Rabu, 26 Juni 2013

Tinjauan Tentang Rumah Susun

Tinjauan mengenai permukiman dilakukan dengan mendeskripsikan pengertian rumah susun, landasan dan tujuan rumah susun, pola pembangunan rumah susun, jenis rumah susun. 
 
1 Pengertian Rumah Susun
 
Pengertian rumah susun menurut kamus besar Indonesia merupakan gabungan dari pengertian rumah dan pengertian susun. Rumah yaitu bangunan untuk tempat tinggal, sedangkan pengertian susun yaitu seperangkat barang yang diatur secara bertingkat. Jadi pengertian rumah susun adalah bangunan untuk tempat tinggal yang diatur secara bertingkat. 

Pengertian rumah susun sederhana sewa, yang selanjutnya disebut rusunawa berdasarkan PERMEN No.14/ 2007 tentang Pengelolaan Rumah Susun Sederhana sewa yaitu bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing digunakan secara terpisah, status penguasaannya sewa serta dibangun dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan fungsi utamanya sebagai hunian.

Penjabaran lebih terinci dari pengertian rumah susun sederhana sewa yang tersebut di atas adalah
  1. Satuan Rumah Susun Sederhana Sewa, yang selanjutnya disebut sarusunawa, adalah unit hunian pada rusunawa yang dapat digunakan secara perorangan berdasarkan ketentuan persewaan dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum.
  2. Pengelolaan adalah upaya terpadu yang dilakukan oleh badan pengelola atas barang milik negara/daerah yang berupa rusunawa dengan melestarikan fungsi rusunawa yang meliputi kebijakan perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian rusunawa.
  3. Pengelola, yang selanjutnya disebut badan pengelola, adalah instansi pemerintah atau badan hukum atau badan layanan umum yang ditunjuk oleh pemilik rusunawa untuk melaksanakan sebagian fungsi pengelolaan rusunawa.
  4. Pemilik rusunawa, yang selanjutnya disebut sebagai pemilik, adalah pengguna barang milik negara yang mempunyai penguasaan atas barang milik negara berupa rusunawa.
  5. Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah yang berupa rusunawa untuk dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa, pinjam pakai, dan kerjasama pemanfaatan, dengan tidak mengubah status kepemilikanyang dilakukan oleh badan pengelola untuk memfungsikan rusunawa sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
  6. Penghuni adalah warga negara Indonesia yang termasuk dalam kelompok masyarakat berpenghasilan rendah sesuai peraturan yang berlaku yang melakukan perjanjian sewa sarusunawa dengan badan pengelola; Tarif Sewa adalah jumlah atau nilai tertentu dalam bentuk sejumlah nominal uang sebagai pembayaran atas sewa sarusunawa dan/atau sewa bukan hunian rusunawa untuk jangka waktu tertentu.
  7. Pengembangan adalah kegiatan penambahan bangunan dan/atau komponen bangunan, prasarana dan sarana lingkungan yang tidak terencana pada waktu pembangunan rusunawa tetapi diperlukan setelah bangunan dan lingkungan difungsikan.
  8. Pendampingan adalah kegiatan yang dilakukan oleh penerima aset kelola sementara kepada badan pengelola dan penghuni rusunawa meliputi pembinaan, pelatihan, dan penyuluhan.
  9. Pengawasan adalah pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan perundang-undangan mengenai rumah susun sederhana sewa dan upaya penegakan hukum.
  10. Masyarakat Berpenghasilan Rendah, yang selanjutnya disebut MBR, adalah masyarakat yang mempunyai penghasilan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat.

2. Landasan dan Tujuan Rumah Susun
 
Kebijaksanaan dibidang perumahan dan permukiman pada dasarnya dilandasi oleh amanat GBHN (1993) yang menyatakan pembangunan perumahan dan permukiman dilanjutkan dan diarahkan untuk meningkatkan kualitas hunian dan lingkungan kehidupan keluarga/masyarakat. Pembangunan perumahan dan permukiman perlu dtingkatkan dan diperluas sehingga dapat menjangkau masyarakat yang berpenghasilan rendah.

Untuk menunjang dan memperkuat kebijaksanaan pembangunan rumah susun, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.16 Tahun 1985 tentang rumah susun. Undang- undang rumah susun tersebut untuk mengatur dan menegaskan mengenai tujuan, pengelolaan, penghunian, status hukum dan kepemilikan rumah susun. Adapun tujuan pembangunan rumah susun adalah
  1. Meningkatkan kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat berpenghasilan rendah yang menjamin kepastian hokum dalam pemanfaatannya.
  2. Meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan dengan memperhatikan kelestariaan sumber daya alam dan menciptakan lingkungan permukiman yang lengkap, serasi dan seimbang
  3. Memenuhi kebutuhan untuk kepentingan lainnya yang berguna bagi kehidupan masyarakat
Pengaturan dan pembinaan rumah susun dapat dilakukan oleh pemerintah atau diserahkan kepada Pemda. Pada pelaksanaan pengaturan dan pembinaan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam UU No.16 Tahun 1985, juga disebutkan pemerintah memberikan kemudahan bagi masyarakat golongan rendah untuk memperoleh dan memiliki rumah susun yang pelaksanaannya diatur dengan PP (Pasal 11 ayat 1 dan 2)

Pemerintah Indonesia lebih memberlakukan rumah sebagai barang atau kebutuhan sosial. Hal ini dapat dilihat dari besarnya peran pemerintah dalam membantu pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Kondisi ini dapat dimengerti karena sebagian besar penduduk Indonesia merupakan golongan yang kurang mampu memenuhi kebutuhan perumahan yang layak. Dalam kaitan ini, pemerintah memutuskan untuk melaksanakan pembangunan rumah susun di kota besar sebagai usaha peremajaan kota dan untuk memenuhi kebutuhan perumahan dengan pola yang vertikal. 
 
Proses lahirnya kebijakan untuk melaksanakan pembangunan rumah susun di kota-kota besar di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh pengalaman negara lain (seperti Singapura, Hongkong dan lain-lain) dalam mengatasi masalah perkotaan yang diakibatkan urbanisasi, khususnya dalam bidang perumaan kota. Konsep pembangunan rumah susun pada hakekatnya dimaksudkan untuk mengatasi masalah kualitas lingkungan yang semakin menurun maupun untuk mengatasi masalah keterbatasan lahan dalam kota. (Yeh, 1975:186; Hassan, 1997:32)

3. Pola Pembangunan Rumah Susun
 
Pembangunan rumah susun di Indonesia dikaitkan dengan dua kegiatan yaitu
  1. Program Peremajaan Kota
Pada awalnya penerapan kebijaksanaan pembangunan rumah susun di Indonesia dihubungkan dengan usaha peremajaan kota, yaitu usaha perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan perumahan kumuh dan padat di pusat kota. Lingkungan yang termasuk golongan ini merupakan lingkungan permukiman yang sulit ditingkatkan kualitasnya melalui program perbaikan kampong (KIP). 
 
Dipilihnya pusat kota sebagai rumah susun berdasarkan pertimbangan tingkat kemudahan yang tinggi terhadap berbagai fasilitas dan prasarana yang dibutuhkan oleh kelompok sasaran, seperti pendidikan, kesehatan dan fasilitas lainnya. Pertimbangan lain yang juga memepengaruhi dipilihnya pusat kota sebagai lokasi rumah susun adalah perlunya peningkatan daya guna dan hasil guna lahn di pusat kota yang sangat dibutuhkan untuk menampung dinamika perkembangan kegiatan kota yang semakin meningkat serta pertimbangan efesiensi penyediaan prasarana kota.
  1. Program Pengadaan Perumahan
Pembangunan perumahan ditujukan untuk menunjang kebutuhan perumahan dan memberikan akomodasi bagi masyarakat berpenghasila rendah yang tidak memiliki penghasilan dan pekerjaan menetap. Sejalan dengan pembangunan rumah susun dengan sistem kepemilikan, maka sejak tahun 1984 telah pula dibangun rumah susun sewa yang dapat dihuni secara sewa baik harian maupun bulanan.

Pelaksanaan pembangunan rumah susun sewa juga dikaitkan dengan program peremajan kota atau program pembangunan kota terpadu. Hanya saja pelaksanaan pembangunannya yang berbeda. Bila dalam pembangunan rumah susun dengan sistem kepemilikan lebih banyak dilakukan oleh Perum Perumnas dan Dinas Perumahan, maka dalam pembangunan rumah susun sewa lebih banyak ditangani oleh BUMD (Badan Usahan Milik Daerah).

Rumah susun merupakan alternatif pilihan perumahan di kota akibat keterbatasan lahan dan harga lahan yang mahal, maka pendekatan yang dilakukan dalam pembangunan adalah dengan memenuhi aspek-aspek yang menjadi dasar pilihan masyarakat kelompok sasaran yaitu
  1. Aksesibilitas lokasi rumah susun terhadap fasilitas perkotaan, seperti lapangan pekerjaan, transportasi, pendidikan, perdagangan, kesehatan, perbelanjaan.
  2. Status kepemilikan yang terjamin secara hukum
  3. Harga yang terjangkau oleh masyarakat kelompok sasaran Kelengkapan fasilitas baik didalam unit maupun untuk lingkungannya
  4. Lingkungan yang teratur, bersih dan memenuhi syarat sebagai rumah layak.

3. Jenis Rumah Susun di Indonesia

Rumah Susun di Indonesia dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu sebagai berikut :
    1. Rumah Susun Sederhana (Rusuna), pada umumnya dihuni oleh golongan yang kurang mampu. Biasanya dijual atau disewakan oleh Perumnas (BUMN). Misalnya, Rusuna Klender di Pasar Jumat, Lebak Bulus, Jakarta.
    2. Rumah Susun Menengah (Apartemen), biasanya dijual atau disewakan oleh Perumnas atau Pengembang Swasta kepada masyarakat konsumen menengah ke bawah. Misalnya, Apartemen Taman Rasuna Said, Jakarta Selatan.
    3. Rumah Susun Mewah (Condonium), selain dijual kepada masyarakat konsumen menengah ke atas juga kepada orang asing atau expatriate oleh Pengembang Swasta. Misalnya Casablanca, Jakarta.

5. Persyaratan Teknis Rumah Susun

Berdasarkan PP nomor 4/ 1988 mengenai Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun yang harus dipenuhi dalam pembangunan rumah susun, antara lain adalah kelengkapan, sarana dan prasarana rumah susun.
  1. Kelengkapan rumah susun (Pasal 14)
Utilitas umum merupakan sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan di rumah susun. Kelengkapan utilitas rumah susun harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
  • Jaringan air bersih yang memenuhi persyaratan mengenai perpipaan dan perlengkapannya termasuk meter aiar, pengaturan tekanan air dan tangki air dalam bangunan
  • Jaringan air listrik yang memenuhi persyaratan mengenai kabel dan perlengkapannya, termasuk meter listrik dan pembatas arus, serta pengamanan terhadap kemungkinan timbulnya hal-hal yang membahayakan
  • Jaringan air gas yang memenuhi persyaratan beserta kelengkapannya termasuk meter gas, pengatur arus serta pengamanan terhadap kemungkinan timbulnya hal-hal yang membahayakan
  • Saluran pembuangan air hujan yang memenuhi persyaratan kualitas, kuantitas dan pemasangan
  • Saluran pembuangan air limbah yang memenuhi persyaratan kualitas, kuantitas dan pemasangan
  • Saluran dan atau tempat pembuangan sampah yang memenuhi persyaratan terahada kebersihan, kesehatan dan kemudahan
  • Tempat kemungkinan pemasangan jaringan telepon dan alat komunikasi lainnya
  • Alat transportasi berupa tangga, lift atau eskalator dengan tingkat keperluan dan persyaratan yang berlaku
  • Pintu dan tangga darurat kebakaran
  • Tempat jemuran
  • Alat pemadam kebakaran
  • Penangkal petir
  • Alat/Sistem alarm
  • Pintu kedap asap pada jarak- jarak tertentu
  • Generator listrik digunakan untuk rumah susun yang mengunakan lift
  1. Lokasi Rumah Susun (Pasal 22)
Dalam memilih lokasi rumah susun, maka lokasi tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
  • Lokasi rumah susun harus sesuai dengan peruntukan dan keserasian lingkungan dengan memperhatikan rencana tata ruang dan tata guna tanah
  • Lokasi harus memungkinkan berfungsinya saluran-saluran pembungan dalam lingkungan ke system jaringan pembuangan air hujan dan jaringan air limbah.
  • Lokasi harus mudah dicapai angkutan umum baik langsung maupun tidak langsung
  • Lokasi rumah susun harus dijangkau oleh pelayanan air bersih dan listrik
  1. Prasarana Lingkungan (Pasal 25 dan 26)
Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan di lingkungan rumah susun, sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya, berupa jalan, tangga, selasar, drainase, sistem air limbah, persampahan dan air bersih. Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan prasarana sebagai berikut
  • Prasarana lingkungan yang berfungsi sebagai penghubung untuk keperluan kegiatan sehari-hari bagi penghuni seperti jalan setapak, kendaraan & tempat parkir
  • Prasarana lingkungan harus mempertimbangkan kemudahan dan keserasian hubungan dalam kegiatan sehari-hari dan pengamanan bila terjadi hal-hal yang membahayakan, serta struktur, ukuran, dan kekuatan yang sesuai dengan fungsi dan penggunaan jalan tersebut.
  • Jaringan distribusi air bersih, gas dan listrik dengan segala kelengkapannya seperti tangki air, pompa air, tangki gas dan gardu-gardu listrik
  • Saluran pembuangan air hujan yang menghubungkan air hujan daru rumah susun ke system jaringan pembuangan air kota
  • Saluran pembuangan air limbah dan atau septik yang menghubungkan air limbah dari rumah susun ke system jaringan limbah kota
  • Tempat pembuangan sampah, sebagai pengumpul sampah dari Rusun yang dibuang ke tempat pembuangan sampah kota, dengan mempertimbangkan faktor kemudahan pengangkutan, kebersihan, kesehatan dan keindahan
  • Kran-kran air untuk mencegah dan peangamanan terhadap bahaya kebakaran yang dapat menjangkau semua tempat dalam lingkungan
  • Tempat parkir kendaraan dan atau penyimpanan barang
  • Jaringan telepon dan alat komunikasi sesuai dengan keperluan
  1. Sarana Lingkungan (Pasal 27)
Sarana lingkungan merupakan fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial dan budaya.Fasilitas lingkungan dalam rumah susun dan lingkungannya harus disediakan :
  • Ruangan atau bangunan untuk tempat berkumpul, melakukan kegiatan masyarakat, tempat bermain anak-anak dan kontak sosial lainnya sesuai standar yang berlaku.
  • Ruangan atau bangunan untuk kebutuhan sehari-hari sesuai standar yang berlaku, seperti kesehatan, pendidikan, peribadatan, olahraga.

6Tinjauan Sarana

Tinjauan sarana bedasarkan berdasarkan SNI 03-1733-2004 tentang Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan adalah sebagai berikut :

1. Fasilitas Niaga (warung) :
- Maksimal penghuni yang dapat dilayani adalah 250 penghuni.
- Berfungsi sebagai penjual sembilan bahan pokok pangan.
- Lokasi di pusat lingkungan rumah susun dan mempunyai radius 300 m.
- Luas lantai minimal adalah sama dengan luas satuan unit rumah susun sederhana dan maksimal 36 m2 (termasuk gudang kecil).

2. Fasilitas Pendidikan (tingkat Pra Belajar) :
- Maksimal penghuni yang dapat dilayani adalah 1000 penghuni dimana anak-anak usia 5-6 tahun sebanyak 8%.
- Berfungsi untuk menampung pelaksanaan pendidikan pra sekolah usia 5-6 tahun.
- Berada di tengah-tengah kelompok keluarga/digabung dengan taman-taman tempat bermain di RT/RW.
- Luas lantai yang dibutuhkan sekitar 125 m2 (1,5 m2/siswa).

3. Fasilitas Kesehatan.
- Maksimal penghuni yang dilayani adalah 1000 penghuni.
- Berfungsi memberikan pelayanan kesehatan untuk anak-anak usia Balita.
- Berada di tengah-tengah lingkungan keluarga dan menyatu dengan kantor RT/RW.
- Kebutuhan minimal ruang 30 m2, yaitu ruangan yang menampung segala aktivitas.

4. Fasilitas Peribadatan.
Fasilitas peribadatan harus disediakan di setiap blok untuk kegiatan peribadatan harian, dapat disatukan dengan ruang serbaguna atau komunal, dengan ketentuan:
- Jumlah penghuni minimal yang mendukung adalah 40 KK untuk setiap satu musholla. Di salah satu lantai bangunan dapat disediakan satu musholla untuk tiap satu blok, dengan luas lantai 9 – 36 m2. Jumlah penghuni minimal untuk setiap satu masjid kecil adalah 400 KK.

5. Fasilitas Pemerintahan dan Pelayanan Umum.
a. Siskamling.
- Jumlah maksimal penghuni yang dapat dilayani adalah 200 orang.
- Dapat berada pada lantai unit hunian.
- Luas lantai minimal adalah sama dengan unit hunian terkecil.
b. Gedung Sebaguna.
- Jumlah maksimal yang dapat dilayani adalah 1000 orang.
- Dapat berada pada tengah-tengah lingkungan dan di lantai dasar.
- Luas lantai minimal 250 m2.
c. Kantor Pengelola.

6. Fasilitas Ruang Terbuka.
a. Tempat Bermain.
- Maksimal dapat melayani 12 – 30 anak.
- Berada antara bangunan atau pada ujung-ujung cluster yang mudah diawasi.
- Luas area minimal 75 – 180 m2.
b. Tempat Parkir.
- Berfungsi untuk menyimpan kendaraan penghuni (roda 2 dan 4).
- Jarak maksimal dari tempat parkir roda 2 ke blok hunian terjauh 100 m, sedangkan untuk roda 4 ke blok hunian terjauh 400 m.
- Tempat parkir 1 kendaraan roda 4 disediakan untuk setiap 5 keluarga, sedang roda 2 untuk setiap 3 keluarga.
- 2 M2 tiap kendaraan roda 4; 1,2 M2 untuk kendaraan roda 2 dan satu tamu menggunakan kendaraan roda 4 untuk tiap 10 KK.

7. Tinjauan Prasarana

Tinjauan prasarana berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi adalah sebagai berikut :
  1. Sistem air minum
  • Sistem air minum harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan sumber air minum, kualitas air bersih, sistem distribusi, dan penampungannya.
  • Sumber air minum dapat diperoleh dari sumber air berlangganan dan/atau sumber air lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai pedoman dan standar teknis yang berlaku.
  • Perencanaan sistem distribusi air minum dalam bangunan gedung harus memenuhi debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan.
  • Penampungan air minum dalam bangunan gedung diupayakan sedemikian rupa agar menjamin kualitas air.
  • Penampungan air minum harus memenuhi persyaratan kelayakan bangunan gedung.
  • Persyaratan plambing bangunan rusuna bertingkat tinggi harus mengikuti:
    1. Kualitas air minum mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan sistem Air Minum dan Permenkes 907/2002, sedangkan instalasi perpipaannya mengikuti Pedoman Plambing; dan
    2. SNI 03-6481-2000 Sistem Plambing 2000, atau edisi terbaru. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis. 
       
  1. Sistem air limbah
  • Sistem pembuangan air limbah dan/atau air kotor harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya.
  • Pertimbangan jenis air limbah dan/atau air kotor diwujudkan dalam bentuk pemilihan sistem pengaliran/pembuangan dan penggunaan peralatan yang dibutuhkan.
  • Pertimbangan tingkat bahaya air limbah dan/atau air kotor diwujudkan dalam bentuk sistem pengolahan dan pembuangannya.
  • Air limbah yang mengandung bahan beracun dan berbahaya tidak boleh digabung dengan air limbah domestik.
  • Air limbah yang berisi bahan beracun dan berbahaya (B3) harus diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Air limbah domestik sebelum dibuang ke saluran terbuka harus diproses sesuai dengan pedoman dan standar teknis yang berlaku.
  • Persyaratan teknis air limbah harus mengikuti:
  1. SNI 03-6481-2000 Sistem plambing 2000, atau edisi terbaru;
  2. SNI 03-2398-2002 Tata cara perencanaan tangki septik dengan sistem resapan, atau edisi terbaru;
  3. SNI 03-6379-2000 Spesifikasi dan pemasangan perangkap bau, atau edisi terbaru; dan
  4. Tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem pembuangan air limbah dan air kotor pada bangunan gedung mengikuti standar baku serta ketentuan teknis yang berlaku. 
     
  1. Drainase
  • Setiap bangunan rusuna bertingkat tinggi dan pekarangannya harus dilengkapi dengan sistem penyaluran air hujan.
  • Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan ketinggian permukaan air tanah, permeabilitas tanah, dan ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota.
  • Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diresapkan ke dalam tanah pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur resapan dan/atau sumur penampungan sebelum dialirkan ke jaringan drainase lingkungan/kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  • Pemanfaatan air hujan diperbolehkan dengan mengikuti ketentuan yang berlaku.
  • Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang dapat diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara lain yang dibenarkan oleh instansi yang berwenang.
  • Sistem pematusan/penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya endapan dan penyumbatan pada saluran.
  • Persyaratan penyaluran air hujan harus mengikuti:
    1. SNI 03-4681-2000 Sistem plambing 2000, atau edisi terbaru;
    2. SNI 03-2453-2002 Tata cara perencanaan sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan, atau edisi terbaru;
    3. SNI 03-2459-2002 Spesifikasi sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan, atau edisi terbaru; dan
    4. Standar tentang tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem penyaluran air hujan pada bangunan gedung; Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis. 
       
  1. Pengolahan sampah.
  • Sistem pembuangan sampah padat direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan fasilitas penampungan dan jenisnya.
  • Pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk penyediaan tempat penampungan kotoran dan sampah pada masing-masing bangunan rusuna bertingkat tinggi, yang diperhitungkan berdasarkan jumlah penghuni, dan volume kotoran dan sampah.
  • Pertimbangan jenis sampah padat diwujudkan dalam bentuk penempatan pewadahan dan/atau pengolahannya yang tidak mengganggu kesehatan penghuni, masyarakat dan lingkungannya.
  • Ketentuan pengelolaan sampah padat
  1. Bagi pengembang perumahan wajib menyediakan wadah sampah, alat pengumpul dan tempat pembuangan sampah sementara, sedangkan pengangkutan dan pembuangan akhir sampah bergabung dengan sistem yang sudah ada.
  2. Potensi reduksi sampah padat dapat dilakukan dengan mendaur ulang, memanfaatkan kembali beberapa jenis sampah seperti botol bekas, kertas, kertas koran, kardus, aluminium, kaleng, wadah plastik dan sebagainya.
  3. Sampah padat kecuali sampah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) harus dibakar dengan insinerator yang tidak mengganggu lingkungan. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempun 
     
  1. Persyaratan Terhadap Bahaya Kebakaran
Bangunan rusuna bertingkat tinggi harus dilengkapi dengan sistem proteksi pasif dan sistem proteksi aktif.
  1. Sistem Proteksi Pasif
  • Setiap bangunan rusuna bertingkat tinggi harus mempunyai sistem proteksi pasif terhadap bahaya kebakaran yang memproteksi harta milik berbasis pada desain atau pengaturan terhadap komponen arsitektur dan struktur bangunan gedung sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran.
  • Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi resiko kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam bangunan gedung.
  • Pada sistem proteksi pasif yang perlu diperhatikan meliputi: persyaratan kinerja, ketahanan api dan stabilitas, tipe konstruksi tahan api, tipe konstruksi yang diwajibkan, kompartemenisasi dan pemisahan, dan perlindungan pada bukaan.
  • Sistem proteksi pasif tersebut harus mengikuti:
  1. SNI 03-1736-2000 Tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, atau edisi terbaru; dan
  2. SNI 03-1746-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung, atau edisi terbaru. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
  1. Sistem Proteksi Aktif
  • Setiap bangunan rusuna bertingkat tinggi, harus dilindungi terhadap bahaya kebakaran dengan proteksi aktif.
  • Penerapan sistem proteksi aktif didasarkan pada fungsi, klasifikasi, luas, ketinggian, volume bangunan, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam bangunan rusuna bertingkat tinggi.
  • Pada sistem proteksi aktif yang perlu diperhatikan meliputi:
  1. Sistem Pemadam Kebakaran baik berupa APAR, sprinkler, hidran box maupun hidran pilar/halaman;
  2. Sistem Deteksi & Alarm Kebakaran;
  3. Sistem Pengendalian Asap Kebakaran; dan
  4. Pusat Pengendali Kebakaran
  • Sistem proteksi aktif tersebut harus mengikuti:
    1. SNI 03-3987-1995 Tata cara perencanaan, pemasangan pemadam api ringan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung;
    2. SNI 03-1745-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak dan slang untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, atau edisi terbaru;
    3. SNI 03-3985-2000 Tata cara perencanaan, pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan alarm kebakaran untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, atau edisi terbaru;
    4. SNI 03-3989-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, atau edisi terbaru;
    5. SNI 03-6571-2001 Sistem pengendalian asap kebakaran pada bangunan gedung, atau edisi terbaru; dan
    6. SNI 03-0712-2004 Sistem manajemen asap dalam mal, atrium, dan ruangan bervolume besar, atau edisi terbaru. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
  • Persyaratan Jalan Keluar dan Aksesibilitas untuk Pemadaman Kebakaran
  • Persyaratan jalan keluar dan aksesibilitas untuk pemadaman kebakaran meliputi perencanaan akses bangunan dan lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rusuna bertingkat tinggi, dan perencanaan dan pemasangan sarana jalan keluar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran.
  • Persyaratan jalan keluar dan aksesibilitas untuk pemadaman kebakaran tersebut harus mengikuti:
  1. SNI 03-1735-2000 Tata cara perencanaan akses bangunan dan akses lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung, atau edisi terbaru; dan
  2. SNI 03-1736-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan keluar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada gedung, atau edisi terbaru.
  3. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
  • Persyaratan Pencahayaan Darurat, Tanda Arah Keluar/Eksit, dan Sistem Peringatan Bahaya
      1. Persyaratan pencahayaan darurat, tanda arah keluar/eksit, dan sistem peringatan bahaya dimaksudkan untuk memberikan arahan yang jelas bagi pengguna bangunan rusuna bertingkat tinggi dalam keadaan darurat untuk dapat menyelamatkan diri, yang meliputi:
    1. Sistem pencahayaan darurat;
    2. Tanda arah keluar/eksit; dan
    3. Sistem Peringatan Bahaya.
      1. Pencahayaan darurat, tanda arah keluar, dan sistem peringatan bahaya dalam gedung harus mengikuti SNI 03-6573-2001 Tata cara perancangan pencahayaan darurat, tanda arah dan sistem peringatan bahaya pada bangunan gedung, atau edisi terbaru. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
  • Persyaratan Komunikasi Dalam Bangunan Rusuna Bertingkat Tinggi
  1. Persyaratan komunikasi bangunan rusuna bertingkat tinggi dimaksudkan sebagai penyediaan sistem komunikasi baik untuk keperluan internal bangunan maupun untuk hubungan ke luar, pada saat terjadi kebakaran dan/atau kondisi darurat lainnya. Antara lain: sistem telepon, sistem tata suara, sistem voice evacuation, dll.
  2. Penggunaan instalasi tata suara pada waktu keadaan darurat dimungkinkan asal memenuhi pedoman dan standar teknis.
  • Persyaratan Instalasi Bahan Bakar Gas
      1. Dalam hal rusuna bertingkat tinggi menggunakan gas pembakaran dari Instalasi Gas Kota, maka harus memenuhi ketentuan:
    1. Rancangan sistem distribusi gas pembakaran, pemilihan bahan dan konstruksinya mengikuti peraturan berlaku dari instansi yang berwenang, atau ketentuan lainnya sepanjang tidak bertentangan.
    2. Instalasi pemipaan (mulai dari katup penutup, meter-gas atau regulator) mengikuti peraturan berlaku dari instansi yang berwenang, atau ketentuan lainnya sepanjang tidak bertentangan. Katup penutup, meter-gas harus ditempatkan di luar bangunan.
    3. Pada instalasi untuk pembakaran, harus dilengkapi peralatan khusus untuk mendeteksi kebocoran gas yang secara otomatis mematikan aliran gas.
      1. Dalam hal rusuna bertingkat tinggi menggunakan gas pembakaran Instalasi gas elpji (LPG), maka harus memenuhi ketentuan:
    1. Rancangan sistem distribusi gas pembakaran, pemilihan bahan dan konstruksinya mengikuti peraturan yang berlaku dari instansi yang berwenang, atau ketentuan lainnya sepanjang tidak bertentangan.
    2. Instalasi pemipaan untuk rumah tangga (domestik) dan gedung (komersial) mengikuti peraturan yang berlaku dari instansi yang berwenang, atau ketentuan lainnya sepanjang tidak bertentangan.
    3. Bila pasokan dari beberapa tabung silinder digabung ke dalam satu manipol (manifold atau header), maka harus mengikuti peraturan yang berlaku dari instansi yang berwenang, atau ketentuan lainnya sepanjang tidak bertentangan. Tabung-tabung silinder yang digabung harus ditempatkan di luar bangunan rusuna bertingkat tinggi.
    4. Pada instalasi pembakaran, harus dilengkapi dengan peralatan khusus untuk mendeteksi kebocoran gas yang secara otomatis mematikan aliran gas, dan tanda “DILARANG MEROKOK”.
  • Manajemen Penanggulangan Kebakaran
Setiap bangunan rusuna bertingkat tinggi harus memiliki unit manajemen pengamanan kebakaran.

1 komentar:

  1. Apabila Anda mempunyai kesulitan dalam pemakaian / penggunaan chemical , atau yang berhubungan dengan chemical,oli industri, jangan sungkan untuk menghubungi, kami akan memberikan konsultasi kepada Anda mengenai masalah yang berhubungan dengan chemical.

    Salam,
    (Tommy.k)
    WA:081310849918
    Email: Tommy.transcal@gmail.com
    Management

    OUR SERVICE
    Boiler Chemical Cleaning
    Cooling tower Chemical Cleaning
    Chiller Chemical Cleaning
    AHU, Condensor Chemical Cleaning
    Chemical Maintenance
    Waste Water Treatment Plant Industrial & Domestic (WTP/WWTP/STP)
    Degreaser & Floor Cleaner Plant
    Oli industri
    Rust remover
    Coal & feul oil additive
    Cleaning Chemical
    Lubricant
    Other Chemical
    RO Chemical

    BalasHapus