Rabu, 26 Juni 2013

DIMENSI KEMISKINAN DI INDONESIA

Ada tiga ciri yang menonjol dari kemiskinan di Indonesia, yakni: Pertama, banyak rumah tangga yang berada disekitar garis kemiskinan nasional, yang setara dengan pendapatan perkapita sebesar 1,55 USD per hari, sehingga banyak penduduk yang meskipun tergolong tidak miskin tetapi rentan terhadap kemiskinan. Kedua, ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan, sehingga tidak menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Banyak orang yang mungkin tidak tergolong miskin dari segi pendapatan dapat dikategorikan sebagai miskin atas dasar kurangnya akses terhadap pelayanan dasar serta rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia. Ketiga, mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia. 
 
      1. Banyak Penduduk Indonesia Rentan Terhadap Kemiskinan
Angka kemiskinan nasional menyembunyikan sejumlah besar penduduk yang hidup sedikit saja di atas garis kemiskinan nasional. Hampir 42% dari seluruh rakyat Indonesia hidup diantara garis kemiskinan 1 hingga 2 USD per hari, suatu aspek kemiskinan yang luar biasa dan menentukan di Indonesia. Analisis menunjukkan bahwa perbedaan antara orang miskin dan yang hampir miskin sangat kecil. Hal ini menunjukkan bahwa strategi pengentasan kemiskinan hendaknya dipusatkan pada perbaikan kesejahteraan mereka yang masuk dalam dua kelompok kuintil berpenghasilan paling rendah. Hal ini juga berarti bahwa kerentanan untuk jatuh miskin sangat tinggi di Indonesia. Walaupun hasil survey BPS pada tahun 2004 menunjukkan hanya sebesar 16,7% penduduk Indonesia yang tergolong miskin, namun harus diketahui pula bahwa lebih dari 59% dari mereka pernah jatuh miskin dalam periode satu tahun sebelum survei dilaksanakan. Data terakhir juga mengindikasikan tingkat pergerakan tinggi (masuk dan keluar) kemiskinan selama periode tersebut, lebih dari 38% rumah tangga miskin pada tahun 2004 tidak miskin pada tahun 2003.

      1. Kemiskinan Dari Segi Non-Pendapatan Adalah Masalah Yang Lebih Serius Dibandingkan Dari Kemiskinan Dari Segi Pendapatan.
Apabila kita memperhitungkan semua dimensi kesejahteraan, antara lain: konsumsi yang memadai, kerentanan yang berkurang, pendidikan, kesehatan dan akses terhadap infrastruktur dasar, maka hampir separuh rakyat Indonesia dapat dianggap telah mengalami paling sedikit satu jenis kemiskinan. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia memang telah mencapai beberapa kemajuan di bidang pengembangan manusia. Telah terjadi perbaikan nyata pencapaian pendidikan pada tingkat sekolah dasar; perbaikan dalam cakupan pelayanan kesehatan dasar (khususnya dalam hal bantuan persalinan dan imunisasi); dan pengurangan sangat besar dalam angka kematian anak. Akan tetapi, untuk beberapa indikator yang terkait dengan MDGs, Indonesia gagal mencapai kemajuan yang berarti dan tertinggal dari negara-negara lain di kawasan yang sama. Bidang-bidang khusus yang patut diwaspadai adalah:
  1. Angka gizi buruk (malnutrisi) yang tinggi dan bahkan meningkat pada tahun-tahun terakhir: seperempat anak di bawah usia lima tahun menderita gizi buruk di Indonesia, dengan angka gizi buruk tetap sama dalam tahun tahun terakhir kendati telah terjadi penurunan angka kemiskinan.

  2. Kesehatan ibu yang jauh lebih buruk dibandingkan dengan negara-negara di kawasan yang sama terlihat dari angka kematian ibu di Indonesia sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup, atau bisa dikatakan tiga kali lebih besar dari Vietnam dan enam kali lebih besar dari Cina dan Malaysia. Indikator lain adalah fakta bahwa hanya sekitar 72% persalinan dibantu oleh bidan terlatih.

  3. Lemahnya hasil pendidikan. Angka melanjutkan dari sekolah dasar ke sekolah menengah masih rendah, khususnya di antara penduduk miskin: di antara kelompok umur 16-18 tahun pada kuintil termiskin, hanya 55% yang lulus SMP, sedangkan angka untuk kuintil terkaya adalah 89% untuk kohor yang sama.

  4. Rendahnya akses terhadap air bersih, khususnya di antara penduduk miskin. Untuk kuintil paling rendah, hanya sebanyak 48% yang memiliki akses air bersih di daerah pedesaan, sedangkan untuk perkotaan adalah sebanyak 78 %.

  5. Akses terhadap sanitasi merupakan masalah sangat penting. Sebanyak 80% penduduk miskin di pedesaan dan 59% penduduk miskin di perkotaan tidak memiliki akses terhadap tangki septik, sementara itu hanya kurang dari satu % dari seluruh penduduk Indonesia yang terlayani oleh saluran pembuangan kotoran berpipa.

      1. Perbedaan antar daerah yang besar di bidang kemiskinan.
Keragaman antar daerah merupakan ciri khas Indonesia, di antaranya tercerminkan dengan adanya perbedaan antara daerah pedesaan dan perkotaan. Di pedesaan, terdapat sekitar 57 % dari orang miskin di Indonesia yang juga seringkali tidak memiliki akses terhadap pelayanan infrastruktur dasar: hanya sekitar 50% masyarakat miskin di pedesaan mempunyai akses terhadap sumber air bersih, dibandingkan dengan 80% bagi masyarakat miskin di perkotaan. Tetapi yang penting, dengan melintasi kepulauan Indonesia yang sangat luas, akan ditemui perbedaan dalam kantong-kantong kemiskinan di dalam daerah itu sendiri. Misalnya, angka kemiskinan di Jawa/Bali adalah 15,7%, sedangkan di Papua adalah 38,7%.

Pelayanan dasar juga tidak merata antar daerah, karena kurangnya sarana di daerah-daerah terpencil. Di Jawa, rata-rata jarak rumah tangga ke puskesmas terdekat adalah empat kilometer, sedangkan di Papua 32 kilometer. Sementara itu, 66% kuintil termiskin di Jawa/Bali mempunyai akses terhadap air bersih, sedangkan untuk Kalimantan hanya 35% dan untuk Papua hanya 9%. Tantangan yang dihadapi oleh pemerintah, yakni walaupun tingkat kemiskinan jauh lebih tinggi di Indonesia Bagian Timur dan di daerah-daerah terpencil, tetapi kebanyakan dari rakyat miskin hidup di Indonesia Bagian Barat yang berpenduduk padat. Contohnya, walaupun angka kemiskinan di Jawa/Bali relatif rendah, pulau-pulau tersebut dihuni oleh 57% dari jumlah total rakyat miskin Indonesia, dibandingkan dengan Papua, yang hanya memiliki 3 % dari jumlah total rakyat miskin.

Tiga cara untuk membantu mengangkat diri dari kemiskinan adalah melalui pertumbuhan ekonomi, layanan masyarakat dan pengeluaran pemerintah. Masing-masing cara tersebut menangani minimal satu dari tiga ciri utama kemiskinan di Indonesia, yaitu: Kerentanan, Sifat multi-dimensi dan Keragaman antar daerah. Dengan kata lain, strategi pengentasan kemiskinan yang efektif bagi Indonesia terdiri dari tiga komponen:

  1. Membuat Pertumbuhan Ekonomi Bermanfaat bagi Rakyat Miskin.
Pertumbuhan ekonomi telah dan akan tetap menjadi landasan bagi pengentasan kemiskinan. Pertama, langkah membuat pertumbuhan bermanfaat bagi rakyat miskin merupakan kunci bagi upaya untuk mengkaitkan masyarakat miskin dengan proses pertumbuhan-baik dalam konteks pedesaan-perkotaan ataupun dalam berbagai pengelompokan berdasarkan daerah dan pulau. Hal ini sangat mendasar dalam menangani aspek perbedaan antar daerah. Kedua, dalam menangani ciri kerentanan kemiskinan yang berkaitan dengan padatnya konsentrasi distribusi pendapatan di Indonesia, apapun yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat akan dapat dengan cepat mengurangi angka kemiskinan serta kerentanan kemiskinan.
  1. Membuat Layanan Sosial Bermanfaat bagi Rakyat Miskin.
Penyediaan layanan sosial bagi rakyat miskin baik oleh sektor pemerintah ataupun sektor swasta-adalah mutlak dalam penanganan kemiskinan di Indonesia. Pertama, hal itu merupakan kunci dalam menyikapi dimensi non-pendapatan kemiskinan di Indonesia. Indikator pembangunan manusia yang kurang baik, misalnya Angka Kematian Ibu yang tinggi, harus diatasi dengan memperbaiki kualitas layanan yang tersedia untuk masyarakat miskin. Hal ini lebih dari sekedar persoalan yang bekaitan dengan pengeluaran pemerintah, karena berkaitan dengan perbaikan sistem pertanggungjawaban, mekanisme penyediaan layanan, dan bahkan proses kepemerintahan. Kedua, ciri keragaman antar daerah kebanyakan dicerminkan oleh perbedaan dalam akses terhadap layanan, yang pada akhirnya mengakibatkan adanya perbedaan dalam pencapaian indikator pembangunan manusia di berbagai daerah. Dengan demikian, membuat layanan masyarakat bermanfaat bagi rakyat miskin merupakan kunci dalam menangani masalah kemiskinan dalam konteks keragaman antar daerah.
  1. Membuat Pengeluaran Pemerintah Bermanfaat bagi Rakyat Miskin.
Disamping pertumbuhan ekonomi dan layanan sosial, dengan menentukan sasaran pengeluaran untuk rakyat miskin, pemerintah dapat membantu mereka dalam menghadapi kemiskinan (baik dari segi pendapatan maupun non-pendapatan). Pertama, pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk membantu mereka yang rentan terhadap kemiskinan dari segi pendapatan melalui suatu sistem perlindungan sosial modern yang meningkatkan kemampuan mereka sendiri untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi. Kedua, pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk memperbaiki indikator-indikator pembangunan manusia, sehingga dapat mengatasi kemiskinan dari aspek non-pendapatan. Membuat pengeluaran bermanfaat bagi masyarakat miskin sangat menentukan saat ini, terutama mengingat adanya peluang dari sisi fiskal yang ada di Indonesia saat kini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar