TINDAKAN
MORAL SEBAGAI PENAFSIRAN DIRI
A.
RANGKUMAN
- STRUKTUR KEBRIBADIAN
Yang menjadi pangkal
tolak pandangan mengenai masalah kepribadian adalah teori yang
bersifat evolusionalistik dan interaksionalisme simbolistik.
McDougall merupakan seorang pengkaji teori evolusionalistik yang
mahir, ia memandang tindakan manusia sebagai tindakanyang muncul dari
seperangkat implus biologis yang mempunyai ciri-ciri tersendiri;
sedangkan implus-implus biologis itu meriupakan hasil seleksi alami.
Akan tetapi begitu implus alami itu dinyatakan, maka terlepaslah ia
dari asalnya yang alami itu dan pada saat itu juga ia diorganisasi
secara hierarkis dalam tatanan konsep diri. Jadi walaupun semula
merupakan perilaku yang terorganisasi daam tatanan biologis, namun
implus-implus itu segera dikendalikan oleh pengaruh-pengaruh sosial.
Moralitas sebagai alat pengaturan kehidupan berkelompok mengambil
tempat yang sangat penting.
Moralitas berfungsi
secara sosial structural dalam pengertian sebagai pengatur kehidupan
kelompok akan tetapi merupakan pula suatu keutuhan insane yang sangat
kuuat pengaruhnya. Alasannya karena kecenderungan batiniah manusia
sangat menentukan bagi kepribadian manusia serta perbuatan sosial.
manusia memerlukan pergaulan, saling berhubungan, akan tetapi
pergaulan ataupun saling berhubungan ini dengan cara yang teratur
dapat diperhitungkan. Moralitas itu menata dan mengatur hubungan
timbal balik atau interaksi antar individu.
Ditinjau dri sudut
pandang sosial, moralitas tampil sebagai aturan (code) perbuatan
eksternal yang dapat diverivikasi sebagai suatu perangkat aturan yang
memperinci secara khusus hak dan kewajiban masing-masing, serta
melarang garis besar tindakan tertentu yang asocial. Sedang ditinjau
dari sudut individual, moralitas dirumuskan secara fenomenologis
dalam pengaertianorientasi pribadi secara subjektif terhadap aturan
dan nilai yang berlaku dalam lingkup budayanya. Sebagai suatu kajian
psikologis, perkembangan moral itu terdiri atas penelusuranasal mula
orientasi yang bersifat subjektif itu; upaya penelusuran itu akan
dapat didekati dengan berhasil dari prespektif perkembangan pribadi.
Ada beberapa tuntunan
sebelum terjadi suatu interaksi, pertama, harus ada maksud atau
tujuan bagi lahirnatau tujuan bagi lahirnya interaksi itu, dan harus
ada peranan yang akan dimainkan. Kedua, sejak usia tiga tahunan anak
telah memahami proses ini dengan baiksehingga dia dapat memainkan
denagn cermat. Struktur kepribadian dapat dikonseptualisasikan baik
sebagai komponen yang tetap (fixed) mupun sebagai komponen variable.
Adapun yang disebut komponen tetap itu merupakan berbagai
kecenderungan yang dibawakan; diantaranya mencakup kebutuhan untuk
diperhatikan dan dihargai serta kebutuhan akan kemampuan
memperkirakan dan keteraturan . dari komponen variable ada tiga yang
bersifat fundamental. Pertama gambaran diri seseorang. Kedua
seperangkat teknik penafsiran diri. Ketiga anggapan seseorang tentang
harapan orang lain berkaitan dengan perilaku sosialnya.
2.
PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
Proses perkembangan
kepribadian ini mempunyai pengertian dalam arti yang lebih luas dan
mengganbarkan dua cara pemikiran tentang tatanan kepribadian. Banyak
persoalan yang menyangkut cara bagaimana tatanan kepribadian itu
berevolusi. Perkembangan tersebut melalui tiga fase.
- Fase pertama : merupakan perkembangan yang didasarkan pada orang harus mengakui kewibawaan. Dalam proses masalah iniberkaitan dengan masalah aturan,nilai serta struktur pengetahuan. Pada fase pertama ini semua menterjemahkan antara lain:
- Dalam bentuk gambaran-diri.
- Teknik berhubungan dengan tokoh-tokoh yang berkuasa.
- Pandanagan mengenai apa yang diharapkan.
Misalnya
saja pada orang tua yang menjaga dan mengawasi prilaku anaknya di
dalam maupun di luar rumah,orang tua dapat menjadikan anaknya menjadi
anak yang bersifat baik dengan perhatian orag tua yang baik juga akan
menghasilkan anak yang percaya diri,patuh,yang dalam usia masih
dibawa lima tahun itu,anak tersebut akan mencapai kematangannya dalam
tingkat perkembangannya.
- Fase kedua : Pada perkembangan ini merupakan permasalahan yang berhubungan dengan teman sebaya. Dalam fase ini perkembangan anak bisa mengembangkan penghargaannya tentang prilaku jujur (fair play),keadilan,dan dapat membalas jasa orang lain. Pada tahap ini berperilaku sosial,kode etik dan berorientasi pada sesama dan gambaran diri . Contoh fase kedua ini terletak pada penilaian teman sebayanya terhadap dirinya bahwa dia adalah anak yang manja terhadap orangtuanya. Dia dapat berfikir dan menyesuaikan diri terhadap tentang apa yang dikatakan oleh sebayanya untuk memperbaiki sifatnya agar selaras dengan sebayanya. Pada fase ini merupakan perkembangan melalui interaksi pada teman sebaya.
- Fase ketiga : dalam tahap ini merupakan perkembangan yang sudah menginjak pada masa dewasa yaitu pada dunia kerja dan mulai berkeluarga,ia harus mementapkan suatu gaya hidup tertentu yang hndak direalisasikannya.. Artinya pada perkembangan ini dia harus berfikiran umum dan bisa menentukan tujuan dalam hidupnya sendiri, ia harus mengembangkan suatu “pola umum gambaran dirinya”. Metode berinteraksi ,pandangan, dan harapannya. Pengertian dalam kesederhanaan fase-fase tersebut maka kita perlu berhenti sejenak untuk diungkapkan kembali secara lebih didaktis.
- Pertama, ketiga tahapan perkembangan yang diuraiakan diatas mempunyai penjelasan yang jelas terhadap moral. Pada penganut pertama mencakup apa yang disebut para penganut psikoanalisis sebagai perkembangan superego. Fase kedua menyangkut dengan apa yang disebut Mead (1934) belajar mengadopsi persepektif orang lain secara umum. Sedangkan fase ketiga berkaitan denagn pandanagn Durkheim (1925/1961) dan McDougall (1908) sebagai masalah otonomi.
- Kedua, skema kognitif itu tidak terlalu tampak pada yang bersangkutan dan mereka tidak pula menyadari bahwa skema kognitif tersebut mempengaruhi perilakunya. Struktur kognitif itu merupakan bagian dari suatu dunia yang tidak sempat diuji dahulu keberadaannya dan diterima begitu saja.
- Ketiga.kepribadian ini merupakan perilaku lahir yang hendaknya tidak di lihat dari sudut penampakannya. Tindakan atau prilaku orang yang menyatakan dalam wawancara pertimbangan moral sebagian juga merupakan penafsiran diri dalam usaha menjelaskan kepada orang lain.
- Keempat, riwayat menghasilkan perkembangan dan pembelajaran sosial yang,setiap orang menunujukkan perbedaan dalam kedudukan standart moral yang dijadikan arah orientasinya. Sebagian orang juga dapat menyesuiakan diri dengan standar penampilan diri yang diinternalisasinya. Misalnya Synder (1974) yang memantau dirinya dari penelitian. Banyak orang yang tidak mau berorientasi kepada norma-norma diluar maupun dalam,tidak mau menghiraukan standar yang telah diinternalisasinya maupun kepada teman sebayanya.mereka benar-benar asing pada pola budya yang mana pun. Dan ada pula yang berpandangan sebagai pribadi yang telah matang yaitu ada pula keompok yang yang mengadakan keseimbangan antara tuntutan dari kelompok referensi dengan tuntutan dari lingkungan sosial yang langsung.
3.
MASALAH KONFORMITAS
Ada
2 cara mengembangkan pandangan Freud terhadap pandangan Kohlberg :
- suatu cara yang kurang simpatik karena para penulis tersebut mencoba memberikan legitimasi intelektual terhadap pandangan mereka sendiri yang cenderung bersifat otonom dan nihilistik,serta pandangan mereka yang tidak sejalan itu menjadi aturan.
- cara yang bersifat lebih simpatik ialah para penulis mencoba menganalisis masalah otonomi,yang telah ada sejak zaman Durkheim hingga sekarang.konsep otonomi itu digunakan untuk menjelaskan kasus-kasus yang menunjukan orang yang melakukan perbuatan yang mungkin oleh beberapa orang disebut perbuatan moral.
Mc Dougall (1908)
menganggap perilaku otonom sebagai ciri utama kematangan seseorang;Ia
menyebutnya sebagai suatu peningkatan perilaku sosial.Mc Dougall
mengajukan suatu mekanisme psikologis. Ia juga menganggap mekanisme
ini dalam perkembangannya berupa teori tentang kelompok referensi.
Ada
3 hal kelompok referensi internal Mc. Dougall berbeda dengan superego
Freudian:
- Supearego Freud tidak disadari,sedang kelompok referensi internal Mc.Dougall dapat kita rinci,bahkan kita dapat mengevaluasi tuntutan-tuntutannya.
- Superego Freudian terdiri atas tuntunan dan harapan dari seorang ayah,dan yang lebih tepat lagi tuntutan dan harapan seperti dipersepsikan anak berusia lima-tahunan. sedangkan kelompok internal mc Dougall mencakup guru-guru, teman sejawat yang dihormati dan orang dewasa lain yang dikenalnya.
- Akhirnya superego Fruedian masih bersifat primitif dan kaku sedangkan kelompok internal Mc Dougall bersifat matang dan luwes.
- Perbedaan individual, kepribadian, dan perilaku moral
Corak perbedaan diantara
orang-orang secara teoritis dapat dikatakan signifikan, mencakup
berbagai variasi: perbedaan dalam corak pengalaman yang telah dialami
mereka dalam perkembangan hidupnya, perbedaan dalam fenemologi
moralnya; dalam kelompok referensinya dan perbedaan dalam cara dan
corak penafsiran dirinya. Perbedaan ini menimbulkan kekaburan
ideografis, untuk memecahkan persoalan ini melalui teopri tentang
tipe. Tipe kepribadian serta cara mereka berhubungan dengan yang lain
diperoleh suatu kesepakatan (Hogan, 1982). Teori tentang tipe
kepribadian yang paling heuristik dan secara empiris menunjukkan
keabsahannya, karya yang dihasilkan Holland (1973). Ia mengungkapkan
dalam kepribadian terdapat enam tipe yaitu: tipe realistis, tipe
penyelidik atau investigatif, tipe artistik, tipe sosial, tipe
perintis atau enterprising dan tipe konvesional.
Tipe realistik bersikap
praktis, bebas, introvet dan berpotensi teknis. Tipe penyelidik atau
investigatif bersifat teoritis, bebas, introvert dan berorientasi
ilmiah. Tipe artistik bersifat prinsipal (berpegang pada prinsip),
kreatif, tidak konfromis dan suka membantu. Tipe sosial bersifat
idealis, ekstrovert, dan suka menolong. Tipe perintis atau enterprise
bersifat ekstravert, berorientasi pada status, dan berhaluan politik.
Tipe konvensional pandai menyesuaikan diri, cermat pada hal-hal kecil
atau detail, dan berorientasi pada keuangan. Keenam tipe ini dapat
diukur dengan reliabilitas yang cukup memadai, disamping itu tiap
tipe dapat ditemukan seperangkat gambaran diri, cara penafsiran diri
dan kelompok referensi yang berbeda satu dengan yang lain.
Ada tiga pandangan atas
tipe-tipe kepribadian diatas yaitu: pertama, manusia diklasifikasi
berdasarkan persamaannya dalam keenam tipe kepribadian yang disebut
diatas, dasar pendapat ini cukup empiris (Hogan, 1982). Kedua,
masing-masing tipe kepribadian itu dapat ditentukan karakteriknya
yang khas atas dasar sosok moral yang dapat dibedakan dari yang
lainnya, serta dapat dirumuskan berdasarkan tipe yang selaras
dengannya. Ketiga, sosok oral yang oleh para ahli psikologi di
karakterisasi sebagai peningkatan status moral yang sudah matang,
tetapi penggolongannya itu tidak didukung oleh dasar logika atau
tidak empiris.
4.
PERBEDAAN INDIVIDUAL, KEPRIBADIAN, DAN PERILAKU MORAL
Corak perbedaan diantara
orang-orang secara teoritis dapat dikatakan signifikan, mencakup
berbagai variasi: perbedaan dalam corak pengalaman yang telah dialami
mereka dalam perkembangan hidupnya, perbedaan dalam fenemologi
moralnya; dalam kelompok referensinya dan perbedaan dalam cara dan
corak penafsiran dirinya. Perbedaan ini menimbulkan kekaburan
ideografis, untuk memecahkan persoalan ini melalui teopri tentang
tipe. Tipe kepribadian serta cara mereka berhubungan dengan yang lain
diperoleh suatu kesepakatan (Hogan, 1982). Teori tentang tipe
kepribadian yang paling heuristik dan secara empiris menunjukkan
keabsahannya, karya yang dihasilkan Holland (1973). Ia mengungkapkan
dalam kepribadian terdapat enam tipe yaitu: tipe realistis, tipe
penyelidik atau investigatif, tipe artistik, tipe sosial, tipe
perintis atau enterprising dan tipe konvesional.
Tipe realistik bersikap
praktis, bebas, introvet dan berpotensi teknis. Tipe penyelidik atau
investigatif bersifat teoritis, bebas, introvert dan berorientasi
ilmiah. Tipe artistik bersifat prinsipal (berpegang pada prinsip),
kreatif, tidak konfromis dan suka membantu. Tipe sosial bersifat
idealis, ekstrovert, dan suka menolong. Tipe perintis atau enterprise
bersifat ekstravert, berorientasi pada status, dan berhaluan politik.
Tipe konvensional pandai menyesuaikan diri, cermat pada hal-hal kecil
atau detail, dan berorientasi pada keuangan. Keenam tipe ini dapat
diukur dengan reliabilitas yang cukup memadai, disamping itu tiap
tipe dapat ditemukan seperangkat gambaran diri, cara penafsiran diri
dan kelompok referensi yang berbeda satu dengan yang lain.
Ada tiga pandangan atas
tipe-tipe kepribadian diatas yaitu: pertama, manusia
diklasifikasi berdasarkan persamaannya dalam keenam tipe kepribadian
yang disebut diatas, dasar pendapat ini cukup empiris (Hogan, 1982).
Kedua, masing-masing tipe kepribadian itu dapat ditentukan
karakteriknya yang khas atas dasar sosok moral yang dapat dibedakan
dari yang lainnya, serta dapat dirumuskan berdasarkan tipe yang
selaras dengannya. Ketiga, sosok oral yang oleh para ahli
psikologi di karakterisasi sebagai peningkatan status moral yang
sudah matang, tetapi penggolongannya itu tidak didukung oleh dasar
logika atau tidak empiris.
Tipe-tipe kepribadian
akan memiliki orientasi moral yang berbeda, perkiraan ini didasarkan
pada penelitian yang dilakukan Hogan selama bertahun-tahun.
Penelitian-penelitian tersebut pada umumnya menyangkut berbagai
indeks tindakan moral yang divalidasi dengan baik. Sosialisasi
memprediksi seberapa jauh orang mengikuti aturan atau melanggar,
empati memprediksi kepekaan terhadap masalah-masalah moral terhadap
harapan orang. Kebebasan dalam mengadakan pertimbangan keunikan
memprediksikam ketidak konfromitasan secara otonom pada para
mahasiswa. demikianlah berbagai korelasi ini menunjukkan suatu
gambaran mengenai seberapa jauhkah perbuatan moral bervariasi
dibandingkan dengan keenam tipe kepribadian itu.
Diuraikan pula hubungan
antara tipe kepribadian dengan keempat pengukuran berpikir moral.
Yang hubungan itu secara berturut-turut mengukur sejauh manakah
seseorang mendasarkan penggambilan keputusan moralnya pada
- pertimbangan mengenai aturan prosedural yang cocok
- pertimbangan berkaitan dengan kebutuhan dan harapan orang lain
- pertimbangan mengenai prinsip-prinsip tertentu dan
- pertimbangan religius.
B.
PEMBAHASAN
1. STRUKTUR
KEPRIBADIAN
Menurut pengertian
sehari-hari, kepribadian (personality) adalah suatu istilah yang
mengacu pada gambaran-gambaran sosial tertentu yang diterima oleh
individu dan kelompoknya atau masyarakatnya, kemudian individu
tersebut diharapkan bertingkah laku berdasarkan atau sesuai dengan
gambaran sosial (peran) yang diterimanya itu.
Struktur kepribadian
dikonseptualisasikan dalam pengertian tiga komponen, yaitu suatu
gambaran diri (self image), berbagai gambaran yang diharapkan orang
lain tentang seseorang, dan berbagai perilaku yang dimaksudkan
seseorang untuk menjelaskan kepada orang lain.
Dalam hal ini dapat
dilihat bagai¬maria manusia berhasil mengembangkan kebudayaannya
melalui proses evolusi. Dalam proses pengembangan budaya secara
evolusi tersebut manusia berhasil meletakkan moralitas sebagai alat
pengatur kehidupan berkelompok yang diinginkan bersama. Bahkan
moralitas bukan saja berfungsi secara sosial-stcuk¬tural, tetapi
juga merupakan suatu kebutuhan insani yang sangat besar pengaruh¬nya.
Mengapa demikian? Karena kecenderungan batiniah manusia sangat
me¬nentukan kepribadian manusia serta perbuatan sosialnya.
Kebutuhan manusia tentang
pergaulan dan saling berhubungan secara teratur memerlukan moralitas
agar terbina keteraturan. Oleh karena itu, moralitas hendaknya
dilihat dari dua segi, yaitu dari sudut pandangan sosial (moralitas
tampil sebagai suatu aturan yang memverifikasi hak dan kewajiban) dan
dari sudut pandangan individual, moralitas dirumuskan secara
fenomenohgis (orien¬tasi pribadi secara subjektif terhadap aturan
dan nilai yang berlaku daiam lingkup budayanya). Selanjutnya,
strukturkepribadian dapat dikonseptualisasikan sebagai komponen yang
tetap (fixed) maupun sebagai komponen variabel.
Struktur kepribadian
terdiri dari tiga komponen yang menyusunnya, tiga komponen itu antara
lain:
a.
Gambaran diri, yaitu suatu pandangan dirinya sebagaimana
diharapkannya orang lain memandangnya. Artinya seseorang memberikan
suatu pandangan yang dari pandangan itu dia mempunyai harapan untuk
dapat dilihat orang lain. Sehingga orang lain memperhatikannya. Dalam
gambaran diri ini seseorang akan berrusaha agar dapatdilihat atau
dipandang orang lain.
b.
Taktik penafsiran diri, yaitu bentuk penayangan diri selaras dengan
tipenya, yang memancing orang lain untuk memandangnya sesuai
harapannya. Dalam hal ini seseorang akan berusaha menampilkan yang
terbaik dari dirinya sehingga orang lain memandanya sesuai dengan
yang diharapkan. Dari apa yang ditampilkan seseorang ini mempunyai
suatu pengharapan dari pandangan orang lain.
c.
Pandangan tentang harapanorang lain yang telah diinternalisasi.
2.PERKEMBANGAN
KEPRIBADIAN
Perkembangan moral
seharusnya dikoseptualisasikan sebagai bagaian dari proses
perkembangan kepribadian, dalam konsep perkembangan moral sangat
dipengaruhi oleh perkembangan kepribadian. Proses perkembangan
kepribadian mempengaruhi pembentukan dari moral dan sikap seseorang.
Proses perkembangan kepribadian ini mempunyai pengertian dalam arti
yang lebih luas dan mengganbarkan dua cara pemikiran tentang tatanan
kepribadian. Banyak persoalan yang menyangkut cara bagaimana tatanan
kepribadian itu berevolus, artinya menyangkut mengenai bagaimana
perkembangan kepribadian itu sendiri. Perkembangan kepribadian
tersebut berlangsung melalui tiga fase.
a. Fase
pertama
Merupakan perkembangan
yang didasarkan pada orang harus mengakui kewibawaan dan kekuasaan.
Dalam proses masalah ini berkaitan dengan masalah aturan, nilai serta
struktur pengetahuan yang masih bersifat mendasar mengenai bahasa,
tanda-tanda bahaya, aturan untuk menaati, yang kesemua sangat penting
bagi ketahanan hidupnya. Tahapan-tahapan ini merupakan suatu
penghargaan diri (self esteem) dan sikap mengenai aturan dan
kekuasaan yang muncul pada fase ini. Pada fase pertama ini semua
menterjemahkan antara lain:
1) Dalam
bentuk gambaran-diri.
2) Teknik
berhubungan dengan tokoh-tokoh yang berkuasa.
3) Pandanagan
mengenai apa yang diharapkan.
Misalnya saja pada orang
tua yang menjaga dan mengawasi prilaku anaknya di dalam maupun di
luar rumah, orang tua dapat menjadikan anaknya menjadi anak yang
bersifat baik dengan perhatian orang tua yang baik juga akan
menghasilkan anak yang percaya diri, patuh, yang dalam usia masih
dibawa lima tahun itu, anak tersebut akan mencapai kematangannya
dalam tingkat perkembangannya. Artinya jika orangtua berhasil
menumbuhkan sikap ini maka anaknya juga akan mencapai kematangan
dalam perkembangannya, dimana moral anak tersebut sudah mencapai
tahap kematangan.
b. Fase
kedua
Perkembangan ini umumnya
akan berhenti setelah setelah masa remaja, namun kadang-kadang juga
berlangsung hingga dewasa. Pada perkembangan ini merupakan
permasalahan yang dihadapi seorang anak biasanya lebih berhubungan
dengan teman sebaya. Dalam fase ini perkembangan anak bisa
mengembangkan penghargaannya tentang prilaku jujur (fair play),
keadilan dan dapat membalas jasa orang lain. Pada tahap ini
berperilaku sosial,kode etik dan berorientasi pada sesama dan
gambaran diri . Contoh fase kedua ini terletak pada penilaian teman
sebayanya terhadap dirinya bahwa dia adalah anak yang manja terhadap
orangtuanya. Dia dapat berfikir dan menyesuaikan diri terhadap
tentang apa yang dikatakan oleh sebayanya untuk memperbaiki sifatnya
agar selaras dengan sebayanya. Pada fase ini merupakan perkembangan
melalui interaksi pada teman sebaya.
- Fase ketiga
Dalam tahap ini merupakan
perkembangan yang sudah menginjak pada masa dewasa yaitu pada dunia
kerja dan mulai berkeluarga, ia harus mementapkan suatu gaya hidup
tertentu yang hendak direalisasikannya. Artinya pada perkembangan ini
dia harus berfikiran umum dan bisa menentukan tujuan dalam hidupnya
sendiri, ia harus mengembangkan suatu “pola umum gambaran
dirinya”. Dalam fase ini seseorang sudah dituntut untu serius
dengan kehidupannnya, sudah bukan main-main lagi. Dan dalam fase ini
seseorang gambaran umum tentang diri pribadi seseorang hendaknya
direalisasikan dalam rangka membangun kehidupannya. Menata hidupnya
untuk menjadi individu baru tanpa adanya ketergantungan lagi dengan
orang tua. Disini moral yang terbentuk dari perkembangan
kepribadiannya sangat menentukan menjadi siapa seseorang tersebut.
Gambaran diri, metode
berinteraksi, pandangan, dan harapannya terhadap orang lain berkaitan
dengan perilaku sosialnya dalam sebuah masyarakat yang terbentuk
melalui riwayat perkembangan kepribadian dalam hidupnya. Riwayat ini
dikonseptualisasikan berevolusi dalam tiga fase. Pengertian dalam
kesederhanaan fase-fase tersebut maka kita perlu berhenti sejenak
untuk diungkapkan kembali secara lebih didaktis.
1) Pertama, ketiga
tahapan perkembangan yang diuraiakan diatas mempunyai penjelasan yang
jelas terhadap moral. Pada penganut pertama mencakup apa yang disebut
para penganut psikoanalisis sebagai perkembangan superego. Fase kedua
menyangkut dengan apa yang disebut Mead (1934) belajar mengadopsi
persepektif orang lain secara umum. Sedangkan fase ketiga berkaitan
denagn pandanagn Durkheim (1925/1961) dan McDougall (1908) sebagai
masalah otonomi.
2) Kedua, skema kognitif
itu tidak terlalu tampak pada yang bersangkutan dan mereka tidak pula
menyadari bahwa skema kognitif tersebut mempengaruhi perilakunya.
Struktur kognitif itu merupakan bagian dari suatu dunia yang tidak
sempat diuji dahulu keberadaannya dan diterima begitu saja.
3) Ketiga.kepribadian ini
merupakan perilaku lahir yang hendaknya tidak di lihat dari sudut
penampakannya. Tindakan atau prilaku orang yang menyatakan dalam
wawancara pertimbangan moral sebagian juga merupakan penafsiran diri
dalam usaha menjelaskan kepada orang lain.
4) Keempat, riwayat
menghasilkan perkembangan dan pembelajaran sosial yang,setiap orang
menunujukkan perbedaan dalam kedudukan standart moral yang dijadikan
arah orientasinya. Sebagian orang juga dapat menyesuiakan diri dengan
standar penampilan diri yang diinternalisasinya. Misalnya Synder
(1974) yang memantau dirinya dari penelitian. Banyak orang yang tidak
mau berorientasi kepada norma-norma diluar maupun dalam,tidak mau
menghiraukan standar yang telah diinternalisasinya maupun kepada
teman sebayanya.mereka benar-benar asing pada pola budya yang mana
pun. Dan ada pula yang berpandangan sebagai pribadi yang telah matang
yaitu ada pula keompok yang yang mengadakan keseimbangan antara
tuntutan dari kelompok referensi dengan tuntutan dari lingkungan
sosial yang langsung.
3.MASALAH
KONFORMITAS
Jika dihubungkan dengan
masalah konformitas maka mereka yang berbuat sama dengan aturan
sosial yang umum berlaku, adalah dianggap sebagai orang yang tidak
terlalu cerdas, sebagai orang yang menyelaraskan dirinya dengan
kebiasaan atau sebagai moralis (Hogan, 1975). Konformitas itu
sebenarnya menyerupai imoralitas dan tidak konformitas dengan
kedewasaan. Sebaliknya, mereka yang menolak konformitas dipandang
sebagai yang mampu menyesuaikan diri, berinteligensi, cermat dalam
persepsinya tentang realitas, dan tidak mau mengikuti orang lain.
Dalam pandangan Kohlberg tentang perkembangan penalaran moral
ditemukan beberapa hal pokok yang sama. Konsep otonomi digunakan
untuk menjelaskan kasus-kasus yang menunjukkan orang melakukan
perbuatan yang mungkin oleh beberapa orang disebut sebagai perbuatan
moral.
Dalam hal ini, seringkali
ketidakpatuhan seseorang dipandang sebagai contoh perbuatan yang
otonom. Perilaku otonom itu merupakan suatu corak yang khas,
konformitasnya merujuk pada sekelompok evaluator yang internal. Oleh
karena itu, menurut pandangan ini kata otonomi hendaknya dibagi
menjadi dua pengertian, yaitu pengertian umum yang merujuk kepada
otonomi dalam berkonformitas terhadap norma-norma suatu kelompok
referensi, dan otonomi dalam pengertian Kohlberg, yang merujuk pada
tidak berkonformitas (dalam lingkungan intelektual clan artistik).
Ada 2 cara mengembangkan
pandangan Freud terhadap pandangan Kohlberg :
a) Suatu
cara yang kurang simpatik karena para penulis tersebut mencoba
memberikan legitimasi intelektual terhadap pandangan mereka sendiri
yang cenderung bersifat otonom dan nihilistik,serta pandangan mereka
yang tidak sejalan itu menjadi aturan.
b) cara
yang bersifat lebih simpatik ialah para penulis mencoba menganalisis
masalah otonomi,yang telah ada sejak zaman Durkheim hingga
sekarang.konsep otonomi itu digunakan untuk menjelaskan kasus-kasus
yang menunjukan orang yang melakukan perbuatan yang mungkin oleh
beberapa orang disebut perbuatan moral.
Dalam hal diatas
ketidakpatuhan warga sering dipandang sebagai contoh perbuatan
otonom. Melihat masalah otonom yang begitu penting sudah banyak
dianalisis, namun ternyata analisis itu belum secara tuntas, kemudian
Kurtines (1974) membantahnya lewat makalah yang disusunnnhya. Ia
mengkonfomitasisasikan perbuatannya dengan standar perilakunya
pribadi, yang menurutnya kurang relevan dengan norma-norma sosialnya.
Pendapat lain muncul oleh Mc Dougall (1908) yang menganggap perilaku
otonom sebagai ciri utama kematangan seseorang;Ia menyebutnya sebagai
suatu peningkatan perilaku sosial.Mc Dougall mengajukan suatu
mekanisme psikologis. Ia juga menganggap mekanisme ini dalam
perkembangannya berupa teori tentang kelompok referensi.
Ada 3 hal kelompok
referensi internal Mc. Dougall berbeda dengan superego Freudian:
a) Supearego
Freud tidak disadari,sedang kelompok referensi internal Mc.Dougall
dapat kita rinci, bahkan kita dapat mengevaluasi
tuntutan-tuntutannya.
b) Superego
Freudian terdiri atas tuntunan dan harapan dari seorang ayah,dan
yang lebih tepat lagi tuntutan dan harapan seperti dipersepsikan anak
berusia lima-tahunan. sedangkan kelompok internal mc Dougall mencakup
guru-guru, teman sejawat yang dihormati dan orang dewasa lain yang
dikenalnya.
c) Akhirnya
superego Fruedian masih bersifat primitif dan kaku sedangkan kelompok
internal Mc Dougall bersifat matang dan luwes.
Dalam sebuah analisis
McDougall, prilaku otonom merupakan suatu corak konformitas yang
khas, merujuk pada sekelompok evaluator yang internal. Dalam konsep
ini sulit dibedakan antara konformitas dan otonomi. Seseorang akan
selalu berkonformitas (menyelaraskan diri); hanya yang berbeda dari
kelompok sesorang tersebutlah yang akan diharapkannya memberikan
penilaian yang baik.
4.
PERBEDAAN INDIVIDUAL, KEPRIBADIAN DAN PERILAKU MORAL
Dalam suatu kehidupan
banyak sekali perbedaan yang terdapat pada diri seseorang. Corak
perbedaan yang paling mendasar dari orang-orang teoritis bervariasi
terletak pada: perbedaan dalam corak pengalaman yang telah dialami
mereka dalam perkembangan hidupnya, perbedaan dalam fenemologi
moralnya; dalam kelompok referensinya dan perbedaan dalam cara dan
corak penafsiran dirinya. Dengan adanya perbedaan-perbedaan ini
menimbulkan suatu kekaburan ideografis, dalam menentukan mana
variabel yang menjelaskan tentang perbedaan itu. Dan salah satu cara
untuk memecahkan persoalan yang muncul terkait variabel tolak ukur
perbedaan itu ialah teori tentang tipe. Sehingga muncul beberapa
teori tentang tipe kepribadian. Tipe kepribadian serta cara mereka
berhubungan dengan yang lain diperoleh suatu kesepakatan (Hogan,
1982). Teori tentang tipe kepribadian yang paling heuristik dan
secara empiris menunjukkan keabsahannya, karya yang dihasilkan
Holland (1973). Ia mengungkapkan dalam kepribadian terdapat enam tipe
yaitu: tipe realistis, tipe penyelidik atau investigatif, tipe
artistik, tipe sosial, tipe perintis atau enterprising dan tipe
konvesional.
a. Tipe
Realistik
Tipe kepribadian ini
lebih suka bekerja keras dengan menggunakan alat-alat dalam
melaksanakan tugas. Model tipe ini cenderung bersifat jantan, kuat,
berani, tidak sosial, agresif, memiliki kecakapan dan koordinasi,
motorik yang baik, tetapi kurang memiliki kecakapan verbal dan
hubungan antara pribadi. Individu yang memiliki tipe ini lebih
senang menangani masalah-masalah yang kongkrit daripada yang abstrak.
Tipe realistis bersikap praktis, bebas, introvet dan berpotensi
teknis. Orang-orang dengan tipe kepribadian ini misalnya, para
insinyur dan ahli bedah.
b. Tipe
Kepribadian Investigatif
Tipe kepribadian
Investigatif ini ditandai dengan adanya suatu tugas-tugas yang
memerlukan kemampuan bersifat abstrak dan kreatif, didalam lingkungan
ini individu lebih menyukai metode yang menggunakan berfikir secara
logis untuk menangani permasalahan-permasalahan yang dihadapinya.
Individu yang memiliki tipe kepribadian ini akan lebih tertarik pada
permasalahan yang belum bisa terselesaikan dan akan mencari solusinya
secara rasional. Tipe penyelidik atau investigatif bersifat teoritis,
bebas, introvert dan berorientasi ilmiah. Orang-orang yang memiliki
tipe kepribadian ini misalnya, para peneliti sains.
c. Tipe
Artistik
Didalam lingkungan tipe
ini, memunyai tipe yang bebas dan terbuka untuk melakukan sebuah
kreativitas dan ekspresi pribadi. Orang dengan tipe ini lebih suka
untuk mengekspresikan dirinya dalam kebebasan yang tidak sistematis.
Tipe ini memerlukan bentuk-bentuk ekspresi yang bersifat
individualistik seperti lebih bersifat kewanitaan, sering menghadapi
hambatan emosional dan lebih menyukai menghadapi permasalahan yang
terjadi di dalam lingkungannya melalui mengekspresikan di dalam media
masa. Tipe artistik bersifat prinsipal (berpegang pada prinsip),
kreatif, tidak konfromis dan suka membantu. Orang dengan tipe
kepribadian ini misalnya, para filsuf dan seniman..
d. Tipe
sosial
Tipe sosial bersifat
idealis, ekstrovert, dan suka menolong, meliputi para punggawa
gereja, dan pekerja sosial. Lingkungan sosial adalah tempat dimana
seseorang berhubungan dengan orang lain, dimana hal itu diperlukan
kemampuan untuk menginterpretasikan dan mengubah perilaku untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Dan dalam hal tersebut tetap
berpegang dalam nilai-nilai kemanusiaan. Orang dengan tipe ini adalah
orang yang suka atau tertarik pada kegiatan kemanusiaan, menolong
sesama dan memiliki sikap tanggung jawab yang tinggi.
e. Tipe Enterpresing
Lingkungan Enerprising
ini selalu ditandai oleh tugas yang kemampuan verbal yang diperlukan
diutamakan untuk mengarahkan ataupun mempengaruhi orang lain. Tipe
ini mempunyai model kecakapan barbahasa, mendominasi dan memimpin
karena menanggap dirinya jantan, kuat, berbahasa baik, intelektual
baik dan mudah menyesuaikan diri. Tipe perintis atau enterprise
bersifat ekstravert, berorientasi pada status, dan berhaluan politik,
yang tergolong tipe ini misalnya , para ahli hukum dan rektor
universitas.
f.Tipe
Kepribadian Konvensional
Diantara lingkungan
konvesial adalah lingkungan kantor dimana dalam sebuah kantor
diperlukan data-data untuk mengcopy bahan-bahan dan mrngorganisasikan
laporan. Hal yang diperlukan untuk bekerja dengan baik pada
lingkungan konvesional yaitu kemampuan administrasi, kemampuan
berorganisasi, kepercayaan, dan kemampuan untuk disiplin. Tipe
kepribadian konvesional yaitu individu-individu konvesional cenderung
seseorang yang menghargai uang, dapat di andalkan,dan memiliki
kemampuan menjalankan aturan dan perintah. Kepribadian konvesional
kekuatannya terletak pada managemen dan numerik yang digunakan untuk
memecahkan masalah. Tipe ini cenderung menyenangi kegiatan verbal, ia
menyenangi bahasa yang tersusun dengan baik, menghindari segala
situasi yang kabur dan kenyataan materi. Tipe konvensional pandai
menyesuaikan diri, cermat pada hal-hal kecil atau detail, dan
berorientasi pada keuangan, yang termasuk dalam tipe ini antara lain,
para akuntan, para perantara dan sebagainya.
Ada tiga pandangan atas
tipe-tipe kepribadian diatas yaitu: pertama, manusia diklasifikasi
berdasarkan persamaannya dalam keenam tipe kepribadian yang disebut
diatas, dasar pendapat ini cukup empiris (Hogan, 1982). Dari tipe
kepribadiaan ini masing-masing individu manusia dapat dilihat corak
perbedaannya. Persamaan ini merupakan penentu dari corak perbedaan
yang timbul dari masing-masing individu. Setiap individu pasti
memiliki tipe kepribadian yang berbeda dengan individu lainnya,
sehingga dapat ditarik suatu perbedaaan yang dapat membedakan
masing-masing individu.
Kedua, masing-masing tipe
kepribadian itu dapat ditentukan karakteriknya yang khas atas dasar
sosok moral yang dapat dibedakan dari yang lainnya, serta dapat
dirumuskan berdasarkan tipe yang selaras dengannya. Masing-masing
tipe kepribadian melahirkan suatu dasar dari moral seseorang dan
dapat menjadi suatu acuan dari tindakan seseorang. Dengan melihat
dari dasar moral tersebut perbedaan antar individual dapat tampak
secara nyata. Ketiga, sosok moral yang oleh para ahli psikologi di
karakterisasi sebagai peningkatan status moral yang sudah matang,
tetapi penggolongannya itu tidak didukung oleh dasar logika atau
tidak empiris.
Tipe-tipe kepribadian
akan memiliki orientasi moral yang berbeda, perkiraan ini didasarkan
pada penelitian yang dilakukan Hogan selama bertahun-tahun.
Penelitian-penelitian tersebut pada umumnya menyangkut berbagai
indeks tindakan moral yang divalidasi dengan baik. Sosialisasi
memprediksi seberapa jauh orang mengikuti aturan atau melanggar,
empati memprediksi kepekaan terhadap masalah-masalah moral terhadap
harapan orang. Kebebasan dalam mengadakan pertimbangan keunikan
memprediksikan ketidak konfromitasan secara otonom pada para
mahasiswa. demikianlah berbagai korelasi ini menunjukkan suatu
gambaran mengenai seberapa jauhkah perbuatan moral bervariasi
dibandingkan dengan keenam tipe kepribadian itu.
Diuraikan pula hubungan
antara tipe kepribadian dengan keempat pengukuran berpikir moral.
Yang hubungan itu secara berturut-turut mengukur sejauh manakah
seseorang mendasarkan penggambilan keputusan moralnya pada: (1)
pertimbangan mengenai aturan prosedural yang cocok; (2) pertimbangan
berkaitan dengan kebutuhan dan harapan orang lain; (3) pertimbangan
mengenai prinsip-prinsip tertentu; dan (4) pertimbangan
religius.orientasi moral yang diharapkan (dianggap matang) tampil
sebagai orientasi moral itu sendiri.
C.
KESIMPULAN
Akan kami rangkum sesuai
dengan pembahasan yang telah yang diuraikan diatas. Dapat dirumuskan
dalam tiga pernyataan yang sederhana.
1.
Struktur kepribadian, pencerminan diri seseorang yang terjadi pada
riwayat perkembangannya yang terbentuk dari berbagai factor
yang melibatkan kelompok sebaya,keluarga,dan pekerjaannya akan
terbentuk tergantung pada tingkatan usia yang bersangkutan.
2.
struktur kepribadian mempunyai komponen yang terdiri atas :gambaran
diri,taktik penafsiran diri, pandangan tentang harapan orang.
3.
perbedaan berdasarkan pada enam tipe kepribadian dan setiap
kepribadian memiliki orientasi yang berbeda dan khas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar