PERILAKU
MORAL SEBAGAI PERILAKU YANG DIGARISKAN ATURAN: SUATU PENDEKATAN
BERDASARKAN TEORI-TEORI PERANAN PSIKOSOSIAL TERHADAP PERILAKU MORAL
DAN PERKEMBANGAN MORAL
- RANGKUMAN
Perilaku
Moral Sebagai Perilaku yang Digariskan Aturan
Bab
ini membahas suatu pendekatan terhadap perilaku moral dan
perkembangan moral, yang dijabarkan dari perpektif yang digariskan
oleh aturan. Dengan tujuan untuk memperoleh suatu kerangka yang
konseptual, untuk menjelaskan pengaruh situasi maupun pengaruh
pribadi terhadap pilihan moral serta keputusan moral. Masalah pertama
persoalan mengenai pengaruh relatif dari variabel pribadi dan situasi
terhadap tindakan moral dan keputusan moral. Bab ini akan membuktikan
bahwa sebagian besar model yang dapat digunakan secara empiris itu
justru model – model yang mengungkapkan suatu pandangan yang secara
teoritis cukup bermakna, tentang adanya pengaruh, baik dari variabel
pribadi maupun dari variabel situasi. Masalah yang kedua menyangkut
tentang etik yang unversal dan etik yang relatif serta implikasi
metaetik dari kerangka konseptual, yang mengandung metafora tentang “
perilaku insani sebagai perilaku yang digariskan aturan ”. Mengenai
masalah tersebut, bab ini akan mengajukan anggapan bahwa perilaku
metaetis dari suatu perspektif yang digariskan aturan itu sesuai
dengan berbagai perkembangan pasca-Wittgenstein dan perkembangan
eksistensial dalam filsafat, yang berpendapat bahwa kesulitan dalam
menentukan pilihan moral dan keputusan moral.
Teori
Peranan Psikososial
Peranan
psikososial itu secara teoritis bersifat heuristik yang mengusahakan
untuk mengintegrasikan ketiga perspektif tentang tindakan insan itu.
Yang dijadikan unit dasar dalam analisis itu adalah aturan, peranan
dan sistem. Ditinjau dari perspektif ini, dilema moral dilihat
sebagaikonflik antara berbagai aturan dan peranan dalam sistem,
sedang pertimbangan moral dianggap sebagai keputusan yang menyangkut
prioritas secara relatif dari aturan –aturan moral. Sedang perilaku
moral dikonseptualisasikan sebagai perilaku yang sesuai dengan aturan
– aturan tersebut.
Ada
4 asumsi mengenai tindakan insani, yang mendasari pendekatan yang
diajukan ini, yaitu :
- Digariskan oleh aturan, bahwa tindakan tersebut selaras dengan aturan, baik eksplisit maupun implisit, serta dengan konvensi – konvensi tertentu yang dapat diterapkan dalam berbagai situasi tindakan.
- Bertujuan atau intensional, artinya tindakan tersebut berlangsung dalam situasi tindakan yang ditentukan oleh maksud, tujuan atau hasil.
- Antromorfik, yang berarti bahwa manusia itu merupakan makhluk yang dapat mengarahkan diri, yang dalam rangka meraih maksud dan tujuannya itu, mampu merealisasikan macam – macam aturan, rencana atau strategi.
- Sosial, artinya dalam situasi yang bersangkutan, perilaku tertentu berlangsung dalam kontekls, jalinan ( network ), sistem atau aturan yang lebih luas yang melahirkan suatu konteks stuktural atau keorganisasian bagi tindakan – tindakan yang digariskan aturan.
Perspektif
yang bersifat kontekstual dan organis berkenaan dengan perkembangan
insani melihat perkembangan moral sebagai suatu hasil dari interaksi
antara pelaksana aturan, pengikut atau pembuatnya secara individual
dengan kerangka jalinan aturan yang bersangkutan yang mewujudkan
esensi moralitas itu ( piaget, 1932/1965 ) dan perspektif ini
berfokus pada sikap, perasaan , kognisi dari individu ini terhadap
perangkat aturan yang bersangkutan.
Hakikat
Moralitas
Sistem
sosial sangat berbeda dengan sistem biologis dan mekanis karena tidak
memiliki struktur fisik. Konsekuensinya sistem sosial selalu
tergantung dari kognitif sikap, kepercayaan dan harapan dari individu
yang termasuk sistem. Maka akan terkonseptualisasikan dua unit dari
sistem sosial yaitu aturan dan peranan. Aturan terdiri atas suatu
perangkat hak dan kewajiban, maupun perangkat aturan khusus perilaku.
Aturan dan peranan yang dirumuskan secara timbal balik berfungsi
untuk melestarikan tatanan kesalingtergantungan perilaku yang
diperlukan untuk meraih tujuan sisitem yang bersangkutan. Struktur
permukaan sistem moral dihasilkan oleh pengalaman dan pengamatan
secara langsung yang dirumuskan oleh beberapa tahapan, yaitu Tahapan
1, aturan moralitas yang mengharuskan atau melarang perbuatan.
Tahapan 2, hak secara moral yang bersifat timbal balik. Tahapan 3,
prinsip-prinsip moral yang mendasari moral dan hak. Teori etik yang
diajukan oleh Frankena menemukan sekurang-kurangnya dua prinsip dasar
moralitas, yaitu prinsip kebijakan atau manfaat dan prinsip keadilan.
Prespektif
sistem struktural yang digunakan menambahkan prinsip pragmatis (atau
instrumental) terhadap posisi etis yang mendasar. Prinsip pragmatis
menyatakan bahwa suatu perbuatan atau tindakan itu baik apabila lebih
berguna dibanding dengan tindakan lain. Berbagai cara yang dapat
dilakukan untuk memenuhi fungsi-fungsi dalam pendekatan tersebut agar
berhasil yaitu : mengatur perilaku antar pribadi mereka yang terlibat
dalam sistem yang bersangkutan. Hakikat moralitas memberikan tekanan
pada kekayaan moralitas sebagai suatu sistem struktur.
Pada
tahap kognitif ada beberapa skema yang bersifat sangat umum, seperti
keadilan, manfaat dan instrumentalisme yang bertindak lebih dari
sekedar kriteria dalam pengambilan keputusan. Prinsip-prinsip umum
melayani dua buah fungsi kognitif yang mendasar yaitu pertama,
menyiapkan dimensi-dimensi yang memberiakan struktur dan menata
persediaan aturan moral yang dimiliki oleh seseorang. Kedua,
menyiapkan semacam mekanisme untuk menyelesaikan pertentangan dalam
perbendaharaan aturan orang tersebut.
Perkembangan
Moralitas
Ditinjau
dari prespektif dari peranan psikososial, perkembangan pernalaran
moral mencakup perubahan yang berkaitan dengan perkembangan pula
dalam pemikiran anak mengenai aturan-aturan moral.
Perubahan-perubahan ini berlangsung melalui tiga dimensi ukuran dan
struktur persediaan aturan moral yang dimiliki anak itu. Dilihat dari
struktur ukuran, perubahan yang berkaitan dengan perkembangan itu
berlangsung dengan cara yang linier melalui dimensi dari sedikit dan
sederhana kearah banyak dan kompleks. Dilihat dari sudut kesadaran
akan aturan, perkembangan itu berlangsung melalui dimensi hateronom
kearah otonomi dan mencakup tiga harapan yaitu harapan
individualistik, harapan heteronomi, harapan otonomi.
Perkembangan
moral mencakup perubahan-perubahan struktual dalam perbendaharaan
aturan moral milik si anak itu, yang sejalan dengan ketiga tahapan
perubahan yang terjadi dalam menyadari aturan-aturan itu. Pola pikir
anak mengenai aturan moral ialah kepentingan diri sendiri pada saat
ekosentarisme memberikan jalannya bagi orientasi yang lebih bersifat
sosiosentris. Pada tahapan ini anak secara khusus dapat memandang
konsekuensi objektif lebih penting dari pandangan pribadinya secara
subyektif dan pula dia memandang otoritas lebih penting daripada
kesamaan atau keadilan. Menginjak tahapan ketiga anak itu sepenuhnya
lebih berorientasi kepada sosiosentris.
Pengambilan
Keputusan Moral
Ada
berbagai tipe keputusan moral. Ditinjau dari pespektif teori peranan
psikososial, situasi yang mengandung suatu pertimbangan moral
menuntut suatu keputusan yang sifatnya dapat berupa :
- Perlakuan (behavioral) dalam sebuah pilihan sebagai suatu tindakan yang spesifik dinyatakan secara kualitatif.
- Distributif (penyebaran) keputusan ini dinyatakan secara kuantitatif.
Keputusan
perilaku (behavior) dan distributif (penyebaran) itu berbeda dalam
tipe kriteria yang digunakan dalam proses pengambilan keputusannya.
Pengambilan keputusan yang berupa perilaku bersifat teologis.
Sedangkan pengambilan keputusan ditributif bersifat deontologis.
Model
pengambilan keputusan moral
Model
pengambilan suatu keputusan moral terdiri atas 3 tahapan “
rintangan yang bersinambungan” (successive hurdles). Ketiga
pengambilan keputusan itu adalah :
- Seleksi dan penerapan aturan moral yang tepat.
- Suatu tes yang bersangkutan dengan persoalan pertentangan antara aturan dan hak atau kewajiban moral dari lapisan yang lebih tinggi,yang bersesuaian.
- Suatu tes yang bersangkutan dengan persoalan pertentangan antara hak dan kewajiban dengan prinsip-prinsip moral dari lapisan yang lebih tinggi, yang bersesuaian.
Model
yang bertahap ini mengasumsikan adanya suatu perangkat aturan yang
bertahap banyak yang berfungsi sebagai kriteria yang menentukan
sepanjang proses pengambilan keputusan itu berlangsung. Dalam menbuat
suatu keputusan moral dikatakan bahwa suatu tindakan atau kegiatan,
baru dapat dipertimbangkan sebagai suatu tindakan atau kegiatan yang
berbobot moral, manakala aturan yang mengharuskan atau melarangnya
itu selaras (konsisten) dengan setidak –tidaknya salah satu prinsip
umum moralitas, tetapi tidak perlu selaras dengan keseluruhannya.
Dari ketiga model tahan pengambialn keputusan itu, prinsip
moraladalah hal yang penting untuk menguji kecocokan dari hukum dan
aturan yang tercakup dalam tahapan 1 dan tahapan 2.
Penelitian
- Studi 1 : Pengaruh situasi terhadap pengambilan keputusan moral.
Dalam
studi 1 ini , penelitian dilakuakan oleh Lynch dan Cohen( 1978). Dari
hasil penelitian ini dapat di sismpulkan bahwa : dari studi yang
melibatkan 58 mahasiswa pemula, membuat keputusan sebanyak 328 buah.
161 keputusan distributif dan 167 keputusan perilaku atau behavioral.
Adapun prinsip-prinsip yang paling di gunakan adalah prinsip keadilan
dan yang paling sedikit digunakan adalah prinsip prgmatisme.
Sehubungan
dengan keputusan distributif, prinsip moral yang di prioritaskan
adalah prinsip keadilan , sedangkan dalam prinsip behavioral prinsip
yang di otoritaskan adalah prinsip pragmatisme kemudian baru menyusul
prinsip manfaat.
- Studi 2 : Pengaruh pribadi terhadap pengambilan keputusan
Dalam
studi yang kedua ini lebih memperhatikan persoalan perkembangan suatu
metode untuk memperkirakan kecenderungan seseorang dalam menggunakan
prinsip moral tertentu. Studi ini melibatkan 83 sukarelawan mahasiswa
tingkat rendah, memusatkan perhatiannya pada perkembangan pengukuran
perbedaan individual dalam pemberian prioritas mengenai bagan aturan.
Dari penelitian yang terakhir dikembangkan oleh Schank dan Albeson
(1977) ; Wyer (1980), telah bekrmbang suatu pengukuran yang disebut
MMVP yang menggunakan suatu teknik dengan berbagai metode.
Adapun
metode yang banyak ragamnya itu berupa pelaporan diri ( self report),
penghargaan (recognition), mengingat kembali ( recall), serta
berbagai pengukuran perbedaan individual yang mencangkup skala
mengenai keadilan, manfaat, dan pragmatisme.
- Studi 3 : Pengaruh pribadi dan situasi terhadap pengambilan keputusan moral
Bertopang
pada studi 1 dan 2, kali akan menaruh pada gabungan dari variabel
situasi dan variabel pribadi. Pada studi ini beranggapan bahwa karena
model-model yang memberikan tekanannya pada variabel moral itu tidak
menghasilkan suatu kerangka kerja yang eksplisit dan dapat diandalkan
berkaitan dengan variabel situasi, maka pengaruh dari variabel itu
cenderung tidak di perhatikan (Piaget, 1932/1965) atau di perlakuakan
berdasarkan pada suatu dasar ad hoc (Mischel dan Mischel, 1976).
Pengaruh
relatif dari faktor pribadi dan situasi terhadap pengambilan
keputusan moral dianalisis dengan teknik multiple regresssion.
Berbagai
Masalah Teoretis dan Masalah Empiris
Keputusan
moralitas dan perkembangannya yang ditemukan sekarang ini ditandai
dengan sifatnya yang lebih memihak pada model-model teoritis yang
terutama berfokus pada variabel pribadi. Pendekatan teori peranan
psikososial yang digariskan disini yang berupaya untuk memadukan
teori peranan dan teori sistem dalam kerangka kerja yang beraturan
telah dirancang secara eksplisit untuk mengajukan suatu
pengoperasionalan pengaruh-pengaruh variabel pribadi maupun situasi
yang secara heuristik dipandang mungkin dilaksanakan.
Pendekatan
ini hanya menyajikan suatu pendekatan perdana dari suatu model yang
secara konseptual dipandang cukup memadai namun pendekatannya
memiliki tiga keuntungan, yaitu:
- Pertama, suatu kerangka kerja yang konseptual, seperti teori peranan psikososial yang memadukan variabel situasi dan pribadi yang secara empiris lebih kuat dibanding dengan model yang hanya difokuskan pada variabel saja.
- Kedua, pendekatan tersebut memunculkan suatru kerangka kerja yang memungkinkan penjabaran berbagai prosedur untuk mengoperasionalkan variabel pribadi maupun variabel situasi itu.
- Ketiga, suatu kerangka konseptual yang secara eksplisit bersifat psikososial, mencerminkan dengan lebih cermat masalah yang kaya kompleks yang menuju pada kajian pustaka.
Berbagai
Masalah Metaetis
Tesis
dasar disini adalah menjelaskan perilaku manusia dapat dikonsepkan
sebagai yang digariskan oleh aturan. Telah diajukan bahwa
pertimbangan moral dan tindakan moral itu dipandang sebagai bentuk
paradigma dari perilaku yang dighariskan oleh aturan tersebut. Hal
ini membawa kita pada masalah dasar yang kedua diajukan dalam bab
ini: yaitu implikasi metaetik dari perspektif yang digariskan aturan
itu. Kesimpulan akan bab ini bahwa kerangka kerja konseptual yang
dibahas ini setidaknya memiliki tiga butir implikasi metaetik yang
signifikan, yaitu:
Pertama,
suatu kernagka kerja konseptual seperti teori peranan psikososial
yang menekankan sifat perilaku manusia yang digariskan aturan itu,
mendorong kita untuk mengenali sifat organisasi sosial yang terencana
dan tersusun.
Kedua,
dari pendekatan yang dilakukan dalam tulisan ini menyatakan bahwa
keputusan moral merupakan keputusan yang sulit, bukan karena semata
keputusan moral itu memang kompleks sifatnya, melainkan jiga karena
keputusan moral itu merupakan keputusan yang tidak didapatkan
pembenaran (yustifikasinya) yang tuntas dan mutlak. Dan
terakhir prinsip-prinsip moral tidak mempunyai arti maupun
yustifikasi diluar penggunaan oleh manusia, baik secara individu
maupun secara kelompok.
- PEMBAHASAN
Bab
ini membahas suatu pendekatan yang berdasarkan teori – teori
peranan psikososial terhadap perilaku moral dan perkembangan moral
yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh situasi maupun pengaruh
pribadi terhadap pilihan moral dan keputusan moral. Dalam bab ini
juga dilakukan jalur penelitian untuk mendukung pandangan ini, dan
akan didiskusikan pula implikasi teoritis dan metaetisnya.
Teori
Peranan Psikososial
Latar
belakang teoritis
Dalam
teori peranan psikososial terdapat tiga unit dasar yaitu :
- Aturan : Merupakan perilaku yang dilakukan sesuai dengan aturan – aturan yang berlaku.
- Peranan : merupakan suatu bagian dari aturan yang dapat digunakan bagi seseorang individu yang terlibat dalam suatu sistem tertentu.
- Sistem :merupakan suatu kesatuan yang terbentuk dari beberapa unsur.
Pada
peranan psikososial secara teoretis bersifat heuristik yang
mengusahakan untuk menghubungkan ketiga perspektif tentang tindakan
insan itu. Menurut pendekatan ini perilaku yang dilakukan sesuai
dengan aturan – aturan yang berlaku. Menurut pendekatan ini
moralitas itu dipandang sebagai suatu jalinan aturan yang
menghubungkan antar individu yang terlibat dalam suatu sistem
tersebut. Dilihat dari sudut pandangnya, dilema moral dipandang
sebagai konflik antara berbagai aturan dan peranan dalam sistem.
Pertimbangan
moral dianggap sebagai keputusan pengambilan keputusan dari aturan –
aturan moral. Sedang perilaku moral merupakan perilaku yang dilakukan
sesuai dengan aturan – aturan yang berlaku. Jadi karena banyaknya
pertentangan antara berbagai peraturan dalam suatu sistem maka
menurut pandangan ini pertimbangan moral merupakan keputusan sulit
yang kebenarannya tidak dapat dipastikan.
Ada
empat asumsi yang berkaitan dengan hakikat tindakan insani, yang
mendasari pendekatan ini yaitu :
- Digariskan Oleh Aturan bahwa perilaku manusia atau tindakan yang dilakukan manusia pada dasarnya selaras dengan mengikuti dan mematuhi aturan yang dapat diterapkan dalam berbagai situasi tindakan.
- Bertujuan atau Intensional bahwa perilaku atau tindakan yang dilakukan manusia itu berlangsung selalu mempunya maksud, tujuan yang akan dicapai dan hasil yang diperoleh.
- Antromorfik yang berarti menandakan bahwa manusia itu merupakan makhluk yang mempunyai akal pikiran untuk dapat mengarahkan dirinya sesuai dengan apa maksud dan tujuan yang akan diraihnya. Karena itu manusia dapat melakukan tindakan seperti merealisasikan aturan, rencana atau strategi untuk mendapatkan apa yang yang dikehendakinya.
- Sosial sesuai dengan sifat manusia artinya perilaku dan tindakan yang dilakukan manusia dalam mematuhi dan menjalankan aturan yang berlaku menimbulkan keinginan suatu jalinan ( network ) atau keorgananisasian antar individu bagi tindakan – tindakan yang digariskan oleh aturan. Perilaku tersebut menimbulkan suatu kerja sama atau interaksi antar seseorang.
Hakikat
Moralitas dan Perkembangan Moralitas
Moral
berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, tabiat
atau kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk,
yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang pribadi
yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku
dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak benar secara
moral. Moralitas mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan moral,
tetapi kata moralitas mengandung makna segala hal yang berkaitan
dengan moral. Moralitas adalah system nilai tentang bagaimana
seseorang seharusnya hidup secara baik sebagai manusia. Moralitas ini
terkandung dalam aturan hidup bermasyarakat dalam bentuk petuah,
wejangan, nasihat, peraturan, perintah, dan semacamnya yang
diwariskan secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan
tertentu.
Hakikat
moralitas itu tergantung dari sikap, perilaku dan tingkah laku serta
harapan-harapan dari setiap individu untuk membentuk kepribadian yang
baik dan berguna bagi dirinya sendiri, masyarakat dan bangsa. Hakikat
moralitas sangat berhubungan dengan suatu aturan-aturan dan peranan
dari masyarakat untuk mengetahui bagaimana moralitas dari setiap
individu-individu tersebut. Moral itu sebenarnya dapat diketahui
dengan pengalaman dan pengamatan kita sehari-hari terhadap dirinya
sendiri dan perilaku setiap individu-individu lain. Berbagai macam
cara yang dapat dilakukan oleh setiap individu untuk mengetahui
bagaimana moralitas itu yaitu dengan kita mengatur perilaku pribadi
kita dengan baik agar sikap moralitas pada diri setiap individu dapat
tumbuh dengan baik. Hakikat moralitas memberikan tekanan pada
kekayaan moralitas sebagai suatu sistem struktur.
Contoh
hakikat moralitas yaitu dengan adanya suatu kebudayaan yang berbeda.
Tetapi kebudayaan tersebut dapat berkomunikasi dengan baik dan lancar
karena didalam salah satu kebudayaan tersebut ditanamkan sikap dan
perilaku yang baik sehingga dapat mempengaruhi sikap moralitas setiap
individu-individu tersebut.
Sebelum
kita membahas lebih jauh mengenai pengertian dari perkembangan moral
akan lebih baik kita terlebih dahulu memahami satu persatu suku
katanya, kata pertama yaitu mengenai perkembangan dan kata kedua
yaitu moral, agar pemahaman kita mengenai pengertian perkembangan
moral bisa lebih optimal. Pengertian Perkembangan yaitu secara
luas menunjuk pada keseluruhan proses perubahan dari potensi yang
dimiliki individu dan tampil dalam kualitas kemampuan, sifat dan
ciri-ciri yang baru. Sedangkan Pengertian Moral adalah
pandangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang dapat dan
tidak dapat dilakukan.
Perilaku
tak bermoral ialah perilaku yang tidak sesuai dengan harapan yang
sesuai dengan harapan sosial yang disebabkan dengan ketidaksetujuan
dengan standar sosial atau kurang adanya perasaan wajib menyesuaikan
diri. Jadi Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan
dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan
oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain serta
perubahan-perubahan perilaku yang terjadi dalam kehidupan anak
berkenaan dengan tata cara, kebiasaan, adat, atau standar nilai yang
berlaku dalam kelompok sosial. Perkembangan moral mencakup
perubahan-perubahan struktual dengan mengetahui pola pikir setiap
anak dalam menjalankan setiap perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh
si anak tersebut serta si anak juga dapat mengetahui
konsekuensi-konsekuensi yang dilakukan oleh setiap individu tersebut.
Contoh
dari perkembangan moral adalah anak pada zaman dahulu dengan anak
pada zaman sekarang itu cenderung berbeda karena pada zaman dahulu
masih mengenal adat istiadat, kebudayaan masih kuat dan belum
terpengaruh oleh adanya zaman globalisasi pada masa sekarang ini.
Berbeda dengan anak pada zaman sekarang yang cenderung suka meniru
gaya atau perilaku dari negara lain (kebarat-baratan) yang sangat
bebas. Anak pada zaman sekarang juga banyak yang menyalahgunakan
teknologi yang berkembang pada saat ini.
Pengambilan
Keputusan Moral
Tipe
keputusan moral
Dipandang
dari perspektif sistem, situasi yang mengandung suatu pertimbangan
moral menuntut suatu keputusan yang sifatnya berupa perlakuan
(behavioral) ataupun distributif (penyebaran). Suatu keputusan
perilaku (behavioral) mengandung unsur pengaturan perilaku dan
memberikan kepada si pengambil keputusan untuk memilih antara
mengambil tindakan tertentu atau tidak. Misalnya, keputusan itu
mengandung pilihan antara mencuri sesuatu atau tidak (berdusta atau
tidak berdusta, melanggar atau menepati janji). Dalam memutuskan
suatu pilihan tersebut menuntut suatu keputusan yang berupa tindakan
(behavioral).
Keputusan
perilaku ini dalam menghadapi suatu pilihan tindakan yang spesifik
dinyatakan secara kualitatif dan pertimbangannya biasanya berbentuk
“apakah saya (atau kami) melakuakan pilihan itu atau tidak?.
Keputusan perilaku yang tidak bersifat sederhana mengandung
kosenkuensi bagi diri si pengambil keputusan dan orang lain.
Sebaliknya, keputusan yang bersifat ditributif mengandung pemberian
alokasi sumber dan kepada si pengambil keputusan memberi kesempatan
untuk memilih antara dua atau lebih kemungkinan mendistribusikan
suatu hal atau tindakan yang terkandung dalam sistem yang
bersangkutan. Misalnya suatu keputusan yang mencangkup masalah
penbagian, penunjukan atau penyebaran hak dan kewajiban sumber,
hadiah ataupun hukuman, menuntut suatu pengambilan keputusan yang
bersifat ditributif. Keputusan ini dinyatakan secara kuantitatif dan
pertimbangannya berbentuk “Bagaimanakah seharusnya saya (atau kami)
mendistribusikan’ suatu pilihan tersebut’? “
Tipe
kriteria yang digunakan dalam pengambilan keputusan yang berupa
perilaku (behavior) bersifat teologis, artinya bahwa konsekuensi dari
tindakan yang diputuskan cenderung untuk dimanfaatkan sebagai
kriteria keputusan. Sebaliknya, keputusan distributif bersifat
deontologis, artinya yang tampil sebagai kriteria keputusan itu
adalah kelayakan (dalam arti kesamaan atau keadilan) pendistribusian
itu sendiri dan bukan kosenkuensi dan distribusi tersebut.
Model
pengambilan keputusan moral
Pengambilan
keputusan moral yang aktual yang menggarisbawahi pertimbangan moral
individu dapat dilukiskan sebagai model pengambilan keputusan moral
yang terdiri atas tiga tahapan “rintangan yang bersinambungan”.
Model ini dimaksudkan untuk mempersembahkan seperangkat tahapan yang
bersambungan dalam jumlah yang minimal, yang diperlukan untuk sampai
pada suatu keputusan moral tertentu. Ketiga pengambilan keputusan
moral tersebut yaitu:
- Seleksi dan penerapan aturan moral yang tepat.
- Suatu tes yang bersangkutan dengan persoalan pertentangan antara aturan dan hak atau kewajiban moral dari lapisan yang lebih tinggi,yang bersesuaian.
- Suatu tes yang bersangkutan dengan persoalan pertentangan antara hak dan kewajiban dengan prinsip-prinsip moral dari lapisan yang lebih tinggi, yang bersesuaian.
Model
ini mengasumsikan adanya suatu perangkat aturan yang bertahap yang
berfungsi sebagai kriteria yang menentukansepenjang proses
pengambilan keputusan berlangsung. Aturan-aturan yang bertahap ini di
tuangkan dalam bentuk bagan yang bersifat kognitif, dan jumlah serta
tipe bagan aturan dapat dimanfaatkan selama proses pengambilan
keputusan ini sebagai suatu fungsi pengalaman sosialisasi dari
individu yang bersangkutan.
Suatu
tindakan atau kegiatan baru dapat dipertimbangkan sebagai tindakan
atau kegiatan yang berbobot moral, ketika atauran yang mengharuskan
atau melarangnya itu selaras dengan setidak-tidaknya salah satu
prinsip umum moralitas, tetapi tidak perlu selaras dengan
keseluruhannya. Yang terpenting bahwa prinsip moral yang digunakan
sebagai kriteria terakhir dari pengambilan keputusan moral itu
dipandang sebagai aturan untuk menyeleksi aturan-aturan tersebut,
artinya prinsip-prinsip moral tersebut digunakan untuk menguji
kecocokan dari hukum dan aturan yang tercakup dalam tahapan 1dan 2.
Penelitian
Dalam
tiga buah penelitian disini di desain untuk menguji berbagai pengaruh
variabel situasi dan variabel pribaditerhadap pengambilan keputusan
moral. Dalam mengabil sebuah keputusan moral ternyata banyak sekali
faktor-faktor yang mempengaruhinya, tetapi dalam bab ini hanya di
bahas dan di teliti 3 faktor pengaruh yang paling berpengaruh yaitu :
pengaruh situasi, pengaruh pribadi, dan pengaruh situasi dan pribadi.
Pengaruh situasi biasanya berasal dari luar diri seseorang yaitu
karena lingkungan. Keadaan situasi yang berbeda juga akan
mempengaruhi pengambilan keputusan. Contohnya dalam keadaan situasi
yang sangat membahayakan misalnya, seseorang akan mengambil sebuah
keputusan yang berbeda ketika dalm keadaan yang sebaliknya (atau
tidak membahayakan).
Pengaruh
pribadi juga akan mempengaruhi suatu pengambilan keputusan. Setiap
orang menpunyai pribadi yang berbeda-beda. Banyak faktor yang
mempengaruhi pribadi seseorang, mulai dari umur, kedewasaan
seseorang,pendidikan,keluarga,dan lingkungan. Misalnya, seorang anak
yang masih kanak-kanak pasti berbeda dengan orang yang sudah dewasa
ketika dalam pengambilan keputusan. Menurut penelitianKurtines dan
Pimm,1983; Pimm, Kurtines dan Ruffy,1982; Kurtines, Pimm dan Kaplan,
Catatan 2). Dari data penelitian tersebut disebutkan bahwa, sebagian
besar anak-anak pada usia sekitar 12 tahun, telah dapat mencapai
suatu tahapan penalaran moral yang otonom.
Kemudian
dalam penelitian yang ketiga adalah penggabungan antara pengaruh
situasi dan pengaruh pribadi. Hasilnya terdapat berbagai temuan
yaitu: 1) Jumlah varians yang dapat dijelaskan melalui kedua
perangkat variabel, dalam keeenam situasi itu menunjukkan perbedaan
cukup tinggi. 2) dalam pada itu jumlah keseluruhan varians yang
menyangkut variabel pribadi dan situasi pun menunjukkan perbedaan
pada keenam situasi,akan tetapi pada umumnya rendah. 3) atribut
situasi pengukuran SEU dan SEJ secara mantap menunjukkan proporsi
varians yabg lebih tinggi dibandingkan dengan faktor-faktor yang
bersangkutan dengan pribadi (skor keadilan, kegunaan,dan pragmatisme.
4). Jumlah keseluruhan varians yang dapat dijelaskan, dalam situasi
pengambilan keputusan yang menyebar secarakonsisten lebih tinggi
(lebih tinggi 40%) dibandingkan dengan situasi perilaku.
Masalah
metaetis
Kierkegaard
mengatakan bahwa manusia telah membuat prinsip moral yang universal
dan objektif, sekadar untuk melepaskan diri dari tanggung jawab dan
puncak keharusan untuk menentukan pilihan, namun pada akhirnya bahkan
prinsip moral yang universal pun masih dapat diragukan. Maka
pandangan ini hendak mengajukan bahwa walaupun semua sitem sosial
sama-sama menunjukkan kesamaan struktural, dan walaupun semua aturan
dan prinsip-prinsip yang menyusun sistem sosial itu (yaitu, keadilan,
kegunaan, instrument, dsb) memiliki sistem yang sama, namun pada
akhirnya sistem sosialnya sendiri yang merancang dan memutuskan. Oleh
karena itu, walaupun prinsi-prinsip seperti kegunaan dan keadilan itu
digunakan untuk metustifikasikan dan keputusan moral dalam perilaku
dan peristiwa insane sehari-hari, namun prinsipnya itu sendiri tidak
memiliki kebebasan dan eksistensi yang objektif. Jadi pandangan ini,
akan mengajukan bahwa dalam Wittgenstein, prinsip-prinsip moral itu
tidak mempunyai arti ataupun yustifikasi yang terlepas dari mekhluk
insane yang menggunakannya.
- KESIMPULAN
- Berdasarkan teori peranan psikososial menekankan bahwa tindakan dan perilaku manusia dilakukan selaras dengan aturan. Karena perilaku insani sebagai perilaku yang digariskan oleh aturan.
- Ditinjau dari perspektif teori peranan psikososial, perkembangan penalaran moral mencakup perubahan-perubahan yang berkaitan dengan perkembangan pula dalam pemikiran anak mengenai aturan-aturan moral. Perubahan-perubahan ini berlangsung melalui 3 dimensi : ukuran persediaan aturan moral, kesadaran si anak akan aturan dan struktur persediaaan aturan moral yang di miliki anak tersebut.
- Suatu keputusan moral dapat berupa perilaku (behavior) dan dapat berupa distributif (penyebaran). Dalam mengambil sebuah keputusan ada beberapa faktor yang mempengaruhinya:
- Pengaruh situasi
- Pengaruh pribadi
- Pengaruh pribadi dan situasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar