Senin, 10 Juni 2013

PERILAKU MORAL SEBAGAI PERILAKU YANG DIGARISKAN ATURAN: SUATU PENDEKATAN BERDASARKAN TEORI-TEORI PERANAN PSIKOSOSIAL TERHADAP PERILAKU MORAL DAN PERKEMBANGAN MORAL

PERILAKU MORAL SEBAGAI PERILAKU YANG DIGARISKAN ATURAN: SUATU PENDEKATAN BERDASARKAN TEORI-TEORI PERANAN PSIKOSOSIAL TERHADAP PERILAKU MORAL DAN PERKEMBANGAN MORAL

  1. RANGKUMAN
Perilaku Moral Sebagai Perilaku yang Digariskan Aturan
Bab ini membahas suatu pendekatan terhadap perilaku moral dan perkembangan moral, yang dijabarkan dari perpektif yang digariskan oleh aturan. Dengan tujuan untuk memperoleh suatu kerangka yang konseptual, untuk menjelaskan pengaruh situasi maupun pengaruh pribadi terhadap pilihan moral serta keputusan moral. Masalah pertama persoalan mengenai pengaruh relatif dari variabel pribadi dan situasi terhadap tindakan moral dan keputusan moral. Bab ini akan membuktikan bahwa sebagian besar model yang dapat digunakan secara empiris itu justru model – model yang mengungkapkan suatu pandangan yang secara teoritis cukup bermakna, tentang adanya pengaruh, baik dari variabel pribadi maupun dari variabel situasi. Masalah yang kedua menyangkut tentang etik yang unversal dan etik yang relatif serta implikasi metaetik dari kerangka konseptual, yang mengandung metafora tentang “ perilaku insani sebagai perilaku yang digariskan aturan ”. Mengenai masalah tersebut, bab ini akan mengajukan anggapan bahwa perilaku metaetis dari suatu perspektif yang digariskan aturan itu sesuai dengan berbagai perkembangan pasca-Wittgenstein dan perkembangan eksistensial dalam filsafat, yang berpendapat bahwa kesulitan dalam menentukan pilihan moral dan keputusan moral.

Teori Peranan Psikososial
Peranan psikososial itu secara teoritis bersifat heuristik yang mengusahakan untuk mengintegrasikan ketiga perspektif tentang tindakan insan itu. Yang dijadikan unit dasar dalam analisis itu adalah aturan, peranan dan sistem. Ditinjau dari perspektif ini, dilema moral dilihat sebagaikonflik antara berbagai aturan dan peranan dalam sistem, sedang pertimbangan moral dianggap sebagai keputusan yang menyangkut prioritas secara relatif dari aturan –aturan moral. Sedang perilaku moral dikonseptualisasikan sebagai perilaku yang sesuai dengan aturan – aturan tersebut.
Ada 4 asumsi mengenai tindakan insani, yang mendasari pendekatan yang diajukan ini, yaitu :
  1. Digariskan oleh aturan, bahwa tindakan tersebut selaras dengan aturan, baik eksplisit maupun implisit, serta dengan konvensi – konvensi tertentu yang dapat diterapkan dalam berbagai situasi tindakan.
  2. Bertujuan atau intensional, artinya tindakan tersebut berlangsung dalam situasi tindakan yang ditentukan oleh maksud, tujuan atau hasil.
  3. Antromorfik, yang berarti bahwa manusia itu merupakan makhluk yang dapat mengarahkan diri, yang dalam rangka meraih maksud dan tujuannya itu, mampu merealisasikan macam – macam aturan, rencana atau strategi.
  4. Sosial, artinya dalam situasi yang bersangkutan, perilaku tertentu berlangsung dalam kontekls, jalinan ( network ), sistem atau aturan yang lebih luas yang melahirkan suatu konteks stuktural atau keorganisasian bagi tindakan – tindakan yang digariskan aturan.
Perspektif yang bersifat kontekstual dan organis berkenaan dengan perkembangan insani melihat perkembangan moral sebagai suatu hasil dari interaksi antara pelaksana aturan, pengikut atau pembuatnya secara individual dengan kerangka jalinan aturan yang bersangkutan yang mewujudkan esensi moralitas itu ( piaget, 1932/1965 ) dan perspektif ini berfokus pada sikap, perasaan , kognisi dari individu ini terhadap perangkat aturan yang bersangkutan.

Hakikat Moralitas
Sistem sosial sangat berbeda dengan sistem biologis dan mekanis karena tidak memiliki struktur fisik. Konsekuensinya sistem sosial selalu tergantung dari kognitif sikap, kepercayaan dan harapan dari individu yang termasuk sistem. Maka akan terkonseptualisasikan dua unit dari sistem sosial yaitu aturan dan peranan. Aturan terdiri atas suatu perangkat hak dan kewajiban, maupun perangkat aturan khusus perilaku. Aturan dan peranan yang dirumuskan secara timbal balik berfungsi untuk melestarikan tatanan kesalingtergantungan perilaku yang diperlukan untuk meraih tujuan sisitem yang bersangkutan. Struktur permukaan sistem moral dihasilkan oleh pengalaman dan pengamatan secara langsung yang dirumuskan oleh beberapa tahapan, yaitu Tahapan 1, aturan moralitas yang mengharuskan atau melarang perbuatan. Tahapan 2, hak secara moral yang bersifat timbal balik. Tahapan 3, prinsip-prinsip moral yang mendasari moral dan hak. Teori etik yang diajukan oleh Frankena menemukan sekurang-kurangnya dua prinsip dasar moralitas, yaitu prinsip kebijakan atau manfaat dan prinsip keadilan.
Prespektif sistem struktural yang digunakan menambahkan prinsip pragmatis (atau instrumental) terhadap posisi etis yang mendasar. Prinsip pragmatis menyatakan bahwa suatu perbuatan atau tindakan itu baik apabila lebih berguna dibanding dengan tindakan lain. Berbagai cara yang dapat dilakukan untuk memenuhi fungsi-fungsi dalam pendekatan tersebut agar berhasil yaitu : mengatur perilaku antar pribadi mereka yang terlibat dalam sistem yang bersangkutan. Hakikat moralitas memberikan tekanan pada kekayaan moralitas sebagai suatu sistem struktur.
Pada tahap kognitif ada beberapa skema yang bersifat sangat umum, seperti keadilan, manfaat dan instrumentalisme yang bertindak lebih dari sekedar kriteria dalam pengambilan keputusan. Prinsip-prinsip umum melayani dua buah fungsi kognitif yang mendasar yaitu pertama, menyiapkan dimensi-dimensi yang memberiakan struktur dan menata persediaan aturan moral yang dimiliki oleh seseorang. Kedua, menyiapkan semacam mekanisme untuk menyelesaikan pertentangan dalam perbendaharaan aturan orang tersebut.

Perkembangan Moralitas
Ditinjau dari prespektif dari peranan psikososial, perkembangan pernalaran moral mencakup perubahan yang berkaitan dengan perkembangan pula dalam pemikiran anak mengenai aturan-aturan moral. Perubahan-perubahan ini berlangsung melalui tiga dimensi ukuran dan struktur persediaan aturan moral yang dimiliki anak itu. Dilihat dari struktur ukuran, perubahan yang berkaitan dengan perkembangan itu berlangsung dengan cara yang linier melalui dimensi dari sedikit dan sederhana kearah banyak dan kompleks. Dilihat dari sudut kesadaran akan aturan, perkembangan itu berlangsung melalui dimensi hateronom kearah otonomi dan mencakup tiga harapan yaitu harapan individualistik, harapan heteronomi, harapan otonomi.
Perkembangan moral mencakup perubahan-perubahan struktual dalam perbendaharaan aturan moral milik si anak itu, yang sejalan dengan ketiga tahapan perubahan yang terjadi dalam menyadari aturan-aturan itu. Pola pikir anak mengenai aturan moral ialah kepentingan diri sendiri pada saat ekosentarisme memberikan jalannya bagi orientasi yang lebih bersifat sosiosentris. Pada tahapan ini anak secara khusus dapat memandang konsekuensi objektif lebih penting dari pandangan pribadinya secara subyektif dan pula dia memandang otoritas lebih penting daripada kesamaan atau keadilan. Menginjak tahapan ketiga anak itu sepenuhnya lebih berorientasi kepada sosiosentris.

Pengambilan Keputusan Moral
Ada berbagai tipe keputusan moral. Ditinjau dari pespektif teori peranan psikososial, situasi yang mengandung suatu pertimbangan moral menuntut suatu keputusan yang sifatnya dapat berupa :
  1. Perlakuan (behavioral) dalam sebuah pilihan sebagai suatu tindakan yang spesifik dinyatakan secara kualitatif.
  2. Distributif (penyebaran) keputusan ini dinyatakan secara kuantitatif.
Keputusan perilaku (behavior) dan distributif (penyebaran) itu berbeda dalam tipe kriteria yang digunakan dalam proses pengambilan keputusannya. Pengambilan keputusan yang berupa perilaku bersifat teologis. Sedangkan pengambilan keputusan ditributif bersifat deontologis.
Model pengambilan keputusan moral
Model pengambilan suatu keputusan moral terdiri atas 3 tahapan “ rintangan yang bersinambungan” (successive hurdles). Ketiga pengambilan keputusan itu adalah :
  1. Seleksi dan penerapan aturan moral yang tepat.
  2. Suatu tes yang bersangkutan dengan persoalan pertentangan antara aturan dan hak atau kewajiban moral dari lapisan yang lebih tinggi,yang bersesuaian.
  3. Suatu tes yang bersangkutan dengan persoalan pertentangan antara hak dan kewajiban dengan prinsip-prinsip moral dari lapisan yang lebih tinggi, yang bersesuaian.
Model yang bertahap ini mengasumsikan adanya suatu perangkat aturan yang bertahap banyak yang berfungsi sebagai kriteria yang menentukan sepanjang proses pengambilan keputusan itu berlangsung. Dalam menbuat suatu keputusan moral dikatakan bahwa suatu tindakan atau kegiatan, baru dapat dipertimbangkan sebagai suatu tindakan atau kegiatan yang berbobot moral, manakala aturan yang mengharuskan atau melarangnya itu selaras (konsisten) dengan setidak –tidaknya salah satu prinsip umum moralitas, tetapi tidak perlu selaras dengan keseluruhannya. Dari ketiga model tahan pengambialn keputusan itu, prinsip moraladalah hal yang penting untuk menguji kecocokan dari hukum dan aturan yang tercakup dalam tahapan 1 dan tahapan 2.

Penelitian
  • Studi 1 : Pengaruh situasi terhadap pengambilan keputusan moral.
Dalam studi 1 ini , penelitian dilakuakan oleh Lynch dan Cohen( 1978). Dari hasil penelitian ini dapat di sismpulkan bahwa : dari studi yang melibatkan 58 mahasiswa pemula, membuat keputusan sebanyak 328 buah. 161 keputusan distributif dan 167 keputusan perilaku atau behavioral. Adapun prinsip-prinsip yang paling di gunakan adalah prinsip keadilan dan yang paling sedikit digunakan adalah prinsip prgmatisme.
Sehubungan dengan keputusan distributif, prinsip moral yang di prioritaskan adalah prinsip keadilan , sedangkan dalam prinsip behavioral prinsip yang di otoritaskan adalah prinsip pragmatisme kemudian baru menyusul prinsip manfaat.
  • Studi 2 : Pengaruh pribadi terhadap pengambilan keputusan
Dalam studi yang kedua ini lebih memperhatikan persoalan perkembangan suatu metode untuk memperkirakan kecenderungan seseorang dalam menggunakan prinsip moral tertentu. Studi ini melibatkan 83 sukarelawan mahasiswa tingkat rendah, memusatkan perhatiannya pada perkembangan pengukuran perbedaan individual dalam pemberian prioritas mengenai bagan aturan. Dari penelitian yang terakhir dikembangkan oleh Schank dan Albeson (1977) ; Wyer (1980), telah bekrmbang suatu pengukuran yang disebut MMVP yang menggunakan suatu teknik dengan berbagai metode.
Adapun metode yang banyak ragamnya itu berupa pelaporan diri ( self report), penghargaan (recognition), mengingat kembali ( recall), serta berbagai pengukuran perbedaan individual yang mencangkup skala mengenai keadilan, manfaat, dan pragmatisme.
  • Studi 3 : Pengaruh pribadi dan situasi terhadap pengambilan keputusan moral
Bertopang pada studi 1 dan 2, kali akan menaruh pada gabungan dari variabel situasi dan variabel pribadi. Pada studi ini beranggapan bahwa karena model-model yang memberikan tekanannya pada variabel moral itu tidak menghasilkan suatu kerangka kerja yang eksplisit dan dapat diandalkan berkaitan dengan variabel situasi, maka pengaruh dari variabel itu cenderung tidak di perhatikan (Piaget, 1932/1965) atau di perlakuakan berdasarkan pada suatu dasar ad hoc (Mischel dan Mischel, 1976).
Pengaruh relatif dari faktor pribadi dan situasi terhadap pengambilan keputusan moral dianalisis dengan teknik multiple regresssion. 
 
Berbagai Masalah Teoretis dan Masalah Empiris
Keputusan moralitas dan perkembangannya yang ditemukan sekarang ini ditandai dengan sifatnya yang lebih memihak pada model-model teoritis yang terutama berfokus pada variabel pribadi. Pendekatan teori peranan psikososial yang digariskan disini yang berupaya untuk memadukan teori peranan dan teori sistem dalam kerangka kerja yang beraturan telah dirancang secara eksplisit untuk mengajukan suatu pengoperasionalan pengaruh-pengaruh variabel pribadi maupun situasi yang secara heuristik dipandang mungkin dilaksanakan.
Pendekatan ini hanya menyajikan suatu pendekatan perdana dari suatu model yang secara konseptual dipandang cukup memadai namun pendekatannya memiliki tiga keuntungan, yaitu:
  1. Pertama, suatu kerangka kerja yang konseptual, seperti teori peranan psikososial yang memadukan variabel situasi dan pribadi yang secara empiris lebih kuat dibanding dengan model yang hanya difokuskan pada variabel saja.
  2. Kedua, pendekatan tersebut memunculkan suatru kerangka kerja yang memungkinkan penjabaran berbagai prosedur untuk mengoperasionalkan variabel pribadi maupun variabel situasi itu.
  3. Ketiga, suatu kerangka konseptual yang secara eksplisit bersifat psikososial, mencerminkan dengan lebih cermat masalah yang kaya kompleks yang menuju pada kajian pustaka.
Berbagai Masalah Metaetis
Tesis dasar disini adalah menjelaskan perilaku manusia dapat dikonsepkan sebagai yang digariskan oleh aturan. Telah diajukan bahwa pertimbangan moral dan tindakan moral itu dipandang sebagai bentuk paradigma dari perilaku yang dighariskan oleh aturan tersebut. Hal ini membawa kita pada masalah dasar yang kedua diajukan dalam bab ini: yaitu implikasi metaetik dari perspektif yang digariskan aturan itu. Kesimpulan akan bab ini bahwa kerangka kerja konseptual yang dibahas ini setidaknya memiliki tiga butir implikasi metaetik yang signifikan, yaitu:
Pertama, suatu kernagka kerja konseptual seperti teori peranan psikososial yang menekankan sifat perilaku manusia yang digariskan aturan itu, mendorong kita untuk mengenali sifat organisasi sosial yang terencana dan tersusun.
Kedua, dari pendekatan yang dilakukan dalam tulisan ini menyatakan bahwa keputusan moral merupakan keputusan yang sulit, bukan karena semata keputusan moral itu memang kompleks sifatnya, melainkan jiga karena keputusan moral itu merupakan keputusan yang tidak didapatkan pembenaran (yustifikasinya) yang tuntas dan mutlak. Dan terakhir prinsip-prinsip moral tidak mempunyai arti maupun yustifikasi diluar penggunaan oleh manusia, baik secara individu maupun secara kelompok.

  1. PEMBAHASAN
Bab ini membahas suatu pendekatan yang berdasarkan teori – teori peranan psikososial terhadap perilaku moral dan perkembangan moral yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh situasi maupun pengaruh pribadi terhadap pilihan moral dan keputusan moral. Dalam bab ini juga dilakukan jalur penelitian untuk mendukung pandangan ini, dan akan didiskusikan pula implikasi teoritis dan metaetisnya.

Teori Peranan Psikososial
Latar belakang teoritis
Dalam teori peranan psikososial terdapat tiga unit dasar yaitu :
  • Aturan : Merupakan perilaku yang dilakukan sesuai dengan aturan – aturan yang berlaku.
  • Peranan : merupakan suatu bagian dari aturan yang dapat digunakan bagi seseorang individu yang terlibat dalam suatu sistem tertentu.
  • Sistem :merupakan suatu kesatuan yang terbentuk dari beberapa unsur.
Pada peranan psikososial secara teoretis bersifat heuristik yang mengusahakan untuk menghubungkan ketiga perspektif tentang tindakan insan itu. Menurut pendekatan ini perilaku yang dilakukan sesuai dengan aturan – aturan yang berlaku. Menurut pendekatan ini moralitas itu dipandang sebagai suatu jalinan aturan yang menghubungkan antar individu yang terlibat dalam suatu sistem tersebut. Dilihat dari sudut pandangnya, dilema moral dipandang sebagai konflik antara berbagai aturan dan peranan dalam sistem.
Pertimbangan moral dianggap sebagai keputusan pengambilan keputusan dari aturan – aturan moral. Sedang perilaku moral merupakan perilaku yang dilakukan sesuai dengan aturan – aturan yang berlaku. Jadi karena banyaknya pertentangan antara berbagai peraturan dalam suatu sistem maka menurut pandangan ini pertimbangan moral merupakan keputusan sulit yang kebenarannya tidak dapat dipastikan.
Ada empat asumsi yang berkaitan dengan hakikat tindakan insani, yang mendasari pendekatan ini yaitu :
  • Digariskan Oleh Aturan bahwa perilaku manusia atau tindakan yang dilakukan manusia pada dasarnya selaras dengan mengikuti dan mematuhi aturan yang dapat diterapkan dalam berbagai situasi tindakan.
  • Bertujuan atau Intensional bahwa perilaku atau tindakan yang dilakukan manusia itu berlangsung selalu mempunya maksud, tujuan yang akan dicapai dan hasil yang diperoleh.
  • Antromorfik yang berarti menandakan bahwa manusia itu merupakan makhluk yang mempunyai akal pikiran untuk dapat mengarahkan dirinya sesuai dengan apa maksud dan tujuan yang akan diraihnya. Karena itu manusia dapat melakukan tindakan seperti merealisasikan aturan, rencana atau strategi untuk mendapatkan apa yang yang dikehendakinya.
  • Sosial sesuai dengan sifat manusia artinya perilaku dan tindakan yang dilakukan manusia dalam mematuhi dan menjalankan aturan yang berlaku menimbulkan keinginan suatu jalinan ( network ) atau keorgananisasian antar individu bagi tindakan – tindakan yang digariskan oleh aturan. Perilaku tersebut menimbulkan suatu kerja sama atau interaksi antar seseorang.

Hakikat Moralitas dan Perkembangan Moralitas
Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Moralitas mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan moral, tetapi kata moralitas mengandung makna segala hal yang berkaitan dengan moral. Moralitas adalah system nilai tentang bagaimana seseorang seharusnya hidup secara baik sebagai manusia. Moralitas ini terkandung dalam aturan hidup bermasyarakat dalam bentuk petuah, wejangan, nasihat, peraturan, perintah, dan semacamnya yang diwariskan secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu.
Hakikat moralitas itu tergantung dari sikap, perilaku dan tingkah laku serta harapan-harapan dari setiap individu untuk membentuk kepribadian yang baik dan berguna bagi dirinya sendiri, masyarakat dan bangsa. Hakikat moralitas sangat berhubungan dengan suatu aturan-aturan dan peranan dari masyarakat untuk mengetahui bagaimana moralitas dari setiap individu-individu tersebut. Moral itu sebenarnya dapat diketahui dengan pengalaman dan pengamatan kita sehari-hari terhadap dirinya sendiri dan perilaku setiap individu-individu lain. Berbagai macam cara yang dapat dilakukan oleh setiap individu untuk mengetahui bagaimana moralitas itu yaitu dengan kita mengatur perilaku pribadi kita dengan baik agar sikap moralitas pada diri setiap individu dapat tumbuh dengan baik. Hakikat moralitas memberikan tekanan pada kekayaan moralitas sebagai suatu sistem struktur.
Contoh hakikat moralitas yaitu dengan adanya suatu kebudayaan yang berbeda. Tetapi kebudayaan tersebut dapat berkomunikasi dengan baik dan lancar karena didalam salah satu kebudayaan tersebut ditanamkan sikap dan perilaku yang baik sehingga dapat mempengaruhi sikap moralitas setiap individu-individu tersebut.
Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai pengertian dari perkembangan moral akan lebih baik kita terlebih dahulu memahami satu persatu suku katanya, kata pertama yaitu mengenai perkembangan dan kata kedua yaitu moral, agar pemahaman kita mengenai pengertian perkembangan moral bisa lebih optimal. Pengertian Perkembangan yaitu secara luas menunjuk pada keseluruhan proses perubahan dari potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam kualitas kemampuan, sifat dan ciri-ciri yang baru. Sedangkan Pengertian Moral adalah pandangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan.
Perilaku tak bermoral ialah perilaku yang tidak sesuai dengan harapan yang sesuai dengan harapan sosial yang disebabkan dengan ketidaksetujuan dengan standar sosial atau kurang adanya perasaan wajib menyesuaikan diri. Jadi Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain serta perubahan-perubahan perilaku yang terjadi dalam kehidupan anak berkenaan dengan tata cara, kebiasaan, adat, atau standar nilai yang berlaku dalam kelompok sosial. Perkembangan moral mencakup perubahan-perubahan struktual dengan mengetahui pola pikir setiap anak dalam menjalankan setiap perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh si anak tersebut serta si anak juga dapat mengetahui konsekuensi-konsekuensi yang dilakukan oleh setiap individu tersebut.
Contoh dari perkembangan moral adalah anak pada zaman dahulu dengan anak pada zaman sekarang itu cenderung berbeda karena pada zaman dahulu masih mengenal adat istiadat, kebudayaan masih kuat dan belum terpengaruh oleh adanya zaman globalisasi pada masa sekarang ini. Berbeda dengan anak pada zaman sekarang yang cenderung suka meniru gaya atau perilaku dari negara lain (kebarat-baratan) yang sangat bebas. Anak pada zaman sekarang juga banyak yang menyalahgunakan teknologi yang berkembang pada saat ini.

Pengambilan Keputusan Moral

Tipe keputusan moral
Dipandang dari perspektif sistem, situasi yang mengandung suatu pertimbangan moral menuntut suatu keputusan yang sifatnya berupa perlakuan (behavioral) ataupun distributif (penyebaran). Suatu keputusan perilaku (behavioral) mengandung unsur pengaturan perilaku dan memberikan kepada si pengambil keputusan untuk memilih antara mengambil tindakan tertentu atau tidak. Misalnya, keputusan itu mengandung pilihan antara mencuri sesuatu atau tidak (berdusta atau tidak berdusta, melanggar atau menepati janji). Dalam memutuskan suatu pilihan tersebut menuntut suatu keputusan yang berupa tindakan (behavioral).
Keputusan perilaku ini dalam menghadapi suatu pilihan tindakan yang spesifik dinyatakan secara kualitatif dan pertimbangannya biasanya berbentuk “apakah saya (atau kami) melakuakan pilihan itu atau tidak?. Keputusan perilaku yang tidak bersifat sederhana mengandung kosenkuensi bagi diri si pengambil keputusan dan orang lain. Sebaliknya, keputusan yang bersifat ditributif mengandung pemberian alokasi sumber dan kepada si pengambil keputusan memberi kesempatan untuk memilih antara dua atau lebih kemungkinan mendistribusikan suatu hal atau tindakan yang terkandung dalam sistem yang bersangkutan. Misalnya suatu keputusan yang mencangkup masalah penbagian, penunjukan atau penyebaran hak dan kewajiban sumber, hadiah ataupun hukuman, menuntut suatu pengambilan keputusan yang bersifat ditributif. Keputusan ini dinyatakan secara kuantitatif dan pertimbangannya berbentuk “Bagaimanakah seharusnya saya (atau kami) mendistribusikan’ suatu pilihan tersebut’? “
Tipe kriteria yang digunakan dalam pengambilan keputusan yang berupa perilaku (behavior) bersifat teologis, artinya bahwa konsekuensi dari tindakan yang diputuskan cenderung untuk dimanfaatkan sebagai kriteria keputusan. Sebaliknya, keputusan distributif bersifat deontologis, artinya yang tampil sebagai kriteria keputusan itu adalah kelayakan (dalam arti kesamaan atau keadilan) pendistribusian itu sendiri dan bukan kosenkuensi dan distribusi tersebut.

Model pengambilan keputusan moral
Pengambilan keputusan moral yang aktual yang menggarisbawahi pertimbangan moral individu dapat dilukiskan sebagai model pengambilan keputusan moral yang terdiri atas tiga tahapan “rintangan yang bersinambungan”. Model ini dimaksudkan untuk mempersembahkan seperangkat tahapan yang bersambungan dalam jumlah yang minimal, yang diperlukan untuk sampai pada suatu keputusan moral tertentu. Ketiga pengambilan keputusan moral tersebut yaitu:
  1. Seleksi dan penerapan aturan moral yang tepat.
  2. Suatu tes yang bersangkutan dengan persoalan pertentangan antara aturan dan hak atau kewajiban moral dari lapisan yang lebih tinggi,yang bersesuaian.
  3. Suatu tes yang bersangkutan dengan persoalan pertentangan antara hak dan kewajiban dengan prinsip-prinsip moral dari lapisan yang lebih tinggi, yang bersesuaian.
Model ini mengasumsikan adanya suatu perangkat aturan yang bertahap yang berfungsi sebagai kriteria yang menentukansepenjang proses pengambilan keputusan berlangsung. Aturan-aturan yang bertahap ini di tuangkan dalam bentuk bagan yang bersifat kognitif, dan jumlah serta tipe bagan aturan dapat dimanfaatkan selama proses pengambilan keputusan ini sebagai suatu fungsi pengalaman sosialisasi dari individu yang bersangkutan.
Suatu tindakan atau kegiatan baru dapat dipertimbangkan sebagai tindakan atau kegiatan yang berbobot moral, ketika atauran yang mengharuskan atau melarangnya itu selaras dengan setidak-tidaknya salah satu prinsip umum moralitas, tetapi tidak perlu selaras dengan keseluruhannya. Yang terpenting bahwa prinsip moral yang digunakan sebagai kriteria terakhir dari pengambilan keputusan moral itu dipandang sebagai aturan untuk menyeleksi aturan-aturan tersebut, artinya prinsip-prinsip moral tersebut digunakan untuk menguji kecocokan dari hukum dan aturan yang tercakup dalam tahapan 1dan 2.

Penelitian
Dalam tiga buah penelitian disini di desain untuk menguji berbagai pengaruh variabel situasi dan variabel pribaditerhadap pengambilan keputusan moral. Dalam mengabil sebuah keputusan moral ternyata banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhinya, tetapi dalam bab ini hanya di bahas dan di teliti 3 faktor pengaruh yang paling berpengaruh yaitu : pengaruh situasi, pengaruh pribadi, dan pengaruh situasi dan pribadi. Pengaruh situasi biasanya berasal dari luar diri seseorang yaitu karena lingkungan. Keadaan situasi yang berbeda juga akan mempengaruhi pengambilan keputusan. Contohnya dalam keadaan situasi yang sangat membahayakan misalnya, seseorang akan mengambil sebuah keputusan yang berbeda ketika dalm keadaan yang sebaliknya (atau tidak membahayakan).
Pengaruh pribadi juga akan mempengaruhi suatu pengambilan keputusan. Setiap orang menpunyai pribadi yang berbeda-beda. Banyak faktor yang mempengaruhi pribadi seseorang, mulai dari umur, kedewasaan seseorang,pendidikan,keluarga,dan lingkungan. Misalnya, seorang anak yang masih kanak-kanak pasti berbeda dengan orang yang sudah dewasa ketika dalam pengambilan keputusan. Menurut penelitianKurtines dan Pimm,1983; Pimm, Kurtines dan Ruffy,1982; Kurtines, Pimm dan Kaplan, Catatan 2). Dari data penelitian tersebut disebutkan bahwa, sebagian besar anak-anak pada usia sekitar 12 tahun, telah dapat mencapai suatu tahapan penalaran moral yang otonom.
Kemudian dalam penelitian yang ketiga adalah penggabungan antara pengaruh situasi dan pengaruh pribadi. Hasilnya terdapat berbagai temuan yaitu: 1) Jumlah varians yang dapat dijelaskan melalui kedua perangkat variabel, dalam keeenam situasi itu menunjukkan perbedaan cukup tinggi. 2) dalam pada itu jumlah keseluruhan varians yang menyangkut variabel pribadi dan situasi pun menunjukkan perbedaan pada keenam situasi,akan tetapi pada umumnya rendah. 3) atribut situasi pengukuran SEU dan SEJ secara mantap menunjukkan proporsi varians yabg lebih tinggi dibandingkan dengan faktor-faktor yang bersangkutan dengan pribadi (skor keadilan, kegunaan,dan pragmatisme. 4). Jumlah keseluruhan varians yang dapat dijelaskan, dalam situasi pengambilan keputusan yang menyebar secarakonsisten lebih tinggi (lebih tinggi 40%) dibandingkan dengan situasi perilaku.

Masalah metaetis
Kierkegaard mengatakan bahwa manusia telah membuat prinsip moral yang universal dan objektif, sekadar untuk melepaskan diri dari tanggung jawab dan puncak keharusan untuk menentukan pilihan, namun pada akhirnya bahkan prinsip moral yang universal pun masih dapat diragukan. Maka pandangan ini hendak mengajukan bahwa walaupun semua sitem sosial sama-sama menunjukkan kesamaan struktural, dan walaupun semua aturan dan prinsip-prinsip yang menyusun sistem sosial itu (yaitu, keadilan, kegunaan, instrument, dsb) memiliki sistem yang sama, namun pada akhirnya sistem sosialnya sendiri yang merancang dan memutuskan. Oleh karena itu, walaupun prinsi-prinsip seperti kegunaan dan keadilan itu digunakan untuk metustifikasikan dan keputusan moral dalam perilaku dan peristiwa insane sehari-hari, namun prinsipnya itu sendiri tidak memiliki kebebasan dan eksistensi yang objektif. Jadi pandangan ini, akan mengajukan bahwa dalam Wittgenstein, prinsip-prinsip moral itu tidak mempunyai arti ataupun yustifikasi yang terlepas dari mekhluk insane yang menggunakannya.


  1. KESIMPULAN
  • Berdasarkan teori peranan psikososial menekankan bahwa tindakan dan perilaku manusia dilakukan selaras dengan aturan. Karena perilaku insani sebagai perilaku yang digariskan oleh aturan.
  • Ditinjau dari perspektif teori peranan psikososial, perkembangan penalaran moral mencakup perubahan-perubahan yang berkaitan dengan perkembangan pula dalam pemikiran anak mengenai aturan-aturan moral. Perubahan-perubahan ini berlangsung melalui 3 dimensi : ukuran persediaan aturan moral, kesadaran si anak akan aturan dan struktur persediaaan aturan moral yang di miliki anak tersebut.
  • Suatu keputusan moral dapat berupa perilaku (behavior) dan dapat berupa distributif (penyebaran). Dalam mengambil sebuah keputusan ada beberapa faktor yang mempengaruhinya:
  1. Pengaruh situasi
  2. Pengaruh pribadi
  3. Pengaruh pribadi dan situasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar