LAUT
TERRITORIAL
Dahulu sejarah
penentuan laut territorial menurut teori yang merupakan penyempurnaan
dari teori Bartolus, laut yang berdekatan dengan pantai dijadikan
bagian dari wilayah negara pantai sehingga lenyaplah perbedaan antara
imperium (kedaulatan) dan dominium (kepemilikan) yang dibuat oleh
Grotius. Pontanus dapat dianggap sebagai pencipta yang sebenarnya
dari konsepsi laut teritorial yang dikenal dalam hukum laut sekarang.
Seratus tahun setelah terbitnya Mare Liberium, Cornelius van
Bynkershoek (Belanda) menulis buku De Dominio Maris
Dissertatio yang menolak dalil John Selden yang mengklaim
bagian-bagian laut yang luas bagi negara pantai, dengan menyarankan
suatu jalur tertentu (dengan ukuran lebar yang tidak terlalu besar)
di bawah kedaulatan negara pantai. Sehingga dikenal suatu azas
penguasaan laut dari darat berupa suatu Kaidah Tembakan Meriam, yaitu
berbunyi :”kedaulatan teritorial berakhir dimana kekuatan senjata
berakhir”. Dalam sejarahnya ada beberapa ukuran yang dipergunakan
untuk menetapkan lebar laut teritorial sebagai jalur yang berada di
bawah kedaulatan negara pantai, yaitu :
1. Ukuran tembakan
meriam.
2. Ukuran pandangan mata.
3. Ukuran marine
league.
Setelah itu baru
muncul ukuran tiga mil laut yang dalam jangka panjang waktu cukup
lama dianggap sebagai ukuran lebar laut teritorial yang berlaku umum.
Usaha untuk mencoba menggambarkan kaidah tembakan meriam dalam ukuran
jarak yang konkrit pertama kali dilakukan oleh Galiani (Italia)
dengan menghubungkannya dengan suatu jalur netralitas yang lebarnya
tiga mil, selanjutnya Domenico Anzuni (Italia) lebih terkenal lagi
sebagai orang yang menyamakan kaidah tembakan meriam 3 mil. Terjadi
kekeliruan seperti penulis George Friedrich Von Marten yang tidak
menyamakan dengan tiga mil melainkan dengan tiga league (suatu ukuran
dengan panjangnya tiga mil). Diundangkannya Territorial Waters
Jurisdiction Act (1878) oleh Inggris, memperjelas ukuran tiga mil
sebagai kaidah yang berdiri sendiri apalagi saat itu kedudukan armada
perang dan niaganya dengan negara-negara Eropa Barat lainnya dan
Amerika Serikat yang semuanya menganut kaidah tiga mil, memberikan
kesan ini berlaku umum.
Kemudian,
pengertian laut territorial berdasarkan ketentuan Pasal 2 UNCLOS 1982
yaitu Kedaulatan suatu Negara pantai, selain wilayah daratan dan
perairan pedalamannya, dan dalam hal suatu Negara kepulauan, perairan
kepulauannya, meliputi pula suatu jalur laut yang berbatasan
dengannya.
Penetuan
lebar laut territorial berdasarkan ketentuan Pasal 3 UNCLOS 1982
yaitu Setiap Negara berhak menetapkan lebar laut territorialnya
hingga suatu batas yang tidak melebihi 12 mil laut, diukur dari garis
pangkal yang ditentukan sesuai dengan konstitusi.
PERAIRAN
PEDALAMAN ( INTERNAL WATERS )
Dalam pasal 8 ayat
(1) United Nations Conventions on the Law of the Sea (UNCLOS 1982)
disebutkan bahwa yang dinamakan Perairan Pedalaman adalah perairan
pada sisi darat garis pangkal laut teritorial. Pasal tersebut
selengkapnya berbunyi, “perairan pada sisi darat garis pangkal laut
territorial merupakan bagian perairan pedalaman negara tersebut”.
Sedangkan dalam pasal 3 (4) UU No. 6 Tahun 1996 Tentang Perairan
Indonesia disebutkan bahwa, “Perairan Pedalaman Indonesia adalah
semua perairan yang terletak pada sisi darat dari garis air rendah
dari pantai-pantai Indonesia, termasuk kedalamnya semua bagian dari
perairan yang terletak pada sisi darat dari suatu garis penutup
sebagaimana dimaksud dalam pasal 7.
Perairan
Pedalaman Indonesia terdiri atas:
a. Laut pedalaman
b. Perairan darat
Selanjutnya, laut pedalaman menurut pengertian undang-undang ini adalah bagian laut yang terletak pada sisi darat dari garis penutup, pada sisi laut dan gari air rendah. Sedangkan Perairan Darat adalah segala perairan yang terletak pada sisa darat dari garis air rendah, kecuali pada mulut sungai perairan darat adalah segala perairan yang terletak pada sisi darat dari garis penutup mulut sungai.
Perincian dari Perairan Indonesia berdasarkan ketentuan-ketentuan dari UU No. 4/Prp tahun 1960 (sekarang UU No. 6 Tahun 1996), hukum laut secara tradisional mengadakan pembagian laut atas laut lepas, laut wilayah dan perairan pedalaman. Dilaut lepas, terdapat rezim kebebasan berlayar bagi semua kapal, dilaut wilayah berlaku rezim lintas damai bagi kapal-kapal asing dan diperairan pedalaman hak lintas damai ini tidak ada. Sedangkan bagi Indonesia, karena adanya bagian-bagian laut lepas atau laut wilayah yang menjadi laut pedalaman karena penarikan garis dasar lurus dari ujung ke ujung, pembagian perairan Indonesai agak sedikit berbeda dengan negara-negara lain. Sesuai dengan UU No. 4 /Perp Tahun 1960 tersebut, perairan Indonesia terdiri dari laut wilayah dan perairan Pedalaman. Perairan pedalaman ini dibagi pula atas laut pedalaman dan perairan daratan. Mengenai hak lintas damai dilaut wilayah, tidak ada persoalan karena telah merupakan suatu ketentuan yang telah diterima dan dijamin oleh hukum internasional. Dilaut wilayah perairan Indonesia, kapal semua negara baik berpantai atau tidak berpantai, menikmati hak lintas damai melalui laut teritorial (pasal 17 konvensi).
a. Laut pedalaman
b. Perairan darat
Selanjutnya, laut pedalaman menurut pengertian undang-undang ini adalah bagian laut yang terletak pada sisi darat dari garis penutup, pada sisi laut dan gari air rendah. Sedangkan Perairan Darat adalah segala perairan yang terletak pada sisa darat dari garis air rendah, kecuali pada mulut sungai perairan darat adalah segala perairan yang terletak pada sisi darat dari garis penutup mulut sungai.
Perincian dari Perairan Indonesia berdasarkan ketentuan-ketentuan dari UU No. 4/Prp tahun 1960 (sekarang UU No. 6 Tahun 1996), hukum laut secara tradisional mengadakan pembagian laut atas laut lepas, laut wilayah dan perairan pedalaman. Dilaut lepas, terdapat rezim kebebasan berlayar bagi semua kapal, dilaut wilayah berlaku rezim lintas damai bagi kapal-kapal asing dan diperairan pedalaman hak lintas damai ini tidak ada. Sedangkan bagi Indonesia, karena adanya bagian-bagian laut lepas atau laut wilayah yang menjadi laut pedalaman karena penarikan garis dasar lurus dari ujung ke ujung, pembagian perairan Indonesai agak sedikit berbeda dengan negara-negara lain. Sesuai dengan UU No. 4 /Perp Tahun 1960 tersebut, perairan Indonesia terdiri dari laut wilayah dan perairan Pedalaman. Perairan pedalaman ini dibagi pula atas laut pedalaman dan perairan daratan. Mengenai hak lintas damai dilaut wilayah, tidak ada persoalan karena telah merupakan suatu ketentuan yang telah diterima dan dijamin oleh hukum internasional. Dilaut wilayah perairan Indonesia, kapal semua negara baik berpantai atau tidak berpantai, menikmati hak lintas damai melalui laut teritorial (pasal 17 konvensi).
Perairan
pedalaman Indonesia adalah sepenuhnya berada di bawah kedaulatan
Negara Indonesia, sampai saat ini Indonesia belum menetapkan wilayah
perairan pedalaman, dengan identifikasinya. Selain itu di perairan
pedalaman tersebut terdapat pelabuhan tempat bongkar muat barang
ekspor-impor dari dan ke Indonesia. Dalam konteks pembangunan ekonomi
nasional Indonesia, pelabuhan-pelabuhan yang ada di Indonesia sudah
seharusnya mempunyai standar internasional dan mampu bersaing secara
global dengan pelabuhanpelabuhan luar negeri. Indonesia wajib
memberikan keamanan dan keselamatan pelayaran internasional sejalan
dengan International Ship and Port
Facility Security (ISPS) Code
yang diadopsi oleh International
Maritime Organization (IMO) tanggal
12 Desember 2002.
Di
samping itu, perairan pedalaman Indonesia sering dijadikan tempat
pembuangan limbah sehingga perairan pedalaman di beberapa tempat di
Indonesia sering tampak kotor, dan mungkin terjadi pencemaran
lingkungan laut dan perusakan habitatnya. Apabila pemerintah
membiarkan keadaan tersebut di perairan pedalaman, maka dapat
dianggap telah melanggar kewajiban negara untuk melindungi dan
melestarikan lingkungan laut sebagaimana ditegaskan oleh Pasal 192
Konvensi Hukum Laut 1982 yang berbunyi : “States
have the obligation to protect and
preserve the marine environment”.
Kewajiban Indonesia di perairan pedalaman adalah untuk kepentingan
Indonesia, yaitu berupa kewajiban menjaga dan melestarikan lingkungan
hidup secara keseluruhan, walapun dalam konteks lingkungan laut sudah
ada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Laut yang merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
terimaksih informasi dan ilmu yang bermnfaat ini
BalasHapussalam hormat dari saya
DUNIA INFORMASI