kerakyatan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internalnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar