Ada tiga ciri yang menonjol
dari kemiskinan di Indonesia, yakni: Pertama, banyak rumah
tangga yang berada disekitar garis kemiskinan nasional, yang setara
dengan pendapatan perkapita sebesar 1,55 USD per hari, sehingga
banyak penduduk yang meskipun tergolong tidak miskin tetapi rentan
terhadap kemiskinan. Kedua, ukuran kemiskinan didasarkan pada
pendapatan, sehingga tidak menggambarkan batas kemiskinan yang
sebenarnya. Banyak orang yang mungkin tidak tergolong miskin dari
segi pendapatan dapat dikategorikan sebagai miskin atas dasar
kurangnya akses terhadap pelayanan dasar serta rendahnya
indikator-indikator pembangunan manusia. Ketiga, mengingat
sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah
merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia.
- Banyak Penduduk Indonesia Rentan Terhadap Kemiskinan
Angka kemiskinan nasional
menyembunyikan sejumlah besar penduduk yang hidup sedikit saja di
atas garis kemiskinan nasional. Hampir 42% dari seluruh rakyat
Indonesia hidup diantara garis kemiskinan 1 hingga 2 USD per hari,
suatu aspek kemiskinan yang luar biasa dan menentukan di Indonesia.
Analisis menunjukkan bahwa perbedaan antara orang miskin dan yang
hampir miskin sangat kecil. Hal ini menunjukkan bahwa strategi
pengentasan kemiskinan hendaknya dipusatkan pada perbaikan
kesejahteraan mereka yang masuk dalam dua kelompok kuintil
berpenghasilan paling rendah. Hal ini juga berarti bahwa kerentanan
untuk jatuh miskin sangat tinggi di Indonesia. Walaupun hasil
survey BPS pada tahun 2004 menunjukkan hanya sebesar 16,7% penduduk
Indonesia yang tergolong miskin, namun harus diketahui pula bahwa
lebih dari 59% dari mereka pernah jatuh miskin dalam periode satu
tahun sebelum survei dilaksanakan. Data terakhir juga mengindikasikan
tingkat pergerakan tinggi (masuk dan keluar) kemiskinan selama
periode tersebut, lebih dari 38% rumah tangga miskin pada tahun 2004
tidak miskin pada tahun 2003.
- Kemiskinan Dari Segi Non-Pendapatan Adalah Masalah Yang Lebih Serius Dibandingkan Dari Kemiskinan Dari Segi Pendapatan.
Apabila kita memperhitungkan
semua dimensi kesejahteraan, antara lain: konsumsi yang memadai,
kerentanan yang berkurang, pendidikan, kesehatan dan akses terhadap
infrastruktur dasar, maka hampir separuh rakyat Indonesia dapat
dianggap telah mengalami paling sedikit satu jenis kemiskinan. Dalam
beberapa tahun terakhir, Indonesia memang telah mencapai beberapa
kemajuan di bidang pengembangan manusia. Telah terjadi perbaikan
nyata pencapaian pendidikan pada tingkat sekolah dasar; perbaikan
dalam cakupan pelayanan kesehatan dasar (khususnya dalam hal bantuan
persalinan dan imunisasi); dan pengurangan sangat besar dalam angka
kematian anak. Akan tetapi, untuk beberapa indikator yang terkait
dengan MDGs, Indonesia gagal mencapai kemajuan yang berarti dan
tertinggal dari negara-negara lain di kawasan yang sama.
Bidang-bidang khusus yang patut diwaspadai adalah:
- Angka gizi buruk (malnutrisi) yang tinggi dan bahkan meningkat pada tahun-tahun terakhir: seperempat anak di bawah usia lima tahun menderita gizi buruk di Indonesia, dengan angka gizi buruk tetap sama dalam tahun tahun terakhir kendati telah terjadi penurunan angka kemiskinan.
- Kesehatan ibu yang jauh lebih buruk dibandingkan dengan negara-negara di kawasan yang sama terlihat dari angka kematian ibu di Indonesia sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup, atau bisa dikatakan tiga kali lebih besar dari Vietnam dan enam kali lebih besar dari Cina dan Malaysia. Indikator lain adalah fakta bahwa hanya sekitar 72% persalinan dibantu oleh bidan terlatih.
- Lemahnya hasil pendidikan. Angka melanjutkan dari sekolah dasar ke sekolah menengah masih rendah, khususnya di antara penduduk miskin: di antara kelompok umur 16-18 tahun pada kuintil termiskin, hanya 55% yang lulus SMP, sedangkan angka untuk kuintil terkaya adalah 89% untuk kohor yang sama.
- Rendahnya akses terhadap air bersih, khususnya di antara penduduk miskin. Untuk kuintil paling rendah, hanya sebanyak 48% yang memiliki akses air bersih di daerah pedesaan, sedangkan untuk perkotaan adalah sebanyak 78 %.
- Akses terhadap sanitasi merupakan masalah sangat penting. Sebanyak 80% penduduk miskin di pedesaan dan 59% penduduk miskin di perkotaan tidak memiliki akses terhadap tangki septik, sementara itu hanya kurang dari satu % dari seluruh penduduk Indonesia yang terlayani oleh saluran pembuangan kotoran berpipa.
- Perbedaan antar daerah yang besar di bidang kemiskinan.
Keragaman
antar daerah merupakan ciri khas Indonesia, di antaranya tercerminkan
dengan adanya perbedaan antara daerah pedesaan dan perkotaan. Di
pedesaan, terdapat sekitar 57 % dari orang miskin di Indonesia yang
juga seringkali tidak memiliki akses terhadap pelayanan infrastruktur
dasar: hanya sekitar 50% masyarakat miskin di pedesaan mempunyai
akses terhadap sumber air bersih, dibandingkan dengan 80% bagi
masyarakat miskin di perkotaan. Tetapi yang penting, dengan melintasi
kepulauan Indonesia yang sangat luas, akan ditemui perbedaan dalam
kantong-kantong kemiskinan di dalam daerah itu sendiri. Misalnya,
angka kemiskinan di Jawa/Bali adalah 15,7%, sedangkan di Papua adalah
38,7%.
Pelayanan
dasar juga tidak merata antar daerah, karena kurangnya sarana di
daerah-daerah terpencil. Di Jawa, rata-rata jarak rumah tangga ke
puskesmas terdekat adalah empat kilometer, sedangkan di Papua 32
kilometer. Sementara itu, 66% kuintil termiskin di Jawa/Bali
mempunyai akses terhadap air bersih, sedangkan untuk Kalimantan hanya
35% dan untuk Papua hanya 9%. Tantangan yang dihadapi oleh
pemerintah, yakni walaupun tingkat kemiskinan jauh lebih tinggi di
Indonesia Bagian Timur dan di daerah-daerah terpencil, tetapi
kebanyakan dari rakyat miskin hidup di Indonesia Bagian Barat yang
berpenduduk padat. Contohnya, walaupun angka kemiskinan di Jawa/Bali
relatif rendah, pulau-pulau tersebut dihuni oleh 57% dari jumlah
total rakyat miskin Indonesia, dibandingkan dengan Papua, yang hanya
memiliki 3 % dari jumlah total rakyat
miskin.
Tiga cara untuk membantu
mengangkat diri dari kemiskinan adalah melalui pertumbuhan ekonomi,
layanan masyarakat dan pengeluaran pemerintah. Masing-masing cara
tersebut menangani minimal satu dari tiga ciri utama kemiskinan di
Indonesia, yaitu: Kerentanan, Sifat multi-dimensi dan Keragaman antar
daerah. Dengan kata lain, strategi pengentasan kemiskinan yang
efektif bagi Indonesia terdiri dari tiga komponen:
- Membuat Pertumbuhan Ekonomi Bermanfaat bagi Rakyat Miskin.
Pertumbuhan ekonomi telah dan
akan tetap menjadi landasan bagi pengentasan kemiskinan. Pertama,
langkah membuat pertumbuhan bermanfaat bagi rakyat miskin merupakan
kunci bagi upaya untuk mengkaitkan masyarakat miskin dengan proses
pertumbuhan-baik dalam konteks pedesaan-perkotaan ataupun dalam
berbagai pengelompokan berdasarkan daerah dan pulau. Hal ini sangat
mendasar dalam menangani aspek perbedaan antar daerah. Kedua, dalam
menangani ciri kerentanan kemiskinan yang berkaitan dengan padatnya
konsentrasi distribusi pendapatan di Indonesia, apapun yang dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat akan dapat dengan cepat mengurangi
angka kemiskinan serta kerentanan kemiskinan.
- Membuat Layanan Sosial Bermanfaat bagi Rakyat Miskin.
Penyediaan layanan sosial bagi
rakyat miskin baik oleh sektor pemerintah ataupun sektor
swasta-adalah mutlak dalam penanganan kemiskinan di Indonesia.
Pertama, hal itu merupakan kunci dalam menyikapi dimensi
non-pendapatan kemiskinan di Indonesia. Indikator pembangunan manusia
yang kurang baik, misalnya Angka Kematian Ibu yang tinggi, harus
diatasi dengan memperbaiki kualitas layanan yang tersedia untuk
masyarakat miskin. Hal ini lebih dari sekedar persoalan yang bekaitan
dengan pengeluaran pemerintah, karena berkaitan dengan perbaikan
sistem pertanggungjawaban, mekanisme penyediaan layanan, dan bahkan
proses kepemerintahan. Kedua, ciri keragaman antar daerah kebanyakan
dicerminkan oleh perbedaan dalam akses terhadap layanan, yang pada
akhirnya mengakibatkan adanya perbedaan dalam pencapaian indikator
pembangunan manusia di berbagai daerah. Dengan demikian, membuat
layanan masyarakat bermanfaat bagi rakyat miskin merupakan kunci
dalam menangani masalah kemiskinan dalam konteks keragaman antar
daerah.
- Membuat Pengeluaran Pemerintah Bermanfaat bagi Rakyat Miskin.
Disamping pertumbuhan ekonomi
dan layanan sosial, dengan menentukan sasaran pengeluaran untuk
rakyat miskin, pemerintah dapat membantu mereka dalam menghadapi
kemiskinan (baik dari segi pendapatan maupun non-pendapatan).
Pertama, pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk membantu mereka
yang rentan terhadap kemiskinan dari segi pendapatan melalui suatu
sistem perlindungan sosial modern yang meningkatkan kemampuan mereka
sendiri untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi. Kedua, pengeluaran
pemerintah dapat digunakan untuk memperbaiki indikator-indikator
pembangunan manusia, sehingga dapat mengatasi kemiskinan dari aspek
non-pendapatan. Membuat pengeluaran bermanfaat bagi masyarakat miskin
sangat menentukan saat ini, terutama mengingat adanya peluang dari
sisi fiskal yang ada di Indonesia saat kini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar