PENGETAHUAN
SOSIAL DAN TINDAKAN SOSIAL : KOORDINASI BERBAGAI RANAH
- RANGKUMAN
Pada
bab pengetahuan sosial dan tindakan sosial ini memperbincangkan
masalah pertautan antara pertimbangan sosial dengan tindangan sosial.
Tindakan sosial itu merupakan hasil koordinasi dari berbagai ranah
pertimbangan sosial. Artinya bahwa suatu keputusan perilaku tertentu
dihasilkan oleh lebih dari satu jenis pertimbangan. Dalam bab
pengetahuan sosial dan tindakan sosial : koordinasi berbagai ranah
ini, dikatakan bahwa pemikiran moral itu tidak selaras dengan
perilaku yang aktual dan orang sering tidak berhasil untuk bertindak
sejalan dengan cara mereka berpikir tentang mana yang benar dan mana
yang salah. Akal budi itu berbeda dengan budaya dan kekuatan
kebudayaan atau keinginan yang kolektif itu lebih sering berkuasa
dari tuntutan-tuntutan akal budi. Dalam bab ini memusatkan
perhatianya pada interelansi antara pemikiran sosial, tindakan sosial
dan konten budaya. Dalam alur pikiran ini diajukan proposisi bahwa
struktur pemikiran sosial itu berkedudukan sentral dalam pertautan
individu dengan sistem sosial dan tindakan sosialnya. Dalam
memusatkan perhatian pada interelasi antar pikiran, tindakan dan
kebudayaan, diajukan proposisi. Pertama, perlu sekali untuk
mendapatkan kepastian tentang pelbagai ranah dari pertimbangan sosial
yang dikonstruksi sepanjang pekembanganya. Kedua, persoalan berkenaan
dengan pertimbangan moral serta berbgai petautan tindakan.
Selanjutnya, dalam memisah misahkan pelbagai ranah pertimbangan
sosial, diajukan pula proposisi bahwa seseorang individu tidak
melakukan suatu orientasi yang tunggal terhadap lingkungan
sosialnya. Situasi sosial itu sering mengandung banyak aspek, artinya
untuk melahirkan suatu keputusan atau menentukan suatu perilaku
tertentu mungkin saja diajukan lebih dari satu ranah pertimbangan
sosial. Tindakan yang terjadi dalam situasi tertentu merupakan hasil
interelasi antara berbagai tipe pertimbangan sosial, yang mungkin
saja melahirkan pertentangan, koordinasi, ketidakkonsistenan maupun
konsistensi. Untuk memahami pelbagai relasi antara pertimbangan
moral dengan perilaku, perlu pula diperhatikan pertimbangan moral
dengan perilaku, perlupula diperhatikan pertimbangan sosial yang
tidak berbobot moral.
- PEMIKIRAN MORAL, TINDAKAN MORAL, DAN KATEGORI-KATEGORI BUDAYA
Sekitar
tahun 1920-an telah dilaksanakan dua proyek yang berskala besar dan
sangat berpengaruh berkenaan dengan masalah moralitas. Yang pertama
adalah Hartshome dan May pada tahun 1928-1930 dan yang lain
dilaksanakan oleh Piaget pada tahun 1932. Metode yang digunakan
Hartshome dan May serta tekanan perhatianya berbeda dengan metode dan
tekanan perhaian Piaget, tetapi kedua proyek ini meneliti hubungan
antara pemikiran moral dengan perilaku moral. Hartshome dan May
berupaya untuk memperkirakan sejauh mana pengetahuan tentang moral
dapat meramalkan perilaku moral. Sedangkan Piaget berupaya untuk
meneliti keselarasan antara pertimbangan dengan organisasi sistem
tindakanya. Dalam menarik kesimpulan, Hartshome dan May berbeda
dengan Piaget. Kesimpulan utama dari penelitian yang dilaksanakan
Hartshome dan May, yang relevan dengan tujuan kajian ini ialah
pertautan antara perilaku-perilaku seseorang tidak begitu sejalan
dengan pertimbanganya. Temuan ini didasarkan pada kolerasi antara
pengukuran perbuatan yang tidak jujur dengan skor yang didapat dari
hasil tes tulis berkenaan dengan pengetahuan moral. Tes pengetahuan
moral dirancang unutuk mengukur kesadaran akan standar perilaku moral
pada subjeknya. Korelasi antara skor tentang pengetahuan moral dan
perilaku dalam situasi-situasi khusus itu sangat rendah. Dengan hasil
pengukuran tes pengetahuan moral dan tes perilaku, maka dapat
disimpulkan mungkin didapatkan korelasi secara umum , pada tingkatan
yang sangat moderat, tentang apa yang diketahui seseorang dengan apa
yang dilakukanya.
Perhatian
Piaget lebih tertarik pada pengaruh perilaku terhadap pertimbangan
serta pengaruh pertimbangan terhadap perilku, sepanjang suatu proses
perkembangan. Piaget mengajukan proposisi bahwa koordinasi tindakan
dan pertimbangan memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan
moral. Penelitian Piaget diarahkan pada bentuk-bentuk terbuka dari
dari pertimbangan anak pada berbagai tindakan usia, ia mengadakan
analisis secara komparatif tentang perilaku dan pertimbangan anak itu
menurut aturan-aturan dari berbagai permainan. Berdasarkan penelitian
ini dirumuskan dua buah urutan perkembangan berkenaan dengan
pelaksanaan dengan kesadaran akan aturan. Masing-masing urutan
perkembangan melukiskan adanya peralihan dari orientasi yang bersifat
eksternal, egosentris, dan heteronom, ke arah orientasi yang
menunjukan adanya keinginan untuk bekerjasama dan berpegang pada
aturan itu sebagai hasil perjanjian bersama. Perbedaan antara
pendekatan Piaget dan Hartshome dan May itu bersifat teoritis dan
metodologis. Salah satu perbedaan teoritis yang pokok ditemukan dalam
konstruk pengetahuan dan pertimbangan moral. Perbedaan lain dari
kedua pendekatan itu kita temukan dalam mengkonseptualisasi hubungan
antara pikiran dan tindakan.
Arti
temuan penelitian yang menunjukan adanya keselarasan maupun
ketidakselarasan antara pertimbangan moral dan perilaku moral itu.
Para toritisi tentang sosialisasi yang dikenal dewasa ini berpegang
teguh pada pandangan yang bersifat dualistik antara pertimbangan
moral dengan perbuatan moral itu. Adanya diskrepansi antara
pertimbangan moral dengan perilaku moral dikaitkan dengan premis
tentang perkembangan moral sebagai salah satu aspek dari pembelajaran
sosial. Penalaran moral seseorang dibentuk melalui perolehan
cara-cara orientasi budaya. Suatu kebudayaan yang induvidualistik
menghasilkan pandangan yang psikologis yang bersifat individualistik
juga, sedangkan kebudayaan yang berorientasi kolektivistik
menghasilkan pandangan psikologis yang kolektivistik juga dalam
masyarakatnya. Beberapa tokoh telah mengajukan proposisi tentang
adanya kegandaan atau dualitas antara pertimbangan dengan perilaku.
Proposisi ini didasarkan pada adanya dikotomi antara struktur
penalaran seseorang individu dengan konten sebagaimana telah
dipolakan oleh perolehan budayanya ke dalam pola penalaranya.
Sehingga dapat diajukan proposisi bahwa struktur penalaran yang
bersangkutan berasal dari sumber konten yang diperolehnya. Tetapi
posisi seperti ini menimbulkan ambigu terhadap sumber dari struktur
penalaran. Strktur penalaran juga dipelajari secara budaya.
Kebudayaan itu memiliki orientasi yang dominan , sehingga akan
ditemukan adanya konsistensi dalam penalaran, dalam kontek norma dan
dalam perilaku. Blasi menemukan bahwa adanya konsistensi antara
pertimbangan moral dengan perilaku moral. Pertimbangan moral itu
merupakan satu-satunya penyebab langsung dari perilaku moral itu.
Kategori-kategori budaya itu bersifat stereotyped, dalam arti bahwa
kategori budaya itu hanya sebagian saja penerapanya ke dalam
pertimbangan dan perilaku individu. Aspek-aspek dari apa yang
dipandang sebagai cerminan dari orientasi budaya yang tunggal
ditemukan juga dalam pertimbangan individu itu. Hal ini bersumber
pada adanya pemahaman yang beraneka ragam dalam hubungan sosial dan
struktur sosial.
- HETEROGENITAS DALAM PETIMBANGAN SOSIAL DAN PERILAKU
Dalam
suatu temuan yaitu oleh eksperiman yang dilakukan oleh Milgram
menyatakan bahwa sebagain subyek yang ada pada ruang lingkup kelompok
itu mematuhi perintah orang yang berkuasa, temuan itu mengingkari
dari pandangan tentang kehidupan yang individualistik, otonom dan
memandang adanya kesamaan derajat . akan tetapi penelitian oleh
Milgram itu tidak juga mengizinkan orang yang tergolong dalam
kebudayaan tersebut berorientasi secara homogen berkenaan dengan
kekuasaan, konformitas dan hierarki. Untuk sebagian besar subyek itu,
keengangannya untuk menimbulkan kerugian pada pihak lain tunduk pada
penghayatan keabsahan konteks saintifik, dengan struktur sosial yang
hierarkis. Persoalan-persoalan tentang pertautan antara pertimbangan
moral dengan perilaku moral. Bila kita hanya memperhatikan
temuan-temuan yang berasal dari kondisi yang baku, maka tampak
terdapat inkonsistensi antara apa yang dipikirkan seseorang dengan
apa yang diperbuatnya. Dapat dikatakan sesuatu yang baik menurut
seseorang belum tentu itu baik pula bagi orang lain. Sangat mungkin
jika dalam pertimbangan-pertimbangan yang muncul mengakibatkan
kerugian pada orang lain. Kesimpulan tersebut diambil dari reaksi
para subyek.
Perbandingan
antara berbagai kondisi yang berbeda dalam suatu ekperimen itu
memperlihatkan bahwa perilaku seseorang itu dipengaruhi oleh konteks
situasional yaitu bahwasanya perilaku tidak sekedar diendalikan oleh
kesatuan lingkungan. Suatu temuan-temuan yang bermuculan itu telah
mencerminkan adannya hubungan antara berbagai struktur peristiwa
sosial dan berbagai ranah dari pertimbangan sosial. Penjelasan yang
demikian itu maka temuan dalam kondisi baku itu mencerminkan juga
adanya konsistensi antara pertimbangan sosial (yang menyangkut
kekuasaan dan sistem sosial) dengan perilaku.
Temuan-temuan
yang bermunculan itu mencakup nilai peran yang dapat di kategorikan
sebagai berikut :
- Ranah pertimbangan moral itu (menyangkut kerugian, hak dan keadilan) membentuk suatu sistem konsep.
- Membentuk suatu sitem perkembangan yang berbeda dengan pengembangan tentang konvensi sosial (keseragaman yang dimaksud untuk mengkoordinasi interaksi sosial dan menjadikannya sebagai bagian dari sistem sosial).
Oleh
karena itu tindakan-tindakan tertentu yang merupakan bagian dari
sistem konvensi sosial dalam suatu konteks masyarakatan tertentu
mungkin saja berbeda dari konteks kemasyarakatan yang lain. Tindakan
moral dan konvensional dipandang tidak harus ditentukan atas dasar
pilihan pribadi. Karena itu tindakan moral dianggap sebagai tindakan
yang tidak bersifat pribadi, dan tindakan moral yang berupa
pelanggaran dianggap terlepas dari aturan kemasyarakatan.
Dalam
mengklasifikasikan peristiwa-peristiwa sosial, para subjek dalam
beberapa studi, menujukkan adanya orientasi-orientasi ke arah
pandangan yang individualistik, kolektiv dan kesalingtergantungan.
Antara eksperimen yang dilakukan oleh Milgram maupun Nucci misalnya,
kesuanya menujukkan adanya berbagai jenis perilaku dan bermacam-macam
pertimbangan. Pertimbangan itu memunculkan beberapa kategori tindakan
yaitu :
- Tindakan itu menyerupai pandangan individualisme yang dipandang seharusnya ditentukan oleh keputusan pribadi.
- Tindakan itu berorientasi kolektivistik. Beberapa tindakan dianggap dengan menggunakan cara-cara yang digariskan dalam rangka sistem sosial.
- Tindakan itu berkenaan dengan perbuatan konvensional tidak bersifat individualistik, sebab yang dijadikan atokan adalah koordinasi interaksi dalam kerangka sistem sosial.
- Tindakan itu tidak di kategorikan dalam dalam pandangan individualistik maupun kolevistik, karena pertimbangan tentang perangkat tindakan lain yang menyangkut hubungan antar pribadi didasarkan atas preskripsi moral yang bersifat pribadi.
Pengamatan
tentang pertimbangan seperti itu menunjukkan : bahwa para individu
memiliki pemahaman yang berbeda-beda berkenaan dengan interaksi
sosial dan sistem budaya, dan bahwa pertimbangan sosialnya tidak
begitu saja menyelaraskan diri dengan kategori budaya tunggal.
Konsekuensinya. Apa yang tampil sebagai orientasi yang berbeda atau
yang bertentangan, semuanya merupakan bagian dari penalaran
individual. Hanya jika berasal konseptualisasi tipe-tipe interaksi
sosial dalam suatu sistem budaya atau sosial yang sama, maka
orientasi-orientasi tampil secara tidak bertentangan. Dengan kata
lain, dalam sistem organisasi sosial, makna dan fungsi preskripsi
moral itu berbeda dengan makna dan fungsi dari konvensi.
Konvensi
itu sendiri memiliki kriteria yang mencakup : kontigensi aturan,
kontekstualitas, relativisme, hierarki, dan pengadilan berkuasa.
Sedangkan moral itu sendiri mencakup : tidak berkepribadian mungkin
untuk digeneralisasi, kewajiban, kesamaan, dan bebas dari pimpinan
atau penguasa. Kriteria-kriteria tersebut telah tumbuh bersama dalam
kebudayaan kita. Konvensi itu dipandang sebagai aturan yang
menyeluruh, sedangkan preskripsi moral tidak. Dalam kaitanya dengan
konvensi, individu itu bersifat relativistik yaitu konveksi
dievaluasi berdasarkan konteks sosialnya. Dalam kaitan dengan
moralitas, individu itu bersifat universalistik yakni preskripsi
moral dipandang sebagai suatu kewajiban yang bersifat umum.
Pertimbangan konvensional mungkin didasarkan pada hierarki sosial
yang mungkin didasarkan pada kesamaan pertimbangan moral (equality).
Dalam menerapkan konvensi. Ditandaskan akan perlunya keseragaman
dengan pimpinan, walaupun pertimbangan tentang berbagai masalah moral
(dalam situasi tertentu) bertentangan dengan perintah pimpinan atau
penguasa.
- KOMBINASI DAN KOORDINASI ANTARA BERBAGAI RANAH
Banyak
situasi sosial yang dihadapi setiap orang yang bersifat
multidimensional dan mencangkup komponen-komponen moral dan
konvensional. Salah satu contoh seperti seorang editor majalah sains
yang mengajukan kritik tajam terhadap sebuah manuskrip, dengan
pengetahuan bahwa kritikannya itu pasti akan menimbulkan rasa tidak
senang, bahkan menyakiti manuskrip tersebut. Dari contoh seperti itu
menunjukkan adanya kekosongan konsep moral yang formal, seperti
kesamaan, kerugian, dan keadilan. Konsep tersebut hanya berarti
apabila konten yang dianggap telah ditentukan secara kultural. Secara
menyeluruh bahwa prinsip persamaan harus tunduk kepada prinsip
hierarki. Demikian pula masalah keadilan ada kalanya harus
mendahulukan tujuan-tujuan organisasi.
Sebagian
besar orang menganggap aspek moral dari kesamaan itu harus siap untuk
ditempatkan dalam tempat yang lebih rendah dibawah kepentingan
organisasi demi tercapainya suatu tujuan.Untuk memelihara otoritas
yang konvensional, maka perlu diambil tindakan yang bertentangan
dengan preskripsi moral para subyeknya. Keseimbangan antara
komponen-komponen moral dengan keseimbangan dalam kondisi yang
dibakukan. Dan hasil yang didapat ialah bahwa hasil perilaku
merupakan fungsi dari koordinasi dari berbagai tipe. Dalam situasi
ditemukan hal-hal yang tidak sama yang pada umumnya diterima oleh
mereka yang mendukung prinsip persamaan itu. Hipotesis yang diajukan
ialah orientasi subyek secara konseptual mengenai aspek-aspek
eksperimen yang bersifat keorganisasian-sosial.
Pertentangan
terbuka dapat muncul karena tindakan tertentu secara tersirat yang
dapat menimbulkan gangguan substansial secara fisik terhadap orang
lain. Pertentangan itu muncul karena untuk menghindari gangguan yang
dapat mempengaruhi jalannya eksperimen itu, maka perlu diubah secara
mendasar atau bahkan dihentikan. Identifikasi dan pemisahan antara
persoalan moral dengan pertimbangan moral dengan persoalan
keorganisasian dalam situasi sosial dihubungkan dengan identifikasi
perbedaan-perbedaan sejenis dalam pertimbangan individual, dan
perhatian akan koordinasi pertimbangan, merupakan landasan untuk
menafsirkan perangkat temuan dari kondisi-kondisi yang bervariasi
dalam eksperimen Milgram. Walaupun penafsiran ini mencangkup juga
spekulasi mengenai pertimbangan iitu karena data langsung tidak
didapatkan, namun penafsiran tersebut seirama dengan hasil
prilakunya.
- PEMIKIRAN SOSIAL DANTINDAKAN SOSIAL
Kami
mengusulkan suatu strategi yang bersifat empiris dan analitis yang
berbeda dengan strategi yang berdasarkan pada pertanyaan:apakah
perilaku moral itu konsisten dengan pertimbangan.menghadapi
permasalahan yang dirumuskan sebagai penelitian tentang hakikat
pertautan dan koordinasi antara pertimbangan sosial dan
perilaku.memiliki berbagai implikasi terhadap strategi dan metode
penelitian.metode itu seharusnya lebih dekat dengan metode yang
digunakan piaget(dalam penelitian mengenai korespondensi dalam
organisasi penalaran dan pola perilaku).daripada dengan metode
korelasional dari hartshome dan may,akan tetapi pieget itu memusatkan
perhatiannya pada apa yang dipandangnya sebgai suatu rentangan
pertimbangan dan perilaku yang terbatas.maka fokus perhatiannya itu
tidak terarak kepada kriteria untuk mengidentifikasi dan memisah
komponen situasi tertentu.
Dalam
kriteria untuk mengadakan spesifikasi terhadap ranah_ranah yang
tercakup didalamnya dan apabila terdapat lebih dari satu ranah itu(
dalam eksperimen milgram misalnya pertautan antara ranah itu
ditempatkan dalam pertautan-pertautan pertentangan.selanjutnya
hendaknya diadakan perkiraan terhadap orientasi subyek terhadap ranah
dalam konteks situasional. Analisis yang dilakukan hendaknya
mencangkup pertimbangan dalam ranah dari subyek yangbersangkutan
mengenai masing-masing komponen maupun koordinasi dari ranah-ranah
itu dalam konteks situasional tersebut. Bahwa dalam melihat implikasi
moral yang mungkin timbul itu dan keputusan yang harus mereka ambil
sulit dan penuh dengan tantangan emosional.mereka menyadari
kemungkinan dampak moral itu dan berupaya memberikan yustifikasi bagi
statusn keputusan tersebut yang memang menyisihkan aspek moral.maka
masalah tersebut digolongkan ke dalam kategori yurisdiksi
personal.yang dimaksud mencerminkan status epistemologisnya.yang
ditempatkan ke subyek masalah
- PEMBAHASAN
- PEMIKIRAN MORAL, TINDAKAN MORAL, DAN KATEGORI-KATEGORI BUDAYA
Bab
pemikiran moral, tindakan moral, dan ketegori-kategori budaya ini
membahas tentang hubungan antara pertimbangan sosial dengan tindakan
sosial. Sebelumnya membahasnya, kita harus mengetahui pengertian dari
moralitas, tindakan sosial, budaya.
- Pengertian Tindakan Sosial
Kita
sebagai makhluk hidup senantiasa melakukan tindakan untuk mencapai
tujuan tertentu. Tindakan merupakan suatu perbuatan, perilaku, atau
aksi yang dilakukan oleh manusia sepanjang hidupnya guna mencapai
tujuan tertentu. Tidak semua tindakan manusia dapat dianggap sebagai
tindakan sosial. Tindakan sosial adalah suatu tindakan yang dilakukan
dengan berorientasi pada atau dipengaruhi oleh orang lain.
- Jenis-Jenis Tindakan Sosial
Menurut
Max Weber, tindakan sosial dapat digolongkan menjadi empat
kelompok, yaitu tindakan rasional instrumental, tindakan rasional
berorientasi nilai, tindakan tradisional, dan tindakan afeksi.
- Tindakan Rasional Instrumental
Tindakan
ini dilakukan seseorang dengan memperhitungkan kesesuaian antara cara
yang digunakan dengan tujuan yang akan dicapai. Misalnya guna
menunjang kegiatan belajarnya dan agar bisa memperoleh nilai yang
baik, Fauzi memutuskan untuk membeli buku-buku pelajaran sekolah
daripada komik.
- Tindakan Rasional Berorientasi Nilai
Tindakan
ini bersifat rasional dan memperhitungkan manfaatnya, tetapi tujuan
yang hendak dicapai tidak terlalu dipentingkan oleh si pelaku. Pelaku
hanya beranggapan bahwa yang paling penting tindakan itu termasuk
dalam kriteria baik dan benar menurut ukuran dan penilaian masyarakat
di sekitarnya. Misalnya menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya
masing-masing.
- Tindakan Tradisional
Tindakan
ini merupakan tindakan yang tidak rasional. Seseorang melakukan
tindakan hanya karena kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat tanpa
menyadari alasannya atau membuat perencanaan terlebih dahulu mengenai
tujuan dan cara yang akan digunakan. Misalnya berbagai upacara adat
yang terdapat di masyarakat.
- Tindakan Afektif
Tindakan
ini sebagian besar dikuasai oleh perasaan atau emosi tanpa
pertimbangan-pertimbangan akal budi. Seringkali tindakan ini
dilakukan tanpa perencanaan matang dan tanpa kesadaran penuh. Jadi
dapat dikatakan sebagai reaksi spontan atas suatu peristiwa.
Contohnya tindakan meloncat-loncat karena kegirangan, menangis karena
orang tuanya meninggal dunia, dan sebagainya.
Tindakan
individu dipengaruhi oleh dua macam orientasi yaitu orientasi
motivasional yang bersifat pribadi dan orientasi nilai yang bersifat
sosial. ini berarti tindakan individu dipengaruhi kehendak pribadinya
dan dikontrol nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Tak ada
sistem yang tidak memerlukan pendidikan. Seperti Durkheim yang
melihat fungsi pendidikan sebagai pemegang fungsi sosialisasi dan
seleksi, tetapi Parsons hanya menekan kan pada aspek yang pertama
yaitu sosialisasi. Sosialisasi yang meliputi aspek nilai, kognisi,
maupun motorik.
Masyarakat terbagi atas 3 sub sistem: sub sistem budaya (cultural system), sub sistem sosial atau struktur sosial, sistem sosial, sub sistem kepribadian (personality sistem) berupa individu. Pertama, sistem budaya memuat nilai, norma, pengetahuan dan kepercayaan bersama. Kedua, sistem sosial terdapat struktur peran sesuai dengan status sosial atau role expextation. Ketiga, sistem kepribadian, individu memiliki keperluan yang lahir atau dibentuk pada saat berlangsungnya proses sosialisasi. Hirarki pengawasan: kebudayaan mengontrol masyarakat, masyarakat mengontrol individu, dan arus berlainan melihat arah individu melakukan sesuatu dalam rangka mewujudkan dan mempertahankan norma sosial dan nilai kultural masyarkatnya. Pendidikan menurut Parson dapat disimpulkan merupakan proses sosialisasi yang dalam diri individu-individu memungkinkan berkembangnya rasa tanggung jawab dan kecakapan-kecakapan (comitment dan capacities) yang semuanya diperlukan dalam melaksanakan peran sosial. Kecakapan yang harus dimiliki yakni teknis, sosial dan tanggung jawab menenai terselenggaranya masyarakat yang bernilai budaya sesuai dengan pegangan masyarakatnya.
Masyarakat terbagi atas 3 sub sistem: sub sistem budaya (cultural system), sub sistem sosial atau struktur sosial, sistem sosial, sub sistem kepribadian (personality sistem) berupa individu. Pertama, sistem budaya memuat nilai, norma, pengetahuan dan kepercayaan bersama. Kedua, sistem sosial terdapat struktur peran sesuai dengan status sosial atau role expextation. Ketiga, sistem kepribadian, individu memiliki keperluan yang lahir atau dibentuk pada saat berlangsungnya proses sosialisasi. Hirarki pengawasan: kebudayaan mengontrol masyarakat, masyarakat mengontrol individu, dan arus berlainan melihat arah individu melakukan sesuatu dalam rangka mewujudkan dan mempertahankan norma sosial dan nilai kultural masyarkatnya. Pendidikan menurut Parson dapat disimpulkan merupakan proses sosialisasi yang dalam diri individu-individu memungkinkan berkembangnya rasa tanggung jawab dan kecakapan-kecakapan (comitment dan capacities) yang semuanya diperlukan dalam melaksanakan peran sosial. Kecakapan yang harus dimiliki yakni teknis, sosial dan tanggung jawab menenai terselenggaranya masyarakat yang bernilai budaya sesuai dengan pegangan masyarakatnya.
Dalam
bab mengenai pemikiran moral, tindakan moral dan kategori-kategori
budaya ini ada beberapa tokoh yang melakukan penelitian. Diantaranya
Hartshorne dan May, dan Piaget yaitu meneliti mengenai hubungan
antara pemikiran moral dengan perilaku moral. Dalam hal ini
Hartshorne dan May memusatkan penelitianya pada pengukuran perilaku
daripada pengukuran pertimbangan moral. Mereka juga berupaya untuk
memperkirakan sejauh mana pengetahuan tentang moral dapat meramalkan
perilaku moral. Yaitu masalah berkenaan dengan hubungan antara apa
yang dikatakan seseorang dengan apa yang dilakukanya dan yang ingin
ia lakukan. Dalam penelitianya, Hartshorne dan May menyimpulkan
pertautan antara perilaku-perilaku seseorang tidak begitu sejalan
dengan pertimbanganya. Temuan ini didasarkan pada kolerasi antara
pengukuran perbuatan yang tidak jujur misalnya penipuan, dengan skor
yang didapat dari hasil tes tulis tentang pengetahuan moral subjek
yang bersangkutan. Pada sebagian besar kasus, para subjek ditempatkan
dalam situasi-situasi yang memungkinkan dalam perbuatan menyontek.
Dalam kasus lain diadakan pengukuran mengenai perbuatan berdusta dan
mencuri. Sedangkan tes mengenai pengetahuan moral dirancang untuk
mengukur kesadaran akan standar perilaku moral pada subjeknya.
Korelasi antara skor tentang pengetahuan moral dan perilaku dalam
situasi-situasi khusus itu sangat rendah.
Berbeda
sekali dengan penelitian yang dilakukan oleh Piaget. Piaget lebih
banyak menekankan perhatianya pada pertimbangan moral daripada
perilakunya. Beliau berupaya untuk meneliti keselarasan antara
organisasi sistem pertimbangan dengan organisasi sistem tindakanya.
Piaget mengajukan proposisi bahwa koordinasi tindakan dan
pertimbangan memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan
moral. Ia melakukan penelitian secara komparatif tentang perilaku dan
pertimbangan anak itu menurut aturan-aturan dari berbagai permainan.
Ia melakukan pengamatan terhadap permainan anak secara aktual dan
terhadap jawaban pada pertanyaan-pertanyaan tentang cara mereka
melakukan permainan-permainan tersebut. Berdasarkan penelitian ini
dirumuskan dua urutan perkembangan yang pararel. Satu rumusan urutan
perkembangan berkenaan dengan pelaksanaan praktikum aturan, sedangkan
rumusan yang lainya berkenaan dengan kesadaran akan aturan.
Masing-masing urutan perkembangan melukiskan adanya peralihan dari
orientasi yang bersifat eksternal, egosentris dan heteronom, ke arah
orientasi yang menunjukan adanya keinginan untuk bekerjasama dan
berpegang pada aturan itu sebagai hasil perjanjian bersama. Dengan
adanya kesamaan antara tahapan berbagai perkembangan kesadaran dengan
praktiknya, Sehingga Piaget dapat menyimpulkan bahwa pertimbangan dan
perbuatan itu saling berkaitan.
Pertimbangan
moral dan dengan perilaku moral dikaitkan dengan premis tentang
perkembangan moral sebagai salah satu aspek dari pembelajaran sosial.
Penalaran moral dan perilaku sosial dibentuk oleh orientasi budaya.
Dengan berpegang pada hipotesis bahwa perkembangan sosial seseorang
individu itu tidak terlepas dari sumber kemasyarakatan dan sumber
bersangkutan, bahwa ada berbagai kombinasi penalaran. Pertimbangan
moral itu merupakan satu-satunya penyebab langsung dari perilaku
moral itu.
- HETEROGENITAS DALAM PETIMBANGAN SOSIAL DAN PERILAKU
Heterogenitas
sosial yang terlalu tajam sulit memungkinkan untuk menjaga ciri khas
budaya. Padahal, salah satu strategi pembangunan dunia adalah
melindungi ciri khas budaya, di samping HAM, tegaknya hukum dan
lingkungan alam. Hal ini telah menjadi kebijakan UNDP yaitu Badan
Pembangunan Dunia di bawah PBB. Heterogenitas sosial, apalagi dalam
era globalisasi ini, memang tidak mungkin dihindari. Yang mungkin
dapat dilakukan adalah mengendalikannya agar jangan terlalu
berlebihan. Heterogenitas yang terlalu tajam akan menimbulkan
individualisme yang tajam juga. Individualisme yang berlebihan akan
menipiskan rasa kebersamaan sosial. Tipisnya rasa kebersamaan sosial
akan menurunkan juga tanggung jawab sosial, seperti menjaga ciri khas
budaya dan juga kelestarian lingkungan alam.
Pada
sub bab mengenai heterogenitas dalam pertimbangan sosial dan perilaku
sosial ini Miligram melakukan eksperimen. Yaitu temuan Miligaram yang
menyangkut persoalan tentang pertautan antara pertimbangan moral
dengan perilaku moral. Dalam eksperimenya membuktikan tentang adanya
konsistensi, karena sebagian besar subjek menolak untuk terus
berpartisipasi. Perbandingan antara kondisi yang berbeda dalam
eksperimen Miligram itu memperlihatkan bahwa perilaku seseorang
sampai batas yang wajar dan dipengaruhi oleh konteks sitiasional.
Perbandingan ini mengatakan juga bahwa para subjek menafsirkan
konteks situsional itu bahwa perilaku tidak sekedar dikendalikan oleh
kesatuan lingkungan. Adanya variasi yang teramati dalam kondisi itu
tidak berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang sistematis antara
perilaku dengan pertimbangan itu. Pengamatan pada pertimbangan pada
kelompok yang sama (Davision, Turiel, dan Black) menunjukan bahwa
para individu memiliki pemahaman yang berbeda-beda berkenaan dengan
interaksi soaial, dan sistem budaya, dan bahwa pertimbangan sosialnya
tidak begitu saja menyelaraskan diri dengan kategori budaya yang
tunggal. Suatu seri dimensi-dimensi pertimbangan yang mengacu pada
sesuatu sebagai pertimbangan kriteria dapat digunakan dalam rangka
membedakan dan merumuskan kedua ranah.
- KOMBINASI DAN KOORDINASI ANTARA BERBAGAI RANAH
Bukti-bukti
yang mendukung proposisi bahwa moralitas dan konvensi itu merupakan
konsep dan sistem perkembangan yang berbeda dan untuk mengadakan
studi tentang pertimbangan para subyek maka banyak situasi yang
dihadapi orang itu bersifat multidimensional dan mencangkup
komponen-komponen moral dan konvesional. Berlin menunjukkan bahwa
banyak dalam situasi ditemukan hal-hal yang tidak sama yang pada
umumnya diterima oleh mereka yang mendukung prinsip persamaan itu.
Contohnya kekuasaan yang dimiliki pemimpin suatu orkestra. Yang
merupakan alasan alasan adanya kepemimpinan yang berkuasa itu ialah
tujuan permainan orkestra tersebut, yaitu menghasilkan paduan suara
yang jelas tidak mungkin dicapai tanpa disertai disiplin yang ketat.
Contoh
yang diajukan Berlin cukup menarik karena dalam kehidupan kita temui
situasi yang menempatkan soal kerugian untuk mencapai maksud-maksud
tertentu. Misalnya seorang editor majalah sains mengkritik tajam
terhadap manuskrip, dengan pengetahuan bahwa kritiknya itu pasti akan
menimbulkan rasa senang, bahkan menyakiti manuskrip tersebut. Contoh
seperti itu sebagai pertanda kekosongan konsep moral yang formal,
seperti kesamaan, kerugian, dan keadilan. Konsep tersebut hanya
berarti apabila orang melihat kepada konten yang dipetakan
didalamnya, yaitu konten yang dianggap telah ditentukan secara
kultural.
Individu
maupun kelompok memiliki lebih dari satu tujuan sosial, dan beberapa
tujuan yang berbeda kadang-kadang bahkan saling bertentangan muncul
dalam satu konteks situasi yang sama. Dan secara menyeluruh bahwa
prinsip persamaan harus tunduk kepada prinsip hierarki. Fakta bahwa
anak-anak maupun orang dewasa dalam berbagai situasi menerapkan
kriteria substansi moral yang khas atau spesifik itu dengan cara yang
tidak bervariasi. Berkenaan dengan peristiwa-peristiwa yang bersifat
prototipe ditemukan bukti-bukti secara substansial yang mendukung
proposisi yang menyatakan bahwa anak-anak maupun orang dewasa
menerapkan pertimbangan moral yang berbeda secara substansif.
Bukti
ini berasal dari berbagai studi mengenai pertimbangan dalam konteks
perilaku maupun bukan. Moralitas hanyalah salah satu komponen dalam
situasi yang mencangkup lebih dari satu tujuan. Dalam
mempertimbangkan mana yang lebih penting diantara moral dan tujuan,
terkadang orang mendahulukan yang satu dari yang lainnya. Sebagian
besar orang menganggap aspek moral dari kesamaan itu harus siap untuk
ditempatkan dalam tempat yang lebih rendah dibawah kepentingan
organisasi orkestra misalnya untuk tercapainya sebuah tujuan, namun
ada pula yang memunculkan pertentangan kepentingan dalam memberikan
prioritas itu.
Konsep
organisasi sosial maupun pertimbangan moral harus mendapat perhatian
penuh. Pemisahan antara kedua ranah ini diperlukan sebagai landasan
metodologis. Awalnya memulai dengan mengadakan penelitian tentang
pertimbangan ini dengan menggunakan informasi. Masalah yang memiliki
banyak segi yang membingungkan seperti masalah abortus (pengguguran
kandungan. Mengenai cara mengkoordinasi berbagai pertimbangan
(masalah yang menyangkut kedudukan peranan pria dan wanita) dalam
suatu situasi pertentangan pendapat antara pandangan dan harapan
konvensional.
Rincian
lebih lanjut mengenai tipe penelitian akan ditayangkan kemnudian
dalam mendiskusikan studi yang mencangkup pengukuran perilaku dan
penalaran tentang pengguguran kandungan. Unutuk tahapan sekarang
dengan mengatakan bahwa dalam kedua penelitian itu ditemukan berbagai
situasi, yang mana sebagian besar dari para subyek menyadari dan
sampai kepada pertimbangan yang berbeda sehingga muncullah tiga modus
yang berhubungan dengan ranah itu.
- Ada tekanan perhatian terhadap salah satu ranah dengan menomorduakan ranah lain.
- Ada pertentangan antara kedua ranah itu disertai sikap yang tidak konsisten.
- Ada koordinasi antara kedua komponen.
Dalam
studi lain yang dilakukan Smetana diadakan perbandingan antara
pertimbangan yang dibuat anak-anak mengenai peristiwa-peristiwa yang
termasuk dalam ranah tersebut. Pertimbangan tersebut selaras dengan
temuan dalam studi lain yaitu peristiwa moral dapat dibedakan
peristiwa konvensional yang menyangkut beberapa dimensi pertimbangan.
Kelompok subyek yang sama mengkoordinasikan peristiwa yang
mengkombinasikan berbagai ranah, dengan menempetkan kedudukan suatu
ranah dibawah ranah lain, atau dengan mengabstraksikan serta
mempertautkan komponen dari masing-masing ranah itu.
Suatu
upaya tambahan untuk mengetes proposisi yang menyatakan bahwa dalam
peristiwa yang mengkombinasikan berbagai ranah itu kedua komponennya
dikenali secara tergabung dan subyek diajukan kondisi-kondisi dengan
sugesti-tandingan. Dalam sugesti tandingan itu diberikan tambahan
deskripsi mengenai peristiwa-peristiwanya. Dengan maksud uuntuk
pergantian agar lebih menonjolkan komponen konvensionalnya. Kondisi
eksperimen dibandingkan dengan contoh dari Berlin mengenai permainan
orkestra. Menerima organisasi suatu orkestra dan otoritas pimpinannya
(dirigen) tidak didasarkan atas alasan moral, melainkan didasarkan
atas hasrat untuk mencapai hasrat lain. Jenis organisasi orkestra itu
secara implisit bertentangan dengan prinsip kesamaan. Dalam
eksperimen Miligrampertentangan itu lebih bersifat eksplisit.
Eksperimen
Miligram mengandung suatu organisasi sosial yang dirancang untuk
melengkapi tujuan-tujuan ilmiah.persoalan konvensional-keorganisasian
terus disoroti melalui komentar eksperimentator. Hipotesis yang
diajukan ialah orientasi subyek secara konseptual mengenai
aspek-aspek eksperimen yang bersifat keorganisasian-sosial.
Pertentangan terbuka dapat muncul karena tindakan tertentu secara
tersirat yang dapat menimbulkan gangguan substansial secara fisik
terhadap orang lain. Pertentangan itu muncul karena untuk menghindari
gangguan yang dapat mempengaruhi jalannya eksperimen itu, maka perlu
diubah secara mendasar atau bahkan dihentikan.
Sebaliknya,
untuk memelihara otoritas yang konvensional maka perlu diambil
tindakan yang bertentangan dengan preskripsi moral para subyek.
Pertimbangan keorganisasian-sosial mengatasi mengatasi pertimbangan
moral. Tetapi dari laporan Miligram (1974) tersebut tampak jelas
bahwa sebagian besar dari para subyek ini menyandang pertentangan
batin. Hal ini menandakan bahwa selama eksperimen tersebut para
subyek sangat peduli akan kerugian (rasa sakit) yang ditimbulkan oleh
getaran listrik dan mereka tidak menyisihkan pertimbangan moralnya.
Pertimbangan moral sering mengatasi pertimbangan keorganisasian.
Keseimbangan antara komponen-komponen moral dengan keorganisasian
didapatkan perbedaan dengan keseimbangan dalam kondisi yang
dibakukan.
- PEMIKIRAN SOSIAL DAN TINDAKAN SOSIAL
- Teori Perkembangan Moral Menurut Kohlberg
Menurut
teori Kohlberg telah menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan
terutama pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap. Dalam
Teori Kohlberg mendasarkan teori perkembangan moral pada
prinsip-prinsip dasar hasil temuan Piaget. Menurut Kohlberg sampai
pada pandangannya setelah dua puluh tahun melakukan wawancara yang
unik dengan anak-anak. Dalam wawancara , anak-anak diberi serangkaian
cerita dimana tokoh-tokohnya menghadapi dilema-dilema moral. Berikut
ini ialah dilema Kohlberg yang paling populer: ” Di Eropa seorang
perempuan hampir meninggal akibat sejenis kanker khusus. Ada satu
obat yang menurut dokter dapat menyelamatkannya. Obat tersebut adalah
sejenis radium yang baru-baru ini ditemukan oleh seorang apoteker di
kota yang sama. Biaya membuat obat ini sangat mahal, tetapi sang
apoteker menetapkan harganya sepuluh kali lebih mahal dari biaya
pembuatan obat tersebut. Untuk pembuatan satu dosis obat ia membayar
dua ratus dolar dan menjualnya dua ribu dolar. Suami pasien
perempuan, Heinz pergi ke setiap orang yang ia kenal untuk meminjam
uang, tetapi ia hanya dapat mengumpulkan seribu dolar atau hanya
setengah dari harga obat. Ia memberitahu apoteker bahwa istrinya
sedang sakit dan memohon agar apoteker bersedia menjual obatnya lebih
murah atau membolehkannya membayar setengahnya kemudian. Tetapi sang
apoteker berkata ”tidak, aku menemukan obat, dan aku harus
mendapatkan uang dari obat itu.” Heinz menjadi nekat dan membongkar
toko obat itu untuk mencuri obat bagi istrinya.”
Cerita
ini adalah salah satu dari sebelas cerita yang dikembangkan oleh
Kohlberg untuk menginvestigasi hakekat pemikiran moral. Setelah
membaca cerita, anak-anak yang menjadi responden menjawab serangkaian
pertanyaan tentang dilema moral. Haruskah Heinz mencuri obat? Apakah
mencuri obat tersebut benar atau salah? Pataskah suami yang baik itu
mencuri? Dll. Berdasarkan penalaran-penalaran yang diberikan oleh
responden dalam merespon dilema moral ini dan dilema moral lain.
Dengan adanya cerita di atas menurut Kohlberg menyimpulkan terdapat
tiga tingkat perkembangan moral, yang masing-masing ditandai oleh dua
tahap. Konsep kunci untuk memahami perkembangan moral, khususnya
teori Kohlberg , ialah internalisasi yakni perubahan perkembangan
dari perilaku yang dikendalikan secara eksternal menjadi perilaku
yang dikendalikan secara internal.
Teori
Perkembangan moral dalam psikologi umum menurut Kohlberg terdapat
tiga tingkat dan enam tahap pada masing-masing tingkat terdapat dua
tahap diantaranya sebagai berikut:
- Tingkat Satu: Penalaran Prakonvensional
Penalaran
Prakonvensional adalah : tingkat yang paling rendah dalam teori
perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak
memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral- penalaran moral
dikendalikan oleh imbalan dan hukuman eksternal. Dengan kata lain
aturan dikontrol oleh orang lain dan tingkah laku yang baik akan
mendapat hadiah dan tingkah laku yang buruk mendapatkan hukuman.
- Tahap I. Orientasi hukuman dan ketaatan. Yaitu tahap pertama yang mana pada tahap ini penalaran moral didasarkan atas hukuman dan anak taat karena orang dewasa menuntut mereka untuk taat.
- Tahap II. Individualisme dan tujuan. Pada tahap ini penalaran moral didasarkan atas imbalan dan kepentingan sendiri. Anak-anak taat bila mereka ingin taat dan bila yang paling baik untuk kepentingan terbaik adalah taat. Apa yang benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap menghasilkan hadiah.
- Tingkat Dua : Penalaran Konvensional
Penalaran
Konvensional merupakan suatu tingkat internalisasi individual
menengah dimana seseorang tersebut menaati stándar-stándar Internal
tertentu, tetapi mereka tidak menaati stándar-stándar orang lain
seperti orang tua atau aturan-aturan masyarakat.
- Tahap III. Norma-norma Interpersonal. Yaitu: dimana seseorang menghargai kebenaran, keperdulian dan kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan pertimbangan-pertimbangan moral. Seorang anak mengharapkan dihargai oleh orang tuanya sebagai yang terbaik.
- Tingkat IV. Moralitas Sistem Sosial. Yaitu: dimana suatu pertimbangan itu didasarkan atas pemahaman atuyran sosial, hukum-hukum, keadilan, dan kewajiban.
- Tingkat Tiga: Penalaran Pascakonvensional
Yaitu
suatu pemikiran tingkat tinggi dimana moralitas benar-benar
diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-standar orang
lain. Seseorang mengenal tindakan-tindakan moral alternatif,
menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu
kode.
- Tahap V. Hak-hak masyarakat versus hak-hak individual. Yaitu nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa standar dapat berbeda dari satu orang ke orang lain.
- Tahap VI. Prinsip-prinsip Etis Universal. Yaitu seseorang telah mengembangkan suatu standar moral yang didasarkan pada hak-hak manusia universal. Dalam artian bila sseorang itu menghadapi konflik antara hukum dan suara hati, seseorang akan mengikuti suara hati.
Validitas
pendekatan ini didukung oleh studi yang dilakukan smetana yang
disinggung dimuka mengenai pengambilan keputusan tentang pengguguran
kandungan.penelitian tersebut didasarkan pada asumsi,bahwa
pengguguran kandungan itu merupakan suatu masalah yang
multidimensional dan ambigu yang hendaknya tidak hanya diteliti
melalui mengukuran korelasi antara perilaku dengan pertimbangan moral
belaka.salah satu sumber hipotesisnya ialah suatu perdebatan umum
yang mendalam mengenai dasar hakiki dari pengguguran kandungan itu.
Maka jelaskan kalau masalah tersebut kebijakan yang salah dari
pertimbangan moral.
Sumber
kedua dari hipotesis yang diajukan sehubungan dengan permasalahan ini
ialah suatu pekerjaan yang ekstensif yang merintis pertimbangan dari
pengguguran suatu masalah yang menyangkut insani,suatu kandungan yang
digugurkan yaitu menyangkut hidup insani.oleh karena itu salah satu
tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi orientasi sesorang
menegnal ranah serta kriteria konseptural dalam masalah pengguguran
kandungan .tujuan lain dari penelitian ini ialah untuk menguji
pertautan antara pertimbangn dengan perilaku. Disamping mereka yang
dijadikan sampel lain dalam studi ini ialah sekelompok wanita yang
berpasangan.akan tetapi tidak pernah mengandung.
Analisis
jawaban terhadap wawancara mengenai masalah penguguran kandungan itu,
misalnya dalam pengguran kandungan itu apa termasuk dalam ranah
moral. Beberapa responden pengguran itu bukan termasuk dalam
moral.karena dalam pengguran itu termasuk merenggut nyawa hidup
seseorang.oleh karena itu perbedaan pertimbangan itu tidak sekedar
menyangkut persoalan bahwa membunuh itu salah. Ada empat corak
pandangan yang berbeda berkaitan dengan aspek-aspek moral dan non
moral dalam situasi ini. Pandangan pertama menganggap masalah
pengguguran kandungan sebagai menjadi masalah pilihan pribadi lebih
bersifat non moral.pandangan kedua menyatakan bahwa masalah
pengguguran kandungan lebih merupakan masalah hidup dan mati,sehingga
memandangnya sebagai suatu masalah moral.pandangan ketiga melihat
adanya pertentangan antara pandangan yang menggangapnya sebagai
masalah kebijakan moral dan yang tidak menganggap sebagai masalah
kebijkan moral. Pandangan keempat menunjukkan adanya koordinasi
antara aspek moral dengan aspek pribadi berdasarkan masa
kandungan,para subyek yang melihat permasalahan demikian merumuskan
kehidupan dan membandingkan dengan bentuk kehidupan insani karena
masalah ini dilihat dari suatu saat tertentu maka masalah pengguguran
tersebut mula-mula masalah bersifat pribadi.
Maka
kesimpulan dari studi ini mendukung proposisi umum yang diajuakan
dimuka bahwa perilaku itu berkaitan dengan pengambilan keputusan,dan
bahwa pertautan itu diasosiasikan dengan pengkoordinasian
pertimbangan sosial.studi ini juga memperlihatkan juga bahwa
kejelasan perilaku tidak dapat dilihat semata-mata melalui pengukuran
tingkat konsisten dengan pertimbangan moralnya.
- KESIMPULAN
- Tindakan sosial itu merupakan hasil koordinasi dari berbagai ranah pertimbangan sosial. Artinya bahwa suatu keputusan perilaku tertentu dihasilkan oleh lebih dari satu jenis pertimbangan. Penalaran moral seseorang dibentuk melalui perolehan cara-cara orientasi budaya.
- Dari hasil studi menunjukan perilaku itu berkaitan dengan pengambilan keputusan, dan pertautan itu diasosiasikan dengan pengkoordinasikan pertimbangan sosial. Perilaku soaial dapat membawakan pertimbangan yang konsisten maupun yang tidak konsisten, tergantung dari tipe pertimbangan yang dinilai. Adanya ranah menunjukan pertimbangan itu berkaitan dengan penafsiran individu mengenai situasi sosial dengan cara mempengaruhi perilaku. Pemilihan perilaku dan konten budaya tidak bersifat dikatomis dengan penalaran sosial. Untuk memehami suatu tindakan diperlukan suatu studi mengenai interelasi berbegai tipe pertimbangan sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar