Senin, 10 Juni 2013

TINDAKAN MORAL SEBAGAI PENAFSIRAN DIRI

TINDAKAN MORAL SEBAGAI PENAFSIRAN DIRI

A. RANGKUMAN
  1. STRUKTUR KEBRIBADIAN
Yang menjadi pangkal tolak pandangan mengenai masalah kepribadian adalah teori yang bersifat evolusionalistik dan interaksionalisme simbolistik. McDougall merupakan seorang pengkaji teori evolusionalistik yang mahir, ia memandang tindakan manusia sebagai tindakanyang muncul dari seperangkat implus biologis yang mempunyai ciri-ciri tersendiri; sedangkan implus-implus biologis itu meriupakan hasil seleksi alami. Akan tetapi begitu implus alami itu dinyatakan, maka terlepaslah ia dari asalnya yang alami itu dan pada saat itu juga ia diorganisasi secara hierarkis dalam tatanan konsep diri. Jadi walaupun semula merupakan perilaku yang terorganisasi daam tatanan biologis, namun implus-implus itu segera dikendalikan oleh pengaruh-pengaruh sosial. Moralitas sebagai alat pengaturan kehidupan berkelompok mengambil tempat yang sangat penting.
Moralitas berfungsi secara sosial structural dalam pengertian sebagai pengatur kehidupan kelompok akan tetapi merupakan pula suatu keutuhan insane yang sangat kuuat pengaruhnya. Alasannya karena kecenderungan batiniah manusia sangat menentukan bagi kepribadian manusia serta perbuatan sosial. manusia memerlukan pergaulan, saling berhubungan, akan tetapi pergaulan ataupun saling berhubungan ini dengan cara yang teratur dapat diperhitungkan. Moralitas itu menata dan mengatur hubungan timbal balik atau interaksi antar individu.
Ditinjau dri sudut pandang sosial, moralitas tampil sebagai aturan (code) perbuatan eksternal yang dapat diverivikasi sebagai suatu perangkat aturan yang memperinci secara khusus hak dan kewajiban masing-masing, serta melarang garis besar tindakan tertentu yang asocial. Sedang ditinjau dari sudut individual, moralitas dirumuskan secara fenomenologis dalam pengaertianorientasi pribadi secara subjektif terhadap aturan dan nilai yang berlaku dalam lingkup budayanya. Sebagai suatu kajian psikologis, perkembangan moral itu terdiri atas penelusuranasal mula orientasi yang bersifat subjektif itu; upaya penelusuran itu akan dapat didekati dengan berhasil dari prespektif perkembangan pribadi.
Ada beberapa tuntunan sebelum terjadi suatu interaksi, pertama, harus ada maksud atau tujuan bagi lahirnatau tujuan bagi lahirnya interaksi itu, dan harus ada peranan yang akan dimainkan. Kedua, sejak usia tiga tahunan anak telah memahami proses ini dengan baiksehingga dia dapat memainkan denagn cermat. Struktur kepribadian dapat dikonseptualisasikan baik sebagai komponen yang tetap (fixed) mupun sebagai komponen variable. Adapun yang disebut komponen tetap itu merupakan berbagai kecenderungan yang dibawakan; diantaranya mencakup kebutuhan untuk diperhatikan dan dihargai serta kebutuhan akan kemampuan memperkirakan dan keteraturan . dari komponen variable ada tiga yang bersifat fundamental. Pertama gambaran diri seseorang. Kedua seperangkat teknik penafsiran diri. Ketiga anggapan seseorang tentang harapan orang lain berkaitan dengan perilaku sosialnya.
 
2. PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
Proses perkembangan kepribadian ini mempunyai pengertian dalam arti yang lebih luas dan mengganbarkan dua cara pemikiran tentang tatanan kepribadian. Banyak persoalan yang menyangkut cara bagaimana tatanan kepribadian itu berevolusi. Perkembangan tersebut melalui tiga fase.
  1. Fase pertama : merupakan perkembangan yang didasarkan pada orang harus mengakui kewibawaan. Dalam proses masalah iniberkaitan dengan masalah aturan,nilai serta struktur pengetahuan. Pada fase pertama ini semua menterjemahkan antara lain:
  1. Dalam bentuk gambaran-diri.
  2. Teknik berhubungan dengan tokoh-tokoh yang berkuasa.
  3. Pandanagan mengenai apa yang diharapkan.
Misalnya saja pada orang tua yang menjaga dan mengawasi prilaku anaknya di dalam maupun di luar rumah,orang tua dapat menjadikan anaknya menjadi anak yang bersifat baik dengan perhatian orag tua yang baik juga akan menghasilkan anak yang percaya diri,patuh,yang dalam usia masih dibawa lima tahun itu,anak tersebut akan mencapai kematangannya dalam tingkat perkembangannya.
  1. Fase kedua : Pada perkembangan ini merupakan permasalahan yang berhubungan dengan teman sebaya. Dalam fase ini perkembangan anak bisa mengembangkan penghargaannya tentang prilaku jujur (fair play),keadilan,dan dapat membalas jasa orang lain. Pada tahap ini berperilaku sosial,kode etik dan berorientasi pada sesama dan gambaran diri . Contoh fase kedua ini terletak pada penilaian teman sebayanya terhadap dirinya bahwa dia adalah anak yang manja terhadap orangtuanya. Dia dapat berfikir dan menyesuaikan diri terhadap tentang apa yang dikatakan oleh sebayanya untuk memperbaiki sifatnya agar selaras dengan sebayanya. Pada fase ini merupakan perkembangan melalui interaksi pada teman sebaya.
  2. Fase ketiga : dalam tahap ini merupakan perkembangan yang sudah menginjak pada masa dewasa yaitu pada dunia kerja dan mulai berkeluarga,ia harus mementapkan suatu gaya hidup tertentu yang hndak direalisasikannya.. Artinya pada perkembangan ini dia harus berfikiran umum dan bisa menentukan tujuan dalam hidupnya sendiri, ia harus mengembangkan suatu “pola umum gambaran dirinya”. Metode berinteraksi ,pandangan, dan harapannya. Pengertian dalam kesederhanaan fase-fase tersebut maka kita perlu berhenti sejenak untuk diungkapkan kembali secara lebih didaktis.
  1. Pertama, ketiga tahapan perkembangan yang diuraiakan diatas mempunyai penjelasan yang jelas terhadap moral. Pada penganut pertama mencakup apa yang disebut para penganut psikoanalisis sebagai perkembangan superego. Fase kedua menyangkut dengan apa yang disebut Mead (1934) belajar mengadopsi persepektif orang lain secara umum. Sedangkan fase ketiga berkaitan denagn pandanagn Durkheim (1925/1961) dan McDougall (1908) sebagai masalah otonomi.
  2. Kedua, skema kognitif itu tidak terlalu tampak pada yang bersangkutan dan mereka tidak pula menyadari bahwa skema kognitif tersebut mempengaruhi perilakunya. Struktur kognitif itu merupakan bagian dari suatu dunia yang tidak sempat diuji dahulu keberadaannya dan diterima begitu saja.
  3. Ketiga.kepribadian ini merupakan perilaku lahir yang hendaknya tidak di lihat dari sudut penampakannya. Tindakan atau prilaku orang yang menyatakan dalam wawancara pertimbangan moral sebagian juga merupakan penafsiran diri dalam usaha menjelaskan kepada orang lain.
  4. Keempat, riwayat menghasilkan perkembangan dan pembelajaran sosial yang,setiap orang menunujukkan perbedaan dalam kedudukan standart moral yang dijadikan arah orientasinya. Sebagian orang juga dapat menyesuiakan diri dengan standar penampilan diri yang diinternalisasinya. Misalnya Synder (1974) yang memantau dirinya dari penelitian. Banyak orang yang tidak mau berorientasi kepada norma-norma diluar maupun dalam,tidak mau menghiraukan standar yang telah diinternalisasinya maupun kepada teman sebayanya.mereka benar-benar asing pada pola budya yang mana pun. Dan ada pula yang berpandangan sebagai pribadi yang telah matang yaitu ada pula keompok yang yang mengadakan keseimbangan antara tuntutan dari kelompok referensi dengan tuntutan dari lingkungan sosial yang langsung.

3. MASALAH KONFORMITAS
Ada 2 cara mengembangkan pandangan Freud terhadap pandangan Kohlberg :
  1. suatu cara yang kurang simpatik karena para penulis tersebut mencoba memberikan legitimasi intelektual terhadap pandangan mereka sendiri yang cenderung bersifat otonom dan nihilistik,serta pandangan mereka yang tidak sejalan itu menjadi aturan.
  2. cara yang bersifat lebih simpatik ialah para penulis mencoba menganalisis masalah otonomi,yang telah ada sejak zaman Durkheim hingga sekarang.konsep otonomi itu digunakan untuk menjelaskan kasus-kasus yang menunjukan orang yang melakukan perbuatan yang mungkin oleh beberapa orang disebut perbuatan moral.
Mc Dougall (1908) menganggap perilaku otonom sebagai ciri utama kematangan seseorang;Ia menyebutnya sebagai suatu peningkatan perilaku sosial.Mc Dougall mengajukan suatu mekanisme psikologis. Ia juga menganggap mekanisme ini dalam perkembangannya berupa teori tentang kelompok referensi.
Ada 3 hal kelompok referensi internal Mc. Dougall berbeda dengan superego Freudian:
  1. Supearego Freud tidak disadari,sedang kelompok referensi internal Mc.Dougall dapat kita rinci,bahkan kita dapat mengevaluasi tuntutan-tuntutannya.
  2. Superego Freudian terdiri atas tuntunan dan harapan dari seorang ayah,dan yang lebih tepat lagi tuntutan dan harapan seperti dipersepsikan anak berusia lima-tahunan. sedangkan kelompok internal mc Dougall mencakup guru-guru, teman sejawat yang dihormati dan orang dewasa lain yang dikenalnya.
  3. Akhirnya superego Fruedian masih bersifat primitif dan kaku sedangkan kelompok internal Mc Dougall bersifat matang dan luwes.
  4. Perbedaan individual, kepribadian, dan perilaku moral
Corak perbedaan diantara orang-orang secara teoritis dapat dikatakan signifikan, mencakup berbagai variasi: perbedaan dalam corak pengalaman yang telah dialami mereka dalam perkembangan hidupnya, perbedaan dalam fenemologi moralnya; dalam kelompok referensinya dan perbedaan dalam cara dan corak penafsiran dirinya. Perbedaan ini menimbulkan kekaburan ideografis, untuk memecahkan persoalan ini melalui teopri tentang tipe. Tipe kepribadian serta cara mereka berhubungan dengan yang lain diperoleh suatu kesepakatan (Hogan, 1982). Teori tentang tipe kepribadian yang paling heuristik dan secara empiris menunjukkan keabsahannya, karya yang dihasilkan Holland (1973). Ia mengungkapkan dalam kepribadian terdapat enam tipe yaitu: tipe realistis, tipe penyelidik atau investigatif, tipe artistik, tipe sosial, tipe perintis atau enterprising dan tipe konvesional.
Tipe realistik bersikap praktis, bebas, introvet dan berpotensi teknis. Tipe penyelidik atau investigatif bersifat teoritis, bebas, introvert dan berorientasi ilmiah. Tipe artistik bersifat prinsipal (berpegang pada prinsip), kreatif, tidak konfromis dan suka membantu. Tipe sosial bersifat idealis, ekstrovert, dan suka menolong. Tipe perintis atau enterprise bersifat ekstravert, berorientasi pada status, dan berhaluan politik. Tipe konvensional pandai menyesuaikan diri, cermat pada hal-hal kecil atau detail, dan berorientasi pada keuangan. Keenam tipe ini dapat diukur dengan reliabilitas yang cukup memadai, disamping itu tiap tipe dapat ditemukan seperangkat gambaran diri, cara penafsiran diri dan kelompok referensi yang berbeda satu dengan yang lain.
Ada tiga pandangan atas tipe-tipe kepribadian diatas yaitu: pertama, manusia diklasifikasi berdasarkan persamaannya dalam keenam tipe kepribadian yang disebut diatas, dasar pendapat ini cukup empiris (Hogan, 1982). Kedua, masing-masing tipe kepribadian itu dapat ditentukan karakteriknya yang khas atas dasar sosok moral yang dapat dibedakan dari yang lainnya, serta dapat dirumuskan berdasarkan tipe yang selaras dengannya. Ketiga, sosok oral yang oleh para ahli psikologi di karakterisasi sebagai peningkatan status moral yang sudah matang, tetapi penggolongannya itu tidak didukung oleh dasar logika atau tidak empiris.

4. PERBEDAAN INDIVIDUAL, KEPRIBADIAN, DAN PERILAKU MORAL
Corak perbedaan diantara orang-orang secara teoritis dapat dikatakan signifikan, mencakup berbagai variasi: perbedaan dalam corak pengalaman yang telah dialami mereka dalam perkembangan hidupnya, perbedaan dalam fenemologi moralnya; dalam kelompok referensinya dan perbedaan dalam cara dan corak penafsiran dirinya. Perbedaan ini menimbulkan kekaburan ideografis, untuk memecahkan persoalan ini melalui teopri tentang tipe. Tipe kepribadian serta cara mereka berhubungan dengan yang lain diperoleh suatu kesepakatan (Hogan, 1982). Teori tentang tipe kepribadian yang paling heuristik dan secara empiris menunjukkan keabsahannya, karya yang dihasilkan Holland (1973). Ia mengungkapkan dalam kepribadian terdapat enam tipe yaitu: tipe realistis, tipe penyelidik atau investigatif, tipe artistik, tipe sosial, tipe perintis atau enterprising dan tipe konvesional.
Tipe realistik bersikap praktis, bebas, introvet dan berpotensi teknis. Tipe penyelidik atau investigatif bersifat teoritis, bebas, introvert dan berorientasi ilmiah. Tipe artistik bersifat prinsipal (berpegang pada prinsip), kreatif, tidak konfromis dan suka membantu. Tipe sosial bersifat idealis, ekstrovert, dan suka menolong. Tipe perintis atau enterprise bersifat ekstravert, berorientasi pada status, dan berhaluan politik. Tipe konvensional pandai menyesuaikan diri, cermat pada hal-hal kecil atau detail, dan berorientasi pada keuangan. Keenam tipe ini dapat diukur dengan reliabilitas yang cukup memadai, disamping itu tiap tipe dapat ditemukan seperangkat gambaran diri, cara penafsiran diri dan kelompok referensi yang berbeda satu dengan yang lain.
Ada tiga pandangan atas tipe-tipe kepribadian diatas yaitu: pertama, manusia diklasifikasi berdasarkan persamaannya dalam keenam tipe kepribadian yang disebut diatas, dasar pendapat ini cukup empiris (Hogan, 1982). Kedua, masing-masing tipe kepribadian itu dapat ditentukan karakteriknya yang khas atas dasar sosok moral yang dapat dibedakan dari yang lainnya, serta dapat dirumuskan berdasarkan tipe yang selaras dengannya. Ketiga, sosok oral yang oleh para ahli psikologi di karakterisasi sebagai peningkatan status moral yang sudah matang, tetapi penggolongannya itu tidak didukung oleh dasar logika atau tidak empiris.
Tipe-tipe kepribadian akan memiliki orientasi moral yang berbeda, perkiraan ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan Hogan selama bertahun-tahun. Penelitian-penelitian tersebut pada umumnya menyangkut berbagai indeks tindakan moral yang divalidasi dengan baik. Sosialisasi memprediksi seberapa jauh orang mengikuti aturan atau melanggar, empati memprediksi kepekaan terhadap masalah-masalah moral terhadap harapan orang. Kebebasan dalam mengadakan pertimbangan keunikan memprediksikam ketidak konfromitasan secara otonom pada para mahasiswa. demikianlah berbagai korelasi ini menunjukkan suatu gambaran mengenai seberapa jauhkah perbuatan moral bervariasi dibandingkan dengan keenam tipe kepribadian itu.
Diuraikan pula hubungan antara tipe kepribadian dengan keempat pengukuran berpikir moral. Yang hubungan itu secara berturut-turut mengukur sejauh manakah seseorang mendasarkan penggambilan keputusan moralnya pada
  1. pertimbangan mengenai aturan prosedural yang cocok
  2. pertimbangan berkaitan dengan kebutuhan dan harapan orang lain
  3. pertimbangan mengenai prinsip-prinsip tertentu dan
  4. pertimbangan religius.

B. PEMBAHASAN

1. STRUKTUR KEPRIBADIAN
Menurut pengertian sehari-hari, kepribadian (personality) adalah suatu istilah yang mengacu pada gambaran-gambaran sosial tertentu yang diterima oleh individu dan kelompoknya atau masyarakatnya, kemudian individu tersebut diharapkan bertingkah laku berdasarkan atau sesuai dengan gambaran sosial (peran) yang diterimanya itu.
Struktur kepribadian dikonseptualisasikan dalam pengertian tiga komponen, yaitu suatu gambaran diri (self image), berbagai gambaran yang diharapkan orang lain tentang seseorang, dan berbagai perilaku yang dimaksudkan seseorang untuk menjelaskan kepada orang lain.
Dalam hal ini dapat dilihat bagai¬maria manusia berhasil mengembangkan kebudayaannya melalui proses evolusi. Dalam proses pengembangan budaya secara evolusi tersebut manusia berhasil meletakkan moralitas sebagai alat pengatur kehidupan berkelompok yang diinginkan bersama. Bahkan moralitas bukan saja berfungsi secara sosial-stcuk¬tural, tetapi juga merupakan suatu kebutuhan insani yang sangat besar pengaruh¬nya. Mengapa demikian? Karena kecenderungan batiniah manusia sangat me¬nentukan kepribadian manusia serta perbuatan sosialnya.
Kebutuhan manusia tentang pergaulan dan saling berhubungan secara teratur memerlukan moralitas agar terbina keteraturan. Oleh karena itu, moralitas hendaknya dilihat dari dua segi, yaitu dari sudut pandangan sosial (moralitas tampil sebagai suatu aturan yang memverifikasi hak dan kewajiban) dan dari sudut pandangan individual, moralitas dirumuskan secara fenomenohgis (orien¬tasi pribadi secara subjektif terhadap aturan dan nilai yang berlaku daiam lingkup budayanya). Selanjutnya, strukturkepribadian dapat dikonseptualisasikan sebagai komponen yang tetap (fixed) maupun sebagai komponen variabel.
Struktur kepribadian terdiri dari tiga komponen yang menyusunnya, tiga komponen itu antara lain:
a. Gambaran diri, yaitu suatu pandangan dirinya sebagaimana diharapkannya orang lain memandangnya. Artinya seseorang memberikan suatu pandangan yang dari pandangan itu dia mempunyai harapan untuk dapat dilihat orang lain. Sehingga orang lain memperhatikannya. Dalam gambaran diri ini seseorang akan berrusaha agar dapatdilihat atau dipandang orang lain.
b. Taktik penafsiran diri, yaitu bentuk penayangan diri selaras dengan tipenya, yang memancing orang lain untuk memandangnya sesuai harapannya. Dalam hal ini seseorang akan berusaha menampilkan yang terbaik dari dirinya sehingga orang lain memandanya sesuai dengan yang diharapkan. Dari apa yang ditampilkan seseorang ini mempunyai suatu pengharapan dari pandangan orang lain.
c. Pandangan tentang harapanorang lain yang telah diinternalisasi. 
 
2.PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
Perkembangan moral seharusnya dikoseptualisasikan sebagai bagaian dari proses perkembangan kepribadian, dalam konsep perkembangan moral sangat dipengaruhi oleh perkembangan kepribadian. Proses perkembangan kepribadian mempengaruhi pembentukan dari moral dan sikap seseorang. Proses perkembangan kepribadian ini mempunyai pengertian dalam arti yang lebih luas dan mengganbarkan dua cara pemikiran tentang tatanan kepribadian. Banyak persoalan yang menyangkut cara bagaimana tatanan kepribadian itu berevolus, artinya menyangkut mengenai bagaimana perkembangan kepribadian itu sendiri. Perkembangan kepribadian tersebut berlangsung melalui tiga fase.
a. Fase pertama
Merupakan perkembangan yang didasarkan pada orang harus mengakui kewibawaan dan kekuasaan. Dalam proses masalah ini berkaitan dengan masalah aturan, nilai serta struktur pengetahuan yang masih bersifat mendasar mengenai bahasa, tanda-tanda bahaya, aturan untuk menaati, yang kesemua sangat penting bagi ketahanan hidupnya. Tahapan-tahapan ini merupakan suatu penghargaan diri (self esteem) dan sikap mengenai aturan dan kekuasaan yang muncul pada fase ini. Pada fase pertama ini semua menterjemahkan antara lain:
1) Dalam bentuk gambaran-diri.
2) Teknik berhubungan dengan tokoh-tokoh yang berkuasa.
3) Pandanagan mengenai apa yang diharapkan.
Misalnya saja pada orang tua yang menjaga dan mengawasi prilaku anaknya di dalam maupun di luar rumah, orang tua dapat menjadikan anaknya menjadi anak yang bersifat baik dengan perhatian orang tua yang baik juga akan menghasilkan anak yang percaya diri, patuh, yang dalam usia masih dibawa lima tahun itu, anak tersebut akan mencapai kematangannya dalam tingkat perkembangannya. Artinya jika orangtua berhasil menumbuhkan sikap ini maka anaknya juga akan mencapai kematangan dalam perkembangannya, dimana moral anak tersebut sudah mencapai tahap kematangan.
b. Fase kedua
Perkembangan ini umumnya akan berhenti setelah setelah masa remaja, namun kadang-kadang juga berlangsung hingga dewasa. Pada perkembangan ini merupakan permasalahan yang dihadapi seorang anak biasanya lebih berhubungan dengan teman sebaya. Dalam fase ini perkembangan anak bisa mengembangkan penghargaannya tentang prilaku jujur (fair play), keadilan dan dapat membalas jasa orang lain. Pada tahap ini berperilaku sosial,kode etik dan berorientasi pada sesama dan gambaran diri . Contoh fase kedua ini terletak pada penilaian teman sebayanya terhadap dirinya bahwa dia adalah anak yang manja terhadap orangtuanya. Dia dapat berfikir dan menyesuaikan diri terhadap tentang apa yang dikatakan oleh sebayanya untuk memperbaiki sifatnya agar selaras dengan sebayanya. Pada fase ini merupakan perkembangan melalui interaksi pada teman sebaya.
  1. Fase ketiga
Dalam tahap ini merupakan perkembangan yang sudah menginjak pada masa dewasa yaitu pada dunia kerja dan mulai berkeluarga, ia harus mementapkan suatu gaya hidup tertentu yang hendak direalisasikannya. Artinya pada perkembangan ini dia harus berfikiran umum dan bisa menentukan tujuan dalam hidupnya sendiri, ia harus mengembangkan suatu “pola umum gambaran dirinya”. Dalam fase ini seseorang sudah dituntut untu serius dengan kehidupannnya, sudah bukan main-main lagi. Dan dalam fase ini seseorang gambaran umum tentang diri pribadi seseorang hendaknya direalisasikan dalam rangka membangun kehidupannya. Menata hidupnya untuk menjadi individu baru tanpa adanya ketergantungan lagi dengan orang tua. Disini moral yang terbentuk dari perkembangan kepribadiannya sangat menentukan menjadi siapa seseorang tersebut.
Gambaran diri, metode berinteraksi, pandangan, dan harapannya terhadap orang lain berkaitan dengan perilaku sosialnya dalam sebuah masyarakat yang terbentuk melalui riwayat perkembangan kepribadian dalam hidupnya. Riwayat ini dikonseptualisasikan berevolusi dalam tiga fase. Pengertian dalam kesederhanaan fase-fase tersebut maka kita perlu berhenti sejenak untuk diungkapkan kembali secara lebih didaktis.
1) Pertama, ketiga tahapan perkembangan yang diuraiakan diatas mempunyai penjelasan yang jelas terhadap moral. Pada penganut pertama mencakup apa yang disebut para penganut psikoanalisis sebagai perkembangan superego. Fase kedua menyangkut dengan apa yang disebut Mead (1934) belajar mengadopsi persepektif orang lain secara umum. Sedangkan fase ketiga berkaitan denagn pandanagn Durkheim (1925/1961) dan McDougall (1908) sebagai masalah otonomi.
2) Kedua, skema kognitif itu tidak terlalu tampak pada yang bersangkutan dan mereka tidak pula menyadari bahwa skema kognitif tersebut mempengaruhi perilakunya. Struktur kognitif itu merupakan bagian dari suatu dunia yang tidak sempat diuji dahulu keberadaannya dan diterima begitu saja.
3) Ketiga.kepribadian ini merupakan perilaku lahir yang hendaknya tidak di lihat dari sudut penampakannya. Tindakan atau prilaku orang yang menyatakan dalam wawancara pertimbangan moral sebagian juga merupakan penafsiran diri dalam usaha menjelaskan kepada orang lain.
4) Keempat, riwayat menghasilkan perkembangan dan pembelajaran sosial yang,setiap orang menunujukkan perbedaan dalam kedudukan standart moral yang dijadikan arah orientasinya. Sebagian orang juga dapat menyesuiakan diri dengan standar penampilan diri yang diinternalisasinya. Misalnya Synder (1974) yang memantau dirinya dari penelitian. Banyak orang yang tidak mau berorientasi kepada norma-norma diluar maupun dalam,tidak mau menghiraukan standar yang telah diinternalisasinya maupun kepada teman sebayanya.mereka benar-benar asing pada pola budya yang mana pun. Dan ada pula yang berpandangan sebagai pribadi yang telah matang yaitu ada pula keompok yang yang mengadakan keseimbangan antara tuntutan dari kelompok referensi dengan tuntutan dari lingkungan sosial yang langsung.

3.MASALAH KONFORMITAS
Jika dihubungkan dengan masalah konformitas maka mereka yang berbuat sama dengan aturan sosial yang umum berlaku, adalah dianggap sebagai orang yang tidak terlalu cerdas, sebagai orang yang menyelaraskan dirinya dengan kebiasaan atau sebagai moralis (Hogan, 1975). Konformitas itu sebenarnya menyerupai imoralitas dan tidak konformitas dengan kedewasaan. Sebaliknya, mereka yang menolak konformitas dipandang sebagai yang mampu menyesuaikan diri, berinteligensi, cermat dalam persepsinya tentang realitas, dan tidak mau mengikuti orang lain. Dalam pandangan Kohlberg tentang perkembangan penalaran moral ditemukan beberapa hal pokok yang sama. Konsep otonomi digunakan untuk menjelaskan kasus-kasus yang menunjukkan orang melakukan perbuatan yang mungkin oleh beberapa orang disebut sebagai perbuatan moral.
Dalam hal ini, seringkali ketidakpatuhan seseorang dipandang sebagai contoh perbuatan yang otonom. Perilaku otonom itu merupakan suatu corak yang khas, konformitasnya merujuk pada sekelompok evaluator yang internal. Oleh karena itu, menurut pandangan ini kata otonomi hendaknya dibagi menjadi dua pengertian, yaitu pengertian umum yang merujuk kepada otonomi dalam berkonformitas terhadap norma-norma suatu kelompok referensi, dan otonomi dalam pengertian Kohlberg, yang merujuk pada tidak berkonformitas (dalam lingkungan intelektual clan artistik).
Ada 2 cara mengembangkan pandangan Freud terhadap pandangan Kohlberg :
a) Suatu cara yang kurang simpatik karena para penulis tersebut mencoba memberikan legitimasi intelektual terhadap pandangan mereka sendiri yang cenderung bersifat otonom dan nihilistik,serta pandangan mereka yang tidak sejalan itu menjadi aturan.
b) cara yang bersifat lebih simpatik ialah para penulis mencoba menganalisis masalah otonomi,yang telah ada sejak zaman Durkheim hingga sekarang.konsep otonomi itu digunakan untuk menjelaskan kasus-kasus yang menunjukan orang yang melakukan perbuatan yang mungkin oleh beberapa orang disebut perbuatan moral.
Dalam hal diatas ketidakpatuhan warga sering dipandang sebagai contoh perbuatan otonom. Melihat masalah otonom yang begitu penting sudah banyak dianalisis, namun ternyata analisis itu belum secara tuntas, kemudian Kurtines (1974) membantahnya lewat makalah yang disusunnnhya. Ia mengkonfomitasisasikan perbuatannya dengan standar perilakunya pribadi, yang menurutnya kurang relevan dengan norma-norma sosialnya. Pendapat lain muncul oleh Mc Dougall (1908) yang menganggap perilaku otonom sebagai ciri utama kematangan seseorang;Ia menyebutnya sebagai suatu peningkatan perilaku sosial.Mc Dougall mengajukan suatu mekanisme psikologis. Ia juga menganggap mekanisme ini dalam perkembangannya berupa teori tentang kelompok referensi.
Ada 3 hal kelompok referensi internal Mc. Dougall berbeda dengan superego Freudian:
a) Supearego Freud tidak disadari,sedang kelompok referensi internal Mc.Dougall dapat kita rinci, bahkan kita dapat mengevaluasi tuntutan-tuntutannya.
b) Superego Freudian terdiri atas tuntunan dan harapan dari seorang ayah,dan yang lebih tepat lagi tuntutan dan harapan seperti dipersepsikan anak berusia lima-tahunan. sedangkan kelompok internal mc Dougall mencakup guru-guru, teman sejawat yang dihormati dan orang dewasa lain yang dikenalnya.
c) Akhirnya superego Fruedian masih bersifat primitif dan kaku sedangkan kelompok internal Mc Dougall bersifat matang dan luwes.
Dalam sebuah analisis McDougall, prilaku otonom merupakan suatu corak konformitas yang khas, merujuk pada sekelompok evaluator yang internal. Dalam konsep ini sulit dibedakan antara konformitas dan otonomi. Seseorang akan selalu berkonformitas (menyelaraskan diri); hanya yang berbeda dari kelompok sesorang tersebutlah yang akan diharapkannya memberikan penilaian yang baik.

4. PERBEDAAN INDIVIDUAL, KEPRIBADIAN DAN PERILAKU MORAL
Dalam suatu kehidupan banyak sekali perbedaan yang terdapat pada diri seseorang. Corak perbedaan yang paling mendasar dari orang-orang teoritis bervariasi terletak pada: perbedaan dalam corak pengalaman yang telah dialami mereka dalam perkembangan hidupnya, perbedaan dalam fenemologi moralnya; dalam kelompok referensinya dan perbedaan dalam cara dan corak penafsiran dirinya. Dengan adanya perbedaan-perbedaan ini menimbulkan suatu kekaburan ideografis, dalam menentukan mana variabel yang menjelaskan tentang perbedaan itu. Dan salah satu cara untuk memecahkan persoalan yang muncul terkait variabel tolak ukur perbedaan itu ialah teori tentang tipe. Sehingga muncul beberapa teori tentang tipe kepribadian. Tipe kepribadian serta cara mereka berhubungan dengan yang lain diperoleh suatu kesepakatan (Hogan, 1982). Teori tentang tipe kepribadian yang paling heuristik dan secara empiris menunjukkan keabsahannya, karya yang dihasilkan Holland (1973). Ia mengungkapkan dalam kepribadian terdapat enam tipe yaitu: tipe realistis, tipe penyelidik atau investigatif, tipe artistik, tipe sosial, tipe perintis atau enterprising dan tipe konvesional.
a. Tipe Realistik
Tipe kepribadian ini lebih suka bekerja keras dengan menggunakan alat-alat dalam melaksanakan tugas. Model tipe ini cenderung bersifat jantan, kuat, berani, tidak sosial, agresif, memiliki kecakapan dan koordinasi, motorik yang baik, tetapi kurang memiliki kecakapan verbal dan hubungan antara pribadi. Individu yang memiliki tipe ini lebih senang menangani masalah-masalah yang kongkrit daripada yang abstrak. Tipe realistis bersikap praktis, bebas, introvet dan berpotensi teknis. Orang-orang dengan tipe kepribadian ini misalnya, para insinyur dan ahli bedah.
b. Tipe Kepribadian Investigatif
Tipe kepribadian Investigatif ini ditandai dengan adanya suatu tugas-tugas yang memerlukan kemampuan bersifat abstrak dan kreatif, didalam lingkungan ini individu lebih menyukai metode yang menggunakan berfikir secara logis untuk menangani permasalahan-permasalahan yang dihadapinya. Individu yang memiliki tipe kepribadian ini akan lebih tertarik pada permasalahan yang belum bisa terselesaikan dan akan mencari solusinya secara rasional. Tipe penyelidik atau investigatif bersifat teoritis, bebas, introvert dan berorientasi ilmiah. Orang-orang yang memiliki tipe kepribadian ini misalnya, para peneliti sains.
c. Tipe Artistik
Didalam lingkungan tipe ini, memunyai tipe yang bebas dan terbuka untuk melakukan sebuah kreativitas dan ekspresi pribadi. Orang dengan tipe ini lebih suka untuk mengekspresikan dirinya dalam kebebasan yang tidak sistematis. Tipe ini memerlukan bentuk-bentuk ekspresi yang bersifat individualistik seperti lebih bersifat kewanitaan, sering menghadapi hambatan emosional dan lebih menyukai menghadapi permasalahan yang terjadi di dalam lingkungannya melalui mengekspresikan di dalam media masa. Tipe artistik bersifat prinsipal (berpegang pada prinsip), kreatif, tidak konfromis dan suka membantu. Orang dengan tipe kepribadian ini misalnya, para filsuf dan seniman..
d. Tipe sosial
Tipe sosial bersifat idealis, ekstrovert, dan suka menolong, meliputi para punggawa gereja, dan pekerja sosial. Lingkungan sosial adalah tempat dimana seseorang berhubungan dengan orang lain, dimana hal itu diperlukan kemampuan untuk menginterpretasikan dan mengubah perilaku untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dan dalam hal tersebut tetap berpegang dalam nilai-nilai kemanusiaan. Orang dengan tipe ini adalah orang yang suka atau tertarik pada kegiatan kemanusiaan, menolong sesama dan memiliki sikap tanggung jawab yang tinggi.
e. Tipe Enterpresing
Lingkungan Enerprising ini selalu ditandai oleh tugas yang kemampuan verbal yang diperlukan diutamakan untuk mengarahkan ataupun mempengaruhi orang lain. Tipe ini mempunyai model kecakapan barbahasa, mendominasi dan memimpin karena menanggap dirinya jantan, kuat, berbahasa baik, intelektual baik dan mudah menyesuaikan diri. Tipe perintis atau enterprise bersifat ekstravert, berorientasi pada status, dan berhaluan politik, yang tergolong tipe ini misalnya , para ahli hukum dan rektor universitas.
f.Tipe Kepribadian Konvensional
Diantara lingkungan konvesial adalah lingkungan kantor dimana dalam sebuah kantor diperlukan data-data untuk mengcopy bahan-bahan dan mrngorganisasikan laporan. Hal yang diperlukan untuk bekerja dengan baik pada lingkungan konvesional yaitu kemampuan administrasi, kemampuan berorganisasi, kepercayaan, dan kemampuan untuk disiplin. Tipe kepribadian konvesional yaitu individu-individu konvesional cenderung seseorang yang menghargai uang, dapat di andalkan,dan memiliki kemampuan menjalankan aturan dan perintah. Kepribadian konvesional kekuatannya terletak pada managemen dan numerik yang digunakan untuk memecahkan masalah. Tipe ini cenderung menyenangi kegiatan verbal, ia menyenangi bahasa yang tersusun dengan baik, menghindari segala situasi yang kabur dan kenyataan materi. Tipe konvensional pandai menyesuaikan diri, cermat pada hal-hal kecil atau detail, dan berorientasi pada keuangan, yang termasuk dalam tipe ini antara lain, para akuntan, para perantara dan sebagainya.
Ada tiga pandangan atas tipe-tipe kepribadian diatas yaitu: pertama, manusia diklasifikasi berdasarkan persamaannya dalam keenam tipe kepribadian yang disebut diatas, dasar pendapat ini cukup empiris (Hogan, 1982). Dari tipe kepribadiaan ini masing-masing individu manusia dapat dilihat corak perbedaannya. Persamaan ini merupakan penentu dari corak perbedaan yang timbul dari masing-masing individu. Setiap individu pasti memiliki tipe kepribadian yang berbeda dengan individu lainnya, sehingga dapat ditarik suatu perbedaaan yang dapat membedakan masing-masing individu.
Kedua, masing-masing tipe kepribadian itu dapat ditentukan karakteriknya yang khas atas dasar sosok moral yang dapat dibedakan dari yang lainnya, serta dapat dirumuskan berdasarkan tipe yang selaras dengannya. Masing-masing tipe kepribadian melahirkan suatu dasar dari moral seseorang dan dapat menjadi suatu acuan dari tindakan seseorang. Dengan melihat dari dasar moral tersebut perbedaan antar individual dapat tampak secara nyata. Ketiga, sosok moral yang oleh para ahli psikologi di karakterisasi sebagai peningkatan status moral yang sudah matang, tetapi penggolongannya itu tidak didukung oleh dasar logika atau tidak empiris.
Tipe-tipe kepribadian akan memiliki orientasi moral yang berbeda, perkiraan ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan Hogan selama bertahun-tahun. Penelitian-penelitian tersebut pada umumnya menyangkut berbagai indeks tindakan moral yang divalidasi dengan baik. Sosialisasi memprediksi seberapa jauh orang mengikuti aturan atau melanggar, empati memprediksi kepekaan terhadap masalah-masalah moral terhadap harapan orang. Kebebasan dalam mengadakan pertimbangan keunikan memprediksikan ketidak konfromitasan secara otonom pada para mahasiswa. demikianlah berbagai korelasi ini menunjukkan suatu gambaran mengenai seberapa jauhkah perbuatan moral bervariasi dibandingkan dengan keenam tipe kepribadian itu.
Diuraikan pula hubungan antara tipe kepribadian dengan keempat pengukuran berpikir moral. Yang hubungan itu secara berturut-turut mengukur sejauh manakah seseorang mendasarkan penggambilan keputusan moralnya pada: (1) pertimbangan mengenai aturan prosedural yang cocok; (2) pertimbangan berkaitan dengan kebutuhan dan harapan orang lain; (3) pertimbangan mengenai prinsip-prinsip tertentu; dan (4) pertimbangan religius.orientasi moral yang diharapkan (dianggap matang) tampil sebagai orientasi moral itu sendiri.

C. KESIMPULAN
Akan kami rangkum sesuai dengan pembahasan yang telah yang diuraikan diatas. Dapat dirumuskan dalam tiga pernyataan yang sederhana.
1. Struktur kepribadian, pencerminan diri seseorang yang terjadi pada riwayat perkembangannya yang terbentuk dari berbagai factor yang melibatkan kelompok sebaya,keluarga,dan pekerjaannya akan terbentuk tergantung pada tingkatan usia yang bersangkutan.
2. struktur kepribadian mempunyai komponen yang terdiri atas :gambaran diri,taktik penafsiran diri, pandangan tentang harapan orang.
3. perbedaan berdasarkan pada enam tipe kepribadian dan setiap kepribadian memiliki orientasi yang berbeda dan khas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar